Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Doa dan ‘Penguasaan Allah atas peristiwa-peristiwa’

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 4 Mei 2023


Dalam sebuah negara, dalam rumah tangga, dalam bisnis, atau dