Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Siapa yang akan mengira bahwa hadiah yang paling sederhana akan menjadi yang paling berharga?

Dana cadangan saya

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 14 November 2022


Ketika saya masih kecil, ada tradisi keagamaan bahwa saat seorang anak mencapai usia tertentu—sekitar tujuh atau delapan tahun—mereka akan mengikuti upacara yang dianggap penting. Para kerabat dan teman dekat akan diundang menghadiri suatu pesta kecil, dan mereka semua akan memberi hadiah dalam bentuk emas: perhiasan seperti cincin, bros, anting. 

Di suatu negara miskin di Eropa di mana saya tinggal sebelum pindah ke Brasil, hadiah-hadiah tersebut memiliki tujuan yang sangat praktis. Hadiah-hadiah tersebut dimaksudkan sebagai cadangan dana bagi seorang anak. Jika anak tersebut memerlukan uang untuk bertahan hidup atau dalam keadaan darurat, perhiasan itu dapat dijual.  

Ketika tiba giliran saya, saya pun mendapat hadiah: sebuah gelang, sebuah bros yang diukir dengan nama saya, dan beberapa hadiah lainnya yang lebih kecil. Tetapi, seorang paman yang dekat dengan saya tidak mampu memberi emas, walau sekecil apa pun. Dia memberi saya sebuah buku. Judul buku itu adalah Alkitab untuk Anak-anak. Buku itu berisi hampir seluruh Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang diungkapkan kembali dalam bahasa yang lebih sederhana. Buku itu tebal, dengan huruf-huruf yang kecil, dan hanya dihiasi beberapa gambar dalam warna coklat. Bagi anak kelas dua SD buku itu kelihatannya sangat tidak menarik. Meskipun demikian, saya membaca seluruh buku itu dalam beberapa minggu, yang bagi anak seumur saya merupakan hal yang luar biasa. Saya hampir tidak dapat berhenti membaca sebelum menyelesaikannya. Mengapa buku itu sangat menarik bagi saya? 

Biarlah saya jelaskan. Ketika saya lahir, negeri saya baru saja hancur karena perang. Ingatan pertama saya waktu kecil adalah tentang wilayah-wilayah yang di bom dan orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Para tetangga dan kerabat seringkali berbicara tentang anggota keluarga mereka yang tidak selamat dari peperangan itu. Saya benar-benar takut akan dunia yang saya kenal saat itu. Orang-orang di sekitar saya menganggap diri mereka korban yang tidak berdaya. Mereka merasa menjadi korban keadaan, korban bangsa lain, kemiskinan, bahkan Allah. Nah, dalam ceritera-ceritera Alkitab yang saya baca saya mengenal orang-orang yang menghadapi berbagai macam kesulitan dan berhasil mengatasinya. Mereka bukan korban. Dan Alkitab juga menunjukkan bagaimana mereka telah mengatasi kesulitan-kesulitan mereka: dengan percaya bahwa Allah adalah teman dan penolong, dan melalui kesetiaan kepada Allah. … 

Saya ingat sekali bagaimana kisah Yusuf sangat berkesan bagi saya. Alkitab menceriterakan kepada kita di Kitab Kejadian bahwa Yusuf telah dijual sebagai budak oleh saudara-saudara laki-lakinya dan dibawa ke Mesir. Saat itu dia masih muda, sekitar tujuh belas tahun. Ayahnya, Yakub, mengasihinya lebih daripada saudara-saudara laki-lakinya yang lain. Karena iri hari dan benci, saudara-saudaranya mula-mula bersekongkol untuk membunuhnya kemudian memutuskan untuk menjualnya sebagai budak kepada beberapa saudagar. Bukankah ini suatu pengalaman yang menimbulkan trauma? Dia dipisahkan dari kasih ayahnya dan adiknya Benyamin, dari lingkungan yang dikenalnya, dan mungkin dari kehidupan yang nyaman. Sekarang dia harus tinggal di negeri asing, dikelilingi orang-orang asing, dan hampir pasti melakukan pekerjaan tidak menentu yang belum pernah dilakukannya sebelumnya; bagaimanapun juga, dia seorang budak. 

Meskipun demikian, Yusuf tidak bersikap seperti korban nasib yang menyedihkan. Dia melakukan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dengan baik. Ia melakukannya sedemikian rupa sehingga “dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN.” Dengan perkataan lain, Yusuf menyatakan sifat-sifat Allah dalam apa yang dilakukannya, dan sifat-sifat ilahi ini terlihat oleh orang-orang di sekitarnya. Sudah pasti sifat-sifat yang dinyatakannya dan yang membawa hasil yang indah bukanlah sifat mengasihani diri sendiri, kebencian, merencanakan balas dendam, dan sejenisnya. Kita bahkan mungkin berpikir bahwa perasaan seperti itu bisa dimengerti sesudah apa yang dialaminya, tetapi semua itu tidak akan membawa hasil seperti yang diceriterakan Alkitab. Yusuf pastilah telah menyatakan sifat-sifat yang berasal dari Allah seperti sukacita, kemauan baik, kehati-hatian dalam bekerja, kejujuran, kewaspadaan, dan sebagainya. Dengan menyatakan sifat-sifat ini Yusuf tidak bersikap sebagai “korban,” dengan demikian dia bukan korban. 

