Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Mengapa menunggu untuk bersyukur?

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 18 Februari 2016

Aslinya diterbitkan di edisi 7 Desember 2015 majalah Christian Science Sentinel


“Anda tidak perlu menunggu orang lain, untuk bersyukur!”

Pikiran ini datang kepada saya baru-baru ini ketika saya berkebun. Pagi hari itu indah, sejuk, dan begitu damai sehingga meskipun saya menyirami tanaman, seekor kijang dan anak rusa dengan tenang makan rumput di situ, tepat di luar pagar kebun kami.  

Saya menyukai pagi itu! Rasanya saya hidup di dalam suatu lukisan yang indah. Jadi bagaimana mungkin dalam sekejap, pikiran-pikiran kecil yang penuh kekhawatiran mulai mengganggu perasaan damai saya, dan sukacita murni yang saya rasakan mengenai pagi itu mulai menghilang? Selama berminggu-minggu suatu kekhawatiran menyertai hari-hari musim panas yang sebetulnya lengkap dan menyenangkan. “Tidak hari ini!” saya memprotes. Saat itu, dengan sangat tegas saya memilih untuk menghadapi kekhawatiran-kekhawatiran kecil yang mengganggu itu melalui doa dalam Ilmupengetahuan Kristen, alih-alih hanya berusaha melupakannya. 

Dari pengalaman kesembuhan yang sudah-sudah saya tahu bahwa awal yang baik untuk doa yang ilmiah adalah membuka pikiran saya kepada Allah, Kebenaran ilahi. Kebenarannya adalah bahwa saat ini juga, kebaikan ada di mana-mana. Setiap saat, Ibu-Bapa kita, Allah, kebaikan, mencurahkan berkatNya yang tidak berhingga kepada kita semua, anak-anakNya yang bersifat rohaniah. Kita lengkap, utuh, sekarang juga—seperti Allah menciptakan kita, dalam keserupaanNya. Wujud kita bersifat rohaniah, utuh, sempurna—tidak terkotak-kotak, surut, atau dicerai-beraikan oleh kekuatan-kekuatan di luar diri kita—dan kebaikan adalah suatu fakta yang kokoh karena Allah adalah Semua, satu-satunya kuasa yang ada. 

Lalu apakah yang seakan menghalangi sukacita saya? Sambil terus menyirami kebun, saya hadapi secara langsung setiap kekhawatiran saya. Dengan cepat saya melihat suatu unsur yang sama: Sayalah yang merasa frustasi, sayalah yang merasa harus menunggu orang lain menelepon kembali, menjawab email, membuat keputusan, merubah perilaku, “melihat terang,” atau menyelesaikan sesuatu sebelum saya dapat merasa tenteram. Dalam satu peristiwa, saya bahkan menunggu seseorang meminta maaf! 

Bersamaan dengan itu, saya melihat akar permasalahannya: saya merasa tidak berdaya karena merasa bahwa tindakan atau apa yang tidak dilakukan seseorang menghalangi kegiatan saya yang benar serta kebahagiaan saya. Tapi saat itu juga datang pesan malaikat, suatu ilham rohaniah, yang merubah pandangan saya akan seluruh kejadian itu: “Anda tidak dihalangi. Anda dapat mengerjakan sesuatu sekarang juga, tanpa harus menunggu orang lain. Anda dapat merasa bersyukur. Saat ini juga. Ini tergantung pada anda sendiri; tidak perlu menunggu.” 

Berikut ini beberapa di antara pemikiran yang membangkitkan saya dan sejak itu tetap bersama saya: Rasa syukur, berterimakasih  atas kebaikan, adalah antara Allah dengan kita. Tidak sesuatu pun atau seorang pun yang menghalanginya. Allah, kebaikan ilahi adalah satu-satunya yang ada. Ia memenuhi semua ruang. Tidak ada kekosongan di dalam Kasih ilahi; tidak ada “penantian” tanpa tujuan, tidak ada ketidakberdayaan atau kelambanan untuk menghentikan kebaikan Allah. 

Dengan segera kebuntuan mental yang saya rasakan sirna, dan kebahagiaan yang merupakan hak kita sebagai ide-ide Allah menjadi nyata lagi bagi saya. Pikiran saya dibanjiri rasa syukur yang melimpah. Kita selalu bebas untuk menjadi diri sendiri, menjadi seperti yang dijadikan Allah—bersukacita, penuh kasih, selaras. Tidak perlu menunggu. Kita dapat menyatakan rasa syukur sekarang juga, selamanya! 

Dan dengan penuh sukacita saya melakukannya. Kepenuhan rasa syukur yang membuncah dalam diri saya datang serta-merta. Pagi yang indah itu tiba-tiba terasa luar biasa—bukan semata karena cuaca dan pemandangannya. Yang paling penting, saya sadar bahwa tidak ada yang dapat hilang dari keindahan, kepuasan, serta suka cita yang sempurna yang merupakan milik kita sebagai cerminan Allah. Yang membebaskan saya saat itu adalah menyadari bahwa bersyukur adalah suatu tindakan benar yang dapat segera saya lakukan, tanpa harus menunggu orang lain mengambil tindakan terlebih dahulu. Sungguh sesuatu yang memerdekakan!

