Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Pembuktian

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 19 Maret 2014

Aslinya diterbitkan di edisi Mei 1924 majalah The Christian Science Journal


Salah satu kebahagiaan terbesar yang dirasakan pelajar Ilmupengetahuan Kristen adalah belajar melihat “masalah” sebagai suatu kesempatan untuk melakukan pembuktian, saat ia menyadari bahwa pertolongan Allah senantiasa hadir dan tersedia. Dia dapat memahami apa yang diutarakan Rasul Paulus, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Demikian pula dia dapat mengatakan bersama Paulus, "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat" (2 Kor 12:9, 10). Sudut pandang ini dengan segera membuangkan kelompok kesesatan yang dikenal sebagai kasihan kepada diri sendiri, kecemasan, kekhawatiran, kesedihan, ketakutan; karena siapa yang tidak bersukacita saat mendapat kesempatan?

Kebahagiaan yang dirasakan pelajar Ilmupengetahuan Kristen terletak dalam pengetahuan bahwa Ilmupengetahuan Kristen mengajarkan suatu Asas ilahi yang tidak berubah, dan aturan rohaniah yang tidak berubah, yang dapat membuktikan Asas tersebut dalam kehidupan insani. Ny. Eddy telah menetapkan standar pembuktian ilmiah melalui pernyataan-pernyataan yang dapat ditemukan setiap pelajar Ilmupengetahuan Kristen dalam karya-karya tulisnya; dan sebagai pengikutnya, bagi kita tidak ada istilah terlalu sering, atau terlalu tekun berdoa, untuk merenungkan standar tersebut, dan berusaha agar pekerjaan kita dapat memenuhi standar itu.

Yang menjadi model pembuktian ilmiah adalah kehidupan serta karya penyembuhan Yesus Kristus, Sang Penunjuk Jalan. Pelajar Ilmupengetahuan Kristen dapat menemukan berbagai pelajaran yang mengilhami dalam peristiwa kebangkitan Lazarus.

Dalam peristiwa tersebut, saran kesesatan yang pertama adalah bahwa Lazarus sakit—dan keadaannya parah! Dengan segera Yesus menyangkal saran tersebut dengan menyadari bahwa, "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan" (Yoh. 11:4). Dengan demikian dasar yang benar bagi tindakan selanjutnya segera terbangun. Apakah motif kita? Apakah kita berjeda untuk menanyakan hal tersebut kepada diri sendiri? Apakah kita selalu melakukan pendekatan kepada suatu keadaan dari sudut pandang yang luhur,—memuliakan Allah,—atau, mungkin kita merasa menderita dan ingin terbebas dari perasaan tersebut; merasa bahwa kita kehilangan pekerjaan dan dalam kekurangan, dan kita harus memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan kita; atau kita merasa berada dalam kesulitan besar, dan ingin memulihkan rasa damai dan keselarasan yang merupakan hak kita? Sudah tentu kita memiliki hak atas semua kebaikan; tetapi kita terutama harus memastikan bahwa alasan kita adalah untuk memuliakan Allah. Di sini pun kita harus merasa bahwa kita mendapat kesempatan alih-alih menghadapi masalah. Kita semua ingat ayat yang menakjubkan dalam Injil Yohanes, saat Yesus, pada malam sebelum penyaliban, berdoa, "Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau" (Yoh. 17:1). Pernyataannya ini melukiskan seluruh maksud serta tujuan hidupnya.

Saran berikutnya yang dihadapi Yesus dalam peristiwa kebangkitan Lazarus adalah rasa tanggung jawab pribadi; dan dikisahkan bahwa "Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada," dengan demikian membuktikan dengan jelas bahwa Yesus tetap tenang dan merasa pasti akan kemahakuasaan serta keselaluhadiran Hidup.