Kemudian, dia harus menghadapi fitnah dan secara tidak adil dipenjarakan. Meskipun demikian, bahkan di dalam penjara pun, Alkitab menyatakan, “TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu.” Akibat yang wajar adalah semua orang mempercayainya, dan dia dapat menikmati kegiatan yang berguna serta pertemanan. Bahkan ketika berada di titik terendah dalam hidupnya, sebagai seorang budak dan seorang tawanan, Yusuf tidak membuang kesanggupan dan kesediaannya untuk menyatakan kebaikan. Inilah sebabnya dia tidak pernah menjadi korban. 

 Meskipun saya masih kanak-kanak, sangat jelas bagi saya bahwa saya dapat melakukan seperti yang dilakukan Yusuf. Yaitu, saya dapat menyatakan sifat-sifat baik, apa pun keadaannya. Saya telah merasa dihina di sekolah karena menjadi murid termiskin di kelas saya. Tetapi, alih-alih meratapi hal itu seperti yang saya lakukan sebelumnya, saya mulai berkonsentrasi untuk menjadi murid yang baik, siap membantu teman-teman sekelas dan para guru. Memang bukan sesuatu yang hebat, bukan hal yang luar biasa, tetapi hal itu memberi hasil yang langgeng dalam membuang perasaan yang sangat tidak menyenangkan sebagai “korban.” Teladan Yusuf memberikan dampak yang langgeng dalam hidup saya.  

Demikianlah bagaimana saya mulai menemukan Alkitab dan kuasa kebaikan, kuasa Allah. Kemudian ketika menginjak remaja, ketika saya dapat memiliki Alkitab yang lengkap, wajar bagi saya untuk mepelajarinya dengan lebih dalam. Saya tidak pernah memerlukan perhiasan yang saya peroleh waktu masih kecil. Tetapi hadiah yang diberikan paman saya, yakni, perkenalan dengan Alkitab, merupakan dana cadangan yang saya tarik dan gunakan setiap hari. Dan dana itu tidak pernah habis. 

Ketika sebagai wanita muda saya menemukan Ilmupengetahuan Kristen, dan mulai membaca Ilmupengetahuan dan Kesehatan karangan Ny. Eddy, dana cadangan ini tiba-tiba menjadi berlipat ganda. Saya mulai menemukan logikanya, yakni, aturan-aturannya, atau hukum-hukumnya, yang ada dalam peristiwa-peristiwa di Alkitab. Itulah sebabnya Ilmupengetahuan dan Kesehatan sangat berharga dalam membantu memahami dan mempraktikkan pesan-pesan Alkitab. Misalnya, Ny. Eddy menulis, “Kebaikan yang kita lakukan dan kita hayati memberi kepada kita satu-satunya kekuasaan yang dapat diperoleh.” Kebaikan yang dirujuknya ini adalah cerminan Allah. Hal itu menjelaskan apa yang dilakukan Yusuf. Yusuf mencerminkan kebaikan yang berasal dari Allah, yang adalah satu-satunya kuasa yang ada. Inilah bagaimana Yusuf mengangkat hidupnya mengatasi keadaan yang dihadapinya, memulihkan kembali keselarasan keluarganya, dan menyelamatkan seluruh negeri, dan juga bangsa-bangsa di sekitarnya, dari paceklik. 

Mengetahui kebaikan adalah dasar dari kemampuan kita untuk berbuat baik. Ilmupengetahuan Kristen mengajarkan kepada kita bahwa Allah adalah baik, oleh karena itu pada dasarnya kita harus mengenal Allah terlebih dahulu. Dan inilah yang diajarkan Alkitab: Allah dan kemahakuasaan-Nya, kebaikan-Nya, keselaluhadiran-Nya, dan manusia sebagai cerminan-Nya. 

Ada yang mengatakan: “Baiklah, tetapi Alkitab terlalu susah untuk dipahami. Ada begitu banyak penafsiran tentang Alkitab—bagaimana saya tahu mana yang benar?” 

Hadiah yang diberikan paman saya, yakni, pengenalan kepada Alkitab, telah merupakan dana cadangan yang saya tarik dan gunakan setiap hari. Dan dana itu tidak pernah habis.

