Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

"KITA TIDAK PERLU MENDERITA"

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 23 September 2015

Aslinya diterbitkan di edisi Mei 1946 majalah The Christian Science Journal


Dalam suatu percakapan mengenai Ilmupengetahuan Kristen, dua pelajar mengingat kembali pengalaman seorang wanita yang mengira dia terkunci di dalam ruang penyimpan pakaian. Setelah diselidiki terungkap bahwa pintu ruang itu dapat dengan mudah dibuka dari dalam dengan memutar ujung yang tumpul dari suatu perangkat yang terletak di mana biasanya terdapat gagang pintu. Wanita itu sebetulnya sama sekali tidak terkunci, tetapi dia cukup menderita sehingga hampir pingsan. Para pelajar itu bertanya kepada diri sendiri, apa yang menyebabkan penderitaan wanita itu. Ruang penyimpan pakaian? Bukan. Penyebabnya hanyalah pemahamannya yang keliru mengenai keadaan tersebut.

Lalu mereka teringat akan pernyataan dari buku "Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci" karangan Mary Baker Eddy berikut ini (hlm. 372): "Ilmupengetahuan tentang wujud, yang menyatakan bahwa semua adalah Budi ilahi, atau Allah dengan ideNya, tentulah lebih jelas dalam zaman ini, kalau tidak ada kepercayaan bahwa zat merupakan alat penyataan manusia, atau bahwa manusia dapat memasuki pikirannya sendiri yang menjadi nyata sebagai tubuh, membelenggu dirinya dengan kepercayaannya sendiri, dan kemudian menyebut belenggunya itu kebendaan dan menamainya hukum ilahi." Dipahami secara ilmiah, kata-kata berikut ini menyatakan hal yang sama (Yakobus 1:13, 14): “Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya."

Sangatlah bermanfaat bagi kita untuk bertanya kepada diri sendiri, Sejauh manakah kita, seperti wanita di ruang penyimpanan pakaian tersebut, berpikir bahwa kita adalah tubuh kebendaan yang terlibat dalam keadaan kebendaan, menyatakan dan memasuki pemahaman kita sendiri yang keliru, membelenggu diri kita sendiri dengan kepercayaan kita, dan mengatakan bahwa belenggu kita bersifat kebendaan dan dikenakan kepada kita oleh suatu kekuasaan yang ada di luar kendali kita? Sesungguhnya kita sama sekali tidak “terkunci,” sebagaimana wanita itu pun tidak terkunci.

Ilmupengetahuan Kristen menunjukkan kepada kita, bahwa karena Allah, sebab yang mula-mula atau Asas yang mencipta, adalah Budi ilahi yang sempurna, kecerdasan yang tidak berhingga, Dia hanya menciptakan alam semesta yang baik dan tertata secara bijaksana. Yang kita sebut sebagai budi yang kebendaan menghasilkan kekacauan, ketidakcukupan, ketidaknyamanan, kemungkinan untuk hancur. Semua keadaan negatif ini tidaklah diciptakan Allah, demikian juga semua itu bukan substansi manusia. Manusia, pernyataan Budi, ada sebagai ide rohaniah, selaras, tidak bisa hilang, dan baik; oleh karena itu kekacauan, kejahatan, dan zat—semua pemandangan mengenai pertikaian dan penderitaan—hanya ada di dalam konsep mental yang sesat, yang dinyatakan secara lahir.

Jadi, mengapa kita terus berusaha menemukan sebab dari kesulitan kita dengan mencarinya di luar pikiran kita, pada peristiwa insani dan kesalahan orang lain? Hanya jika kesadaran kita sendiri dibetulkan dan diluhurkan agar sesuai dengan hukum ilahi akan keteraturan, maka kesadaran akan kemerdekaan kita dapat berkembang dan pengalaman kita menjadi selaras.