Lalu datanglah saran yang paling membandel,—saran tentang kemustahilan. Bahkan murid-muridnya sendiri menerima saran tersebut. Dalam pikiran mereka kepercayaan akan kesejatian maut begitu kuat sehingga saat Yesus berkata, "Mari kita kembali lagi ke Yudea," mereka segera menyuarakan ketakutan mereka akan maut, dengan mengatakan, "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?" Dan mereka itu sangat tidak menyadari kemungkinan untuk melakukan pembuktian yang ilmiah sehingga ketika Yesus memberitahu mereka, "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya," Tomas menjawab, "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia" (Yoh. 11). Kemustahilan, ketiadaan harapan,—tetap merupakan salah satu argumentasi kesesatan. Itulah akar dari kesedihan Marta dan Maria. Di sinilah kita begitu sering jatuh tersandung. Ny. Eddy mengatakan dalam Unity of Good (hlm. 57), saat membicarakan kejadian lain dalam pekerjaan penyembuhan Yesus, "Dia [Yesus] tidak menerima kesesatan itu dengan persesuaian maupun dengan kelemahan.” Betapa seringkah kita mendukung penanggapan akan kesesatan yang datang kepada kita dengan persesuaian—suatu tanggapan mental atau rasa kasihan yang menghipnotis; atau dengan kelemahan—percaya akan kesejatian keadaan yang harus diatasi?

Pemberontakan kepercayaan fana yang terakhir datang ketika Yesus memerintahkan agar batu kubur disingkirkan,—sekali lagi suatu kemustahilan, yang disuarakan melalui argumen bahwa yang akan ditemukan hanyalah kerusakan dan kehancuran. Tetapi kuasa Kristus mampu mematahkan bahkan mesmerisme itu, dan memaksa ketaatan mereka, sebagaimana saat ini kita pun dibuat taat. Meskipun demikian, bahkan di saat itu, bagi penanggapan fana tidak terjadi sesuatu; masalah yang besar itu tidak berubah. Lazarus tidak bangkit. Saat itulah Yesus memandang ke atas dan memanjatkan doa yang sangat murni, "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku;" dan dari puncak rasa syukur itulah Yesus mampu memerintahkan, "Lazarus, marilah ke luar!" Maka Lazarus pun "datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh."

Lalu pembuktian tersebut dijadikan lengkap. Yesus memerintahkan, "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi." Seakan ia memperingatkan mereka agar tidak berpuas diri merasa menang, melainkan dengan rendah hati dan rasa syukur terus maju untuk memberikan bukti yang lebih tinggi bahwa Allah itu Semua. Kita harus sadar bahwa kita perlu menyelesaikan pekerjaan kita; karena terkadang, dengan kedok bersyukur atas apa yang disebut pembuktian yang besar, budi fana menganggap bahwa sesuatu yang buruk telah benar-benar terjadi; dan kalau tidak waspada kita akan tersandung oleh kain kapan tersebut dan mungkin masalah itu akan kambuh. Pembuktian kita belum selesai, dan kemenangan pun belum berada di tangan, sampai kita terbebas dari penanggapan yang palsu, menghapus gambaran yang sesat itu sepenuhnya, dan bangkit menyadari, bahwa sesungguhnya, keselarasan tidak pernah terganggu, dan manusia tidak pernah jatuh dari keadaan wujudnya yang sempurna.

Sebagai pelajar Ilmupengetahuan Kristen, kita harus mempertahankan upaya untuk mencapai pandangan metafisika yang lebih rohaniah. Kita harus semakin mengenal pikiran alih-alih benda. Budi fana selalu siap untuk menjadikan Kebenaran bersifat kebendaan; sementara Kebenaran menghancurkan kepercayaan akan zat. Di sinilah terletak perbedaan besar antara Ilmupengetahuan Kristen dengan sistem-sistem lainnya. Yang disebutkan sebagai budi fana menginginkan Kebenaran melakukan sesuatu pada zat dan menghasilkan manfaat serta kesembuhan, karena budi itu tidak bersedia menyerahkan kepercayaannya dalam zat. Di sinilah kita perlu menguji praktek kita akan Ilmupengetahuan Kristen; karena berulang kali Ny. Eddy memberitahu kita bahwa berusaha mempraktekkan Ilmupengetahuan Kristen dari dasar kebendaan tidaklah mempraktekkannya secara ilmiah, melainkan adalah praktek yang salah, dan oleh karena itu jelas merupakan sesuatu yang mustahil.