Mary Baker Eddy menulis, “Tunggulah, dan nyatakanlah lebih banyak kasih untuk setiap kebencian dan jangan takut / Penderitaan,—karena Allah itu baik dan kehilangan itu menguntungkan” (Poemsterjemahan dari syair “Doa ibu di malam hari” karya Mary Baker Eddy ini disesuaikan dengan konteks dalam artikel ini dan digunakan khusus untuk artikel ini, tidak untuk menggantikan terjemahan “Doa ibu di malam hari” yang ada di Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen., hlm. 4). Kita dapat menunggu pada Allah, secara aktif mempercayai kebaikanNya, alih-alih menunggu dalam yang seakan sebagai ketakberdayaan serta ketakutan atau kekhawatiran yang terpendam, untuk terjadinya kebaikan di masa yang akan datang.  

Jadi, apakah yang dapat saya syukuri, mengingat saya mempunyai daftar yang panjang mengenai bagaimana orang-orang telah mengabaikan saya? Satu hal yang pasti ialah fakta bahwa untuk setiap situasi mengecewakan yang saya pikirkan, ada jauh lebih banyak hal yang positif untuk disyukuri. Ada banyak yang menelepon kembali, menjawab pertanyaan-pertanyaan saya, menyatakan penghargaan, dan tindakan-tindakan yang menyatakan kebaikan yang tidak terhitung banyaknya, yang selama ini saya anggap biasa saja.  

Tetapi jauh melebihi itu semua adalah rasa syukur yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, untuk pemahaman yang lebih dalam mengenai apa artinya menjadi diri sendiri! Menjadi anak Allah yang dikasihi dan diberkati secara tidak berhingga. Dalam Ilmupengetahuan Kristen kita belajar tentang Ilmupengetahuan untuk menjadi—bukan ilmupengetahuan untuk berharap, membenci, atau menyesali. (Tentu saja ilmupengetahuan seperti itu tidak ada!)  

Alih-alih merasa dibayangi kekhawatiran dan kejengkelan, dengan mendoa saya diam dalam pemahaman bahwa Allah itu baik, untuk waktu yang tersisa pada hari yang penuh sukacita dan produktif itu. Doa saya hari itu kurang lebih seperti berikut: Terimakasih Allah Ibu-Bapa, untuk hari yang indah akan kebaikan yang berkembang ini. Terimakasih untuk semua kegiatan yang baik yang ada di depan saya hari ini. Terimakasih untuk kesediaan serta kemampuan melakukan semua tugas yang benar yang saya hadapi. Saya mencerminkan dan menyatakan Engkau, Bapa terkasih. Itulah seluruh wujud saya. Terimakasih Tuhan untuk bukti akan kasihMu dalam kasih yang dinyatakan sanak saudara, teman-teman, sesama anggota gereja, dan teman-teman bisnis. Bapa terkasih, tunjukkan dengan jelas semua kegiatan yang benar untuk saya lakukan saat ini sehingga orang lain tidak perlu menunggu saya! (Doa saya yang penuh rasa syukur kepada Allah membimbing saya untuk mengambil beberapa tindakan spesifik.)  

Saya berbagi pengalaman ini karena terasa sangat menyenangkan untuk mengambil tindakan segera untuk berpikir penuh rasa syukur. Tidak perlu menunggu orang lain, atau terjadinya sesuatu, untuk menyatakan rasa syukur dan sukacita. Rasa khawatir dan tidak berdaya hilang dan tidak kembali, dihapuskan oleh pengakuan yang penuh rasa syukur akan kebaikan yang ada.

Pelajaran yang saya peroleh di kebun hari itu terus memberkati saya, dan saya merasa terbimbing untuk merenungkan dua ayat Alkitab yang khusus. Dalam kitab Roma kita baca, “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi” (13:8). Kita tidak perlu menunggu kesempatan di masa depan, atau orang lain untuk mengambil tindakan terlebih dulu, untuk mengasihi atau melihat sesama seperti Allah melihatnya. Kita semua adalah cerminan Allah, sepenuhnya diperlengkapi untuk saling mengasihi; kasih karuniaNya dan kasihNya selamanya dinyatakan di dalam diri kita. Yesus Kristus mengajarkan, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Matius 7:12). Kita dapat melakukan hal ini sekarang juga. 

Kepercayaan palsu bahwa kita perlu menunggu orang lain sebelum kita bisa merasa damai atau bersukacita, dapat menjadikan kita berpikir bahwa jalan kita untuk maju terhalang. Tetapi tidak ada yang menghalangi ciptaan Allah dari gerakan yang baik dan selaras. Kebaikan tidak pernah terhalang. Selalu ada kebaikan untuk segera kita syukuri. Karena Allah adalah maha-kuasa, tidak ada penghalang antara keakuan kita yang rohaniah dan kemampuan kita untuk membuktikannya. Tidak ada orang yang berdiri di antara Allah dengan kita, demikian juga tidak ada keadaan yang memisahkan Allah dan kita. Setiap orang di antara kita memiliki hubungan yang jelas dengan Allah, dan hal ini diungkapkan oleh doa yang penuh rasa syukur. Jadi, mengapa menunggu untuk bersyukur? 

Terimakasih, Tuhan, untuk kebenaran-kebenaran ini! Terimakasih, Tuhan, untuk kemampuan kita mengetahui dan menyatakan secara aktif rasa syukur ini sekarang juga.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.