Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Memperbaiki Kesalahan

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Agustus 2022


Ada yang mengatakan bahwa berbuat salah adalah manusiawi. Semua orang pernah membuat kesalahan. Pengalaman mungkin telah mengajarkan kita bahwa kita dapat belajar dari kesalahan kita—dengan demikian menebusnya sampai taraf tertentu—atau, kita hanya menderita karenanya. Kebanyakan orang bijak akan sependapat bahwa jika kita cukup bersedia, kita bisa mendapat pelajaran berharga dari kesalahan yang kita lakukan sebelumnya, dengan demikian  meminimalkan kesalahan di masa depan.

 Tetapi Ilmupengetahuan Kristen memberikan pelajaran yang jauh lebih luas. Mary Baker Eddy menjelaskan bahwa “Budi yang mahakuasa dan tidak berhingga menjadikan segala yang ada dan meliputi semuanya itu di dalam diriNya. Budi ini tidak membuat kesalahan, yang kemudian diperbaikiNya” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 206).  

Allah adalah Budi ilahi, dan manusia adalah cerminan-Nya yang tidak bercela. Kegiatan manusia, perwakilan lengkap Allah, selalu tidak bercela. Manusia ciptaan Budi ilahi tidak pernah tergelincir dalam masalah etika, tidak pernah kejam atau mementingkan diri sendiri, bersifat kasar atau jahat. Dia tidak pernah berbuat salah. Pada hakikatnya tidak ada jenis manusia selain yang merupakan pernyataan yang tidak berubah-ubah dari Budi yang tidak pernah berbuat salah.  Manusia, menirukan sumbernya, “tidak membuat kesalahan, yang kemudian diperbaikinya.”  

Inilah pemikiran dalam memperbaiki dengan saksama dan tuntas kesalahan yang seakan terjadi. Sifat manusia yang tanpa dosa adalah sifat kita yang sesungguhnya. Ilmupengetahuan Kristen memberi kita dasar rohaniah dari mana kita dapat membuktikan hal ini dalam keseharian kita. Manusia, sebagaimana didefinisikan dalam Ilmupengetahuan Kristen, adalah lengkap dan sempurna, tidak bersifat kedagingan melainkan bersifat rohaniah. Manusia tidak pernah merupakan obyek dari dorongan hewani yang membuatnya berbuat sesuatu yang kemudian disesalinya dan perlu dihapus. Demikian juga dia bukan korban dari perasaan tidak lengkap yang mengganggu, yang berujung pada ketidakjujuran serta keserakahan. 

Suatu kesalahan besar yang kita buat adalah kita tidak menuntut serta mengamalkan kebenaran tentang keakuan kita yang sejati. Kita membiarkan penanggapan akan manusia yang kebendaan dan bersifat pribadi memerintahi diri kita. Suatu argumentasi yang umum dari sumber ini ialah bahwa kita adalah manusia fana yang berdesak-desakan dengan banyak manusia fana lainnya yang hidup bersama kita dalam masyarakat yang bersaing di mana kesalahan-kesalahan harus dilakukan—dan diderita—ketika setiap orang mengikuti suatu dorongan yang hampir seperti hukum rimba untuk bertahan dan maju secara kebendaan. Kekristenan yang ilmiah membantu kita menyadari dan memulihkan kerugian yang ditimbulkan argumentasi yang keliru ini.

Mulai melihat segala sesuatu dalam keadaannya yang sesungguhnya dan menyadari bahwa hal itu selalu demikian secara ilahi, adalah mulai memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu dan mencegah kesalahan-kesalahan di masa depan. Kesalahan kita perlu dilihat sebagai suatu pendahuluan bagi penyesuaian. Tetapi terobsesi secara tidak sehat dengan kesalahan kita, menunjukkan bahwa kita memandang masa lalu kita melalui kabut penanggapan perorangan yang menyesatkan alih-alih melalui udara cerah Ilmupengetahuan. 