Seminggu kemudian, ketika kedua pelajar itu baru saja selesai membaca Khobah-Pelajaran mingguan dari Buku Triwulanan Ilmupengetahuan Kristen dengan pokok bahasan “Allah itu Pemelihara Manusia,” kereta api yang mereka tumpangi bertabrakan langsung dengan lokomotif penarik gerbong. Kedua pelajar itu pun mengingat kembali bahwa penderitaan wanita yang merasa terkunci di ruang penyimpan pakaian itu tidaklah perlu. Mereka dengan kuat memalingkan pikiran dari rasa sakit, ketakutan, dan syok, kepada pernyataan Ny. Eddy tersebut di atas. Menyadari bahwa zat bukanlah alat penyataan manusia, kedua pelajar itu secara mental menolak untuk memasuki kepercayaan palsu mengenai tubuh kebendaan yang berada di dalam kereta api kebendaan yang bisa bertabrakan. Mereka menyadari bahwa manusia ada semata-mata sebagai ide rohaniah dan memiliki kesadaran mengenai keteraturan serta kesempurnaan yang dikaruniakan Allah. Mereka menegaskan fakta yang baru saja mereka baca dalam Khotbah Pelajaran, bahwa Allah memang sesungguhnya pemelihara manusia yang penuh kasih dan cerdas, dan bahwa kebenaran itu merupakan hukum yang meniadakan setiap dan semua kejahatan yang hendak menyatakan diri melawan kebenaran tersebut. Allah hanya menetapkan kebaikan bagi anak-anakNya, dan inilah semua yang dapat diketahui atau dialami.

Menyadari hal itu dengan cepat, serta merta mendatangkan kelegaan kepada kedua pelajar tersebut, dan dengan segera mereka dapat membantu penumpang yang memerlukan pertolongan. Tidak lama kemudian diketahui bahwa tabrakan itu telah menghancurkan jendela yang terletak satu blok jauhnya dari tempat kejadian. Meskipun demikian, tidak seorang pun menderita cedera serius, dan pelajar Ilmupengetahuan Kristen itu dapat melakukan tugas-tugas mereka yang biasa setelah tiba di rumah keesokan harinya.

Pelajaran yang diperoleh ialah, bahwa Ilmupengetahuan Kristen membebaskan dan melindungi kita. Sejauh kita memanfaatkannya, kita tidak perlu menderita.

Nah, misalnya saja penanggapan fana mengatakan bahwa kita pulang dengan tulang yang patah, remuk, atau cedera. Ny. Eddy mengatakan (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 423), "Tulang hanya mempunyai substansi pikiran yang membentuknya." Semua yang pernah kita hadapi sebagai zat, budi fana, atau pengalaman insani hanya memiliki substansi pikiran yang membentuknya serta kekuasaan yang kita berikan kepadanya. Maka, marilah kita berhenti memenjarakan diri sendiri dalam kepercayaan kebendaan dan alih-alih demikian mengakui fakta-fakta Wujud ilahi, di mana kita temukan kebebasan kita!

Apakah tubuh itu dilihat dari sudut pandang Budi ilahi yang adalah sebab yang sempurna dengan akibatnya? Paulus menulis (Ef. 4:4, menurut versi King James), "Hanya ada satu tubuh, dan satu Roh." Jadi tubuh bukanlah zat. Tubuh, atau identitas yang sesungguhnya, adalah cerminan Allah. Substansinya adalah Budi, dan identitas menyatakan semua sifat Budi. Oleh karena itu tubuh selalu utuh, terkoordinasi dengan sempurna dan seimbang, kuat, bersikap tenang dan tidak dapat hancur. Tubuh tidak pernah merupakan beban, tidak pernah merupakan rintangan. Tubuh tidak bisa membatasi kita; tubuh hanya bisa melayani kita, karena hukum Allah akan pencapaian serta kemajuan, hukum Allah akan kebaikan yang berkembang tiada henti, dipenuhi dalam identitas rohaniah.

Hanyalah kepercayaan palsu penanggapan kebendaan yang pernah menyatakan bahwa penglihatan atau pendengaran kita kabur. Tentu saja pikiran yang terpusat kepada diri sendiri, yang digelapkan oleh materialisme, pembenaran diri, dan penanggapan perorangan, tidak dapat melihat. Dan pandangan yang picik, tertutup terhadap kebaikan, tidak bisa diharapkan untuk mendengar. Tetapi manusia, seperti yang diketahui Allah, adalah bukti akan pandangan sempurna dan spontan dari Budi. Tidak ada keadaan kebendaan yang dapat memisahkan manusia ciptaan Allah dengan kecerdasan yang diketahui dan dinyatakannya. Itulah hukum Allah.

Di dalam kemaha-hadiran kesempurnaan rohaniah tidak ada virus yang jahat atau kuman penyebab penyakit, tidak ada racun untuk dikeluarkan atau ditimbun, dan tidak ada sebab, hukum, agen, pengaruh, kepercayaan universal, atau ketakutan untuk memberi kekuasaan kepada dusta seperti itu; demikian pula tidak ada penyesalan, kekecewaan, atau kesedihan yang menyatakan untuk menekan atau melumpuhkan kegiatan yang benar. Kasih ilahi menyediakan kepada wujud manusia kekuatan yang tidak bisa gagal; Kasih adalah satu-satunya kuasa yang memotivasi, dan menentukan watak. Kasih ini tidak mengandung penderitaan yang kronis, kebencian yang busuk, atau dosa, tidak menyombongkan diri, membenarkan diri, atau penanggapan yang berlebihan  mengenai kejahatan yang dapat menyatakan diri sebagai racun, pertumbuhan yang tidak normal, atau ketidakselarasan apa pun.