Sebagai gambaran: budi fana menganggap bahwa yang disebut sebagai tubuh adalah substansi yang kebendaan dan penyakit adalah keadaan kebendaan yang sejati, dan menangani penyakit dari sudut pandang itu; sementara sudut pandang Ilmupengetahuan Kristen mengakui bahwa tubuh adalah yang disangkakan sebagai wujud lahiriah dari penanggapan kedagingan, penanggapan bahwa hidup ada di dalam zat; dan atas dasar inilah pernyataan palsu tersebut ditangani dan diatasi oleh pekerjaan Budi ilahi. Sebanding kita belajar mengetahui bahwa zat tidak memiliki substansi, hal tersebut tidak lagi menakutkan, dan kita mampu menyadari kebenaran pernyataan di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci karangan Mary Baker Eddy (hlm. 176), "Penyakit yang satu tidaklah lebih sejati daripada yang lain," dan mengalami kesembuhan.

Demikian pula budi fana mengukur suplai sebagai zat; dan dengan mulai dari dasar yang palsu seperti itu, kita sampai kepada kesimpulan yang keliru bahwa suplai sepenuhnya datang dari sumber yang kebendaan, yang sewaktu-waktu dapat berhenti, dan mengakibatkan kekurangan serta kemiskinan. Ilmupengetahuan Kristen datang menyelamatkan dengan memastikan bahwa kemiskinan adalah penanggapan yang palsu dan bukan kebenaran tentang wujud manusia. Selain itu kita menyadari bahwa Kasih ilahi, yang bekerja melalui pengertian rohaniah, menghapuskan penanggapan yang miskin ini, dengan demikian secara lahiriah menyatakan suplai yang diperlukan manusia. Perasaan kekurangan selalu merupakan kekurangan pengertian tentang Allah.

Sekali lagi kita dapat berpaling kepada Teladan yang Agung, Kristus Yesus, sebagai obyek pembelajaran. Kristus Yesus tidak memiliki harta kebendaan yang menumpuk; tetapi dia tidak pernah merasa kekurangan. Kekayaannya terdapat dalam pengetahuannya yang melimpah tentang Bapa surgawi. Maka saat memerlukan uang, uang tersebut ditemukan dalam mulut ikan; saat memerlukan roti dan ikan untuk memberi makan orang banyak, dia pun mendapatkannya. Jadi bagaimanakah rasa kekurangan dapat disembuhkan? Rasa kekurangan sangat terkait dengan keengganan berbagi. Siapa yang tidak bersedia berbagi jika merasa berkelimpahan; dan siapa yang mau berbagi kalau yang dilihatnya adalah sumber daya kebendaan yang terbatas, dan merasa bahwa di situlah seluruh hartanya berada? Penawar untuk mendobrak khayalan akan kekurangan adalah memahami bahwa Allah bersifat tidak berhingga, dan mulai memberi. Dan apa yang akan kita berikan? Kita tidak bisa menemukan pemberian yang lebih menyatakan penyangkalan diri daripada kehidupan Pemimpin kita yang kita hormati. Saat terang penyembuhan rohaniah datang kepadanya, dia sama sekali tidak memiliki harta yang dari sudut pandang duniawi akan mampu memulai dan menjalankan suatu pergerakan yang akbar. Adalah keinginannya yang sangat besar untuk memberikan kepada umat manusia berkat yang didapatnya, yang mematahkan semua rintangan keterbatasan manusia, membuka jalan, dan menjadikannya mampu melaksanakan karya hidupnya. Demikian juga kita, para pengikutnya, harus mendapatkan keinginan yang tidak mementingkan diri untuk memberi.