 Kita harus ingat bahwa pesan Alkitab bersifat rohaniah, bukan kebendaan. Oleh karena itu tidak bisa dipahami dengan penalaran dan analisa insani semata. Ny. Eddy menulis di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan: “Alkitab sangat suci. Haruslah menjadi tujuan kita untuk menjadikannya dipahami secara rohaniah, karena hanya dengan pengertian ini orang dapat mencapai kebenaran.” Dan selanjutnya dia berkata, “Wawasan rohaniah akan Kitab Suci inilah yang mengangkat manusia keluar dari penyakit dan maut dan mengilhaminya dengan iman.” Oleh karena itu kita harus menggunakan penanggapan rohaniah kita untuk bisa memahami Alkitab. 

 Ilmupengetahuan Kristen mengajarkan kepada kita bahwa penanggapan rohaniah adalah kebalikan dari penanggapan kebendaan; itulah kesanggupan untuk menyadari “hal-hal Roh” dan memahami kebaikan rohaniah. Kita semua memiliki penanggapan rohaniah. Sesungguhnya, itu adalah suatu cara berpikir yang wajar bagi kita karena kita semua adalah anak-anak Allah dan Allah adalah Roh. Oleh karena itu, dengan mencerminkan Allah, kita dapat memahami segala sesuatu secara rohaniah; kita dapat menyadari pesan ilahi Alkitab.  

Ny. Eddy menyatakan di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan bahwa “penanggapan rohaniah adalah kesanggupan yang sadar dan tetap untuk memahami Allah.” Demikianlah, kesanggupan ini sadar dan tetap; kesanggupan ini tidak mengecewakan kita. Sekarang, kita harus mempraktekkannya. Membaca dan mempelajari Ilmupengetahuan dan Kesehatan membantu kita mengembangkan penanggapan rohaniah kita, karena dengan melakukan hal itu pikiran kita dirohanikan; artinya, pikiran kita lebih terfokus pada hal-hal Roh.  

Yesus Kristus, tokoh utama dalam Kitab Perjanjian Baru, merupakan teladan yang baik sekali akan penanggapan rohaniah. Pikirannya selalu demikian terpusat kepada Allah sehingga dia dapat dengan cepat dan wajar memandang setiap situasi atau masalah dari sudut pandang rohaniah. Penglihatan rohaniah inilah yang menyanggupkannya menyembuhkan orang sakit dengan serta merta dan melakukan pekerjaan-pekerjaan menakjubkan lainnya. Misalnya, ketika dia merasa bahwa orang banyak harus mendapat makan sebelum dibubarkan, murid-muridnya, yang berpikir berdasarkan penanggapan kebendaan, hanya dapat melihat beberapa ikan dan roti. Tetapi Yesus “mengucap syukur”—dia menyadari bahwa Allah adalah sumber kebaikan manusia, suplai mereka, dan mengetahui bahwa apa pun yang dapat memberkati beberapa orang juga pasti memberkati setiap orang. Dan makanan yang hanya sedikit itu cukup untuk lebih dari empat ribu orang.  

Kadang-kadang orang berkata: “Yah, Alkitab adalah buku yang sangat tua! Bagaimana mungkin kisah-kisahnya berguna bagi kita saat ini? Dunia telah banyak sekali berubah!” Sudah pasti dunia telah banyak berubah; kota di mana saya tinggal, Sao Paulo di Brasil, telah mengalami banyak perubahan mendasar seiring berjalannya waktu. Tetapi, yang pertama dan paling penting, Allah tidak berubah sedikitpun. Dia masih tetap berkuasa atas ciptaan-Nya dan masih tetap memelihara anak-Nya, manusia. Oleh karena itu, hukum-hukum-Nya masih tetap sama. Hukum-hukum ilahi yang sama yang berlaku di zaman Alkitab juga berlaku saat ini. 

Saya harus mengakui hanya kecil kemungkinannya bahwa di saat ini, banyak orang akan dijual sebagai budak seperti Yusuf. Tetapi kita bisa saja menemukan diri kita berada di antara orang asing di sekolah yang baru, atau pekerjaan baru, dan mungkin merasa minder, seperti yang pernah saya rasakan. Atau mungkin kita menghadapi hukuman yang tidak adil untuk sesuatu hal dan merasa benci. Kita bahkan dapat merasa “dipenjara” oleh pekerjaan yang membosankan dan kasar sementara kita pikir seharusnya kita mendapat pekerjaan yang lebih layak. Apa yang dapat kita lakukan?  Kita dapat menyatakan sifat-sifat Allah, seperti yang dilakukan Yusuf. Kita dapat terus melakukan hal tersebut dengan sukacita dan mengharapkan kebaikan. Kita tahu apa hasilnya dalam pengalaman Yusuf. Kita pun dapat mengharapkan hasil yang baik, karena hukum ilahi akan kebaikan yang sama yang berlaku dalam kasus Yusuf juga berlaku sekarang ini, dan hukum itu adalah, Allah memiliki segala kuasa dan Allah adalah baik.  

MATIUS

 Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya. 

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.