Kristus adalah ide yang benar tentang Allah. Keakuan manusia yang sejati dan pengalaman manusia yang sejati kedapatan di dalam ide yang benar ini. Ketika pikiran kita dimurnikan oleh Kristus, kita memandang hidup kita dengan cara yang lebih rohaniah dan realistis. Tidak sesuatu pun pada hakikatnya terjadi dalam hidup tersebut selain pengembangan kebaikan yang murni oleh Budi. Ketika kita melihat manusia yang sejati, kita dapat mengakui tanpa keraguan sedikitpun bahwa pengalaman kita tidak pernah ternoda oleh penanggapan fana, demikian juga sifat kita tidak pernah dipelintir oleh hal-hal yang kebendaan. Wujud kita yang sejati tidak mencakup masa lalu, tahap penderitaan ataupun tindakan apa pun, yang layak menderita sebagai suatu hukuman. 

Mengetahui kebenaran-kebenaran tentang identitas kita yang sejati ini, kita belajar menyadari bahwa tidak ada kesalahan yang tidak dapat diperbaiki. Kita dapat memperbaiki kesesatan masa lalu karena, dalam metafisika Kristen, yang paling penting tentang masa lalu kita—sesungguhnya apa yang merupakan masa lalu kita—adalah pemikiran kita sekarang mengenai hal itu. Ny. Eddy menyatakan dengan tegas, “Kita tidak memiliki masa lalu, masa depan, kita hanya memiliki saat ini” (The First Church of Christ, Scientist, and Miscellany, hlm. 12).

Oleh sebab itu kesalahan-kesalahan kita di masa lalu tidak pernah bisa keluar dari kemungkinan penyesuaian Kebenaran yang menyembuhkan saat ini. Jika dalam pemikiran kita saat ini, kita mengakui bahwa ada suatu waktu ketika kita terlibat dalam dosa, berarti kita belum secara efektif memperbaiki kesalahan masa lalu dan menjadikan diri kita jauh lebih terbuka untuk berbuat sesat di masa depan daripada yang seharusnya. Sesungguhnya kita melanjutkan kesalahan itu, memperpanjang hukuman kita sendiri dan mungkin penderitaan yang seakan ditimbulkan kesalahan kita pada orang lain. Hanya kalau kita memahami dan menerima fakta ilahi bahwa dalam wujud kita yang sebenarnya kita selalu hidup di dalam dan menanggapi Jiwa, Allah, yang tidak mengenal dosa—hanya saat itulah kita membentengi diri dari mengambil langkah-langkah keliru di masa depan.  

Ketika Yesus Kristus menolak untuk menghukum wanita yang berzinah, dia mengangkat pikirannya di atas definisi yang menyesatkan tentang wanita itu, dan menyangkal saat itu juga tentang kepercayaan bahwa manusia bersifat fana dengan masa lalu yang penuh kesalahan. Lalu Yesus berkata, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi” (Yohanes 8:11). Tidak dapat diragukan tuntutan ini mencakup keyakinan Yesus bahwa wanita itu dalam keakuannya yang sejati tidak pernah berbuat dosa dan kepastian Yesus tentang keakuan yang murni ini, begitu dipahami, tidak membiarkan wanita itu untuk berbuat dosa di masa depan. 

Ilmupengetahuan Kristen meyakinkan setiap orang di antara kita bahwa betapapun gelapnya seakan masa lalu kita, kesalahan dapat diperbaiki melalui suatu pengakuan akan Kristus. Kita harus memurnikan konsep kita saat ini tentang diri kita sendiri sebagai manusia insani yang memiliki masa lalu, dengan menyadari ide yang benar akan Allah. Maka kita akan melihat bahwa wujud kita yang baka sebagai ide Jiwa, Allah, yang tidak mengenal dosa, tidak pernah terhenti. Manusia ciptaan Allah bukanlah suatu kepribadian fana yang cenderung berbuat dosa melainkan suatu individualitas rohaniah yang identitas sejatinya tidak tercela, karena dipelihara Allah.

Geoffrey J. Barratt

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.