Kita semua memiliki lebih banyak untuk kita berikan daripada yang mungkin kita sadari, karena melalui Ilmupengetahuan Kristen kita semakin belajar menghargai potensi pemikiran yang bersifat rohaniah dan ilmiah. Saat kita tergoda untuk terkejut menghadapi suatu keadaan yang tidak selaras, marilah kita ingat bahwa kita memiliki kuasa untuk melepaskan diri dari pandangan itu, kalau saja kita berpegang kepada pengertian rohaniah. Demikianlah kita selalu akan memberikan pemikiran yang ilmiah alih-alih yang tidak ilmiah; dan pemikiran yang benar ini akan menjadi nyata dalam kehidupan kita sebagai keselarasan yang semakin melimpah. Jika hendak berbagi kepercayaan yang kokoh kepada Allah, berbagi sukacita, kesabaran, kebaikan, kita pertama-tama harus memiliki semua itu; dan harga yang harus kita bayarkan untuk memperolehnya adalah kewaspadaan yang tidak henti dan selalu berdoa menginginkan hal-hal yang tidak mementingkan diri. Kita dapat yakin bahwa Allah-lah "yang memberi pertumbuhan" saat ini juga; dan yang seakan merupakan kekurangan, sudah pasti akan dipenuhi. Hendaklah kita selalu ingat bahwa adalah penanggapan yang palsu, dan bukan keadaan yang tidak selaras, yang harus kita atasi. Maka dengan membebaskan setiap keadaan dari anggapan bahwa hal itu memiliki substansi kebendaan, kita menyingkapkan ketidaksejatiannya, dan keadaan tersebut bagi kita menjadi tidak lebih daripada penanggapan palsu yang keliru, yang dapat diganti, dan memang diganti, dengan kebaikan oleh Kasih ilahi.

Pembuktian kolektif yang diminta Pemimpin kita untuk kita laksanakan, adalah melanjutkan kegiatan Gereja Kristus, Ahli Ilmupengetahuan. Beliau telah memberi kita Ilmupengetahuan Kristen dalam buku ajar serta karya-karya tulis lain yang dihasilkannya. Beliau telah mendirikan Gereja Kristus, Ahli Ilmupengetahuan, dan memberikan dalam Buku Pedoman Gereja Induk aturan-aturan yang diilhami untuk memerintahi Gereja itu; tetapi hak istimewa untuk mematuhi aturan tersebut—dengan demikian menjadikan organisasi gereja kita dalam prakteknya sesuai dengan semua yang dituntut oleh Asas—pembuktian itu kitalah yang harus melakukannya. Pernyataan Pemimpin kita di halaman 35 buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan sangatlah penting, “Kita hanya dapat bersatu dengan gereja ini apabila kita lahir kembali dari Roh, apabila kita mencapai Hidup yang merupakan Kebenaran dan Kebenaran yang merupakan Hidup dengan menghasilkan buah Kasih — membuangkan kesesatan dan menyembuhkan orang sakit." Dengan demikian keanggotaan kita di dalam Gereja Kristus, Ahli Ilmupengetahuan, menuntut pemurnian serta pertumbuhan rohaniah setiap saat dan setiap hari, jauh sesudah kita memanfaatkan hak istimewa kita sebagai anggota yang resmi.