Ide-ide Allah menyatakan Sang Bapa. Semuanya itu utuh, murni, merasa puas, terhubung dengan selaras, dan merasa damai. Ide-ide Allah tidak saling mencederai, bersaing, menjatuhkan, atau menyalahgunakan, melainkan saling memberkati, memperkaya, dan meluhurkan. Jadi tidak ada yang mengkhianati kita selain konsep akan kepercayaan kita sendiri. Marilah kita tidak lagi ingin mengetahui atau mempedulikan apa yang seakan dipikirkan atau dikatakan penanggapan fana mengenai diri kita; marilah kita buang kesombongan dan menuntut kedamaian kita! Keinginan kita haruslah untuk menyatakan bukan untuk mengesankan. Dan Rasul Paulus berkata, (2 Tim. 2:15), "Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah" ia tidak mengatakan "di hadapan manusia."

Manusia ciptaan Allah tidak bisa menjadi korban syok atau gangguan syaraf. Adalah Budi, Asas yang sempurna, yang menghidupkan, memberi rangsangan, mengatur, dan mengendalikan. Wujud kita yang sejati tidak pernah dikenal, didiagnosa, atau dikelompokkan, secara fana. Sebagai ide rohaniah, manusia tidak pernah mengalami kesulitan, karena semua yang pernah ada dalam ketidakberhinggaan Roh adalah Allah, kebaikan, yang dinyatakan dalam keselarasan yang sempurna. Karena itu, di dalam alam semesta Allah tidak ada gambaran mental yang menyedihkan untuk menyiksa, menghantui, atau membuat kita gentar. Di hadapan kemaha-hadiran Kasih, masa lalu dan masa depan insani lenyap, dan kekuasaan manusia yang tidak terbatas atas kesesatan dinyatakan.

Dari sudut pandang Budi yang mahakuasa, sebab yang sempurna, gambar-gambar yang ditampilkan penalaran yang salah serta fana adalah tidak masuk akal dan tidak memiliki kuasa. Kita bisa mengenali kepura-puraannya dan melihat Allah, Kasih, hadir bersama kita, mengatur dan memelihara wujud kita, membuat kita tidak takut dan kuat untuk menolak konsep-konsep keliru yang ada di dunia serta belenggu yang hendak mereka kenakan kepada kita.

Mengapa kita tidak menyadari kemerdekaan kita dengan lebih mudah? Mungkin karena kita masih tetap berpikir bahwa kita bersifat kebendaan, percaya bahwa zatlah yang harus dirubah, padahal selama ini zat sama sekali tidak berdaya dan tidak cerdas. Kebebasan harus ditegakkan dalam kesadaran kita. Terkadang kita membiarkan diri kita bergelut dengan keadaan di luar diri kita dan senang dengan proses penalaran intelektual berliku-liku yang secara keliru kita sebut doa penyembuhan. Kita bersikap seperti wanita di atas, yang selama berjam-jam memukul-mukul pintu ruang penyimpanan pakaian, membuat zat seakan lebih sejati, padahal yang kita perlukan adalah berpaling sepenuhnya dari zat, kesombongan, dan keakuan fana, dan hanya menyadari bahwa manusia, sebagai ide rohaniah Allah tidak “terkunci”; menyadari bahwa dalam kesejatian ilahi tidak ada sesuatu yang perlu disembuhkan, karena zat tidaklah sejati dan Budi adalah Semua. Semua pernyataan serta gejala kejahatan adalah dusta, karena ciptaan Allah adalah selaras dan bebas.

Kesadaran akan hal ini merupakan hukum kesehatan serta keselarasan bagi pengalaman kita. Kita perlu berdiri dengan kebenaran, dan tidak dengan penuh ketakutan mencari kesulitan di mana-mana. Tetap kokoh dan tidak terganggu menghadapi setiap saran mengenai ketidakselarasan, marilah kita bersyukur kepada Allah dengan segenap hati karena hanya kebaikan sajalah yang sejati. Dengan demikian kita akan mendapatkan kebebasan kita!

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.