Dalam hal ini, seperti dalam setiap pembuktian yang lain, pemikiran metafisis yang bersifat Kristiani sangatlah penting. Kita harus berpaling dari yang disebut sebagai kepribadian insani yang baik maupun yang buruk, dan memahami semua kebaikan sebagai pernyataan Allah, dan kejahatan sebagai bukan bersifat perorangan, melainkan tahapan dari yang disangkakan sebagai budi fana. Di sini pun kita harus memetik pelajaran yang besar mengenai kerjasama—belajar mengetahui bahwa kita adalah mata rantai yang terpateri dalam suatu rantai yang akbar, setiap orang memiliki tempatnya sendiri, setiap orang membantu yang lain dengan melakukan pekerjaannya sendiri dengan penuh dedikasi kepada Gereja Kristus, Ahli Ilmupengetahuan. Dengan demikian kita akan melihat bahwa kesulitan kita, meskipun kelihatannya sangat sejati serta bersifat pribadi, sesungguhnya adalah serangan dari musuh kita bersama, kepercayaan berhala tentang adanya suatu kuasa selain Allah. Sebagai pelajar Ilmupengetahuan Kristen, kita telah berikrar untuk menghadapi musuh itu bersama. Betapa mengilhami janji yang telah ditinggalkan Pemimpin kita dalam bukunya "Pulpit and Press" (hlm. 22): "Jika kehidupan para pelajar Ilmupengetahuan Kristen menyatakan kesetiaan mereka kepada Kebenaran, saya meramalkan bahwa di abad keduapuluh, setiap gereja Kristen di negeri kita, dan beberapa gereja di negara-negara yang jauh, akan cukup memahami Ilmupengetahuan Kristen sehingga dapat menyembuhkan orang sakit atas namanya. Kristus akan memberi Kekristenan namanya yang baru, dan Kekristenan akan digolongkan sebagai pelajar-pelajar Ilmupengetahuan Kristen”!

Selagi pandangan yang mulia mengenai tuntutan serta kemungkinan pembuktian ilmiah—suka cita melihat kesempatan—menjadi lebih jelas dalam pikiran kita, hendaknya kita waspada untuk senantiasa memelihara apa yang disebut Rasul Paulus sebagai "kesederhanaan yang ada di dalam Kristus," (2 Kor. 11:3, menurut versi King James), menyadari bahwa kasih yang sederhana dan kepercayaan seperti yang dinyatakan anak-anak terhadap pemeliharaan Bapa surgawi kita, diperlukan dalam membuktikan kebaikan. Kita harus semakin banyak tinggal dalam "lindungan Yang Mahatinggi," (Mzm. 91) di mana senjata kejahatan tidak dapat menembus. Dalam Ilmupengetahuan kita belajar bahwa manusia tidak pernah merupakan korban keadaan. Mungkin saja di sekeliling kita ada kepercayaan universal mengenai masa yang sulit, penundaan, penularan; tetapi kita tahu bahwa hal itu tidak dapat menyatakan diri di dalam pengalaman kita, kecuali kalau ada sesuatu di dalam pikiran kita yang menerimanya, menanggapinya, dan menyangkal hak kelahiran manusia yang sesungguhnya. Kuasa Budi ilahi sanggup menangani setiap keadaan dan selalu tersedia; dan kita memiliki kepastian bahwa pengertian rohaniah yang sedikit saja sudah dapat mengalahkan seluruh kepercayaan fana. Harga yang harus kita bayarkan untuk mendapatkan pengertian rohaniah ini serta kuasanya untuk melindungi adalah kejujuran dan pembaktian pikiran, alasan, serta keinginan.

Ilmupengetahuan Kristen tidak mengenal posisi yang setengah-setengah. Kita tidak bisa berkompromi dengan kesesatan, meskipun sedikit saja, dan mendatangkan keselarasan. Alkitab penuh dengan janji-janji mengenai pahala atas kebaikan serta perlindungan Bapa surgawi kita. Masalahnya, budi fana suka berlaku sebagai martir. Budi itu terus berpegang kepada perasaan palsu bahwa dia patut dihukum; dan hanya dengan melepaskan hal tersebut, kita akan membuktikan kuasa perlindungan Kasih ilahi. Meskipun demikian dalam berusaha mencapai titik tersebut, hendaknya kita waspada untuk tidak menghakimi orang lain yang mungkin sedang bergumul dengan tahap-tahap kesesatan. Lebih baik, dari ketinggian keyakinan kita akan penjagaan Kasih yang melindungi, kita memancarkan terang sedemikan rupa sehingga orang lain juga menyadari perlindungan tersebut. Sudah pasti perlindungan tersebut berlaku bagi kita semua; karena "kasih tidak pernah gagal" (1 Kor 13:8, menurut versi King James).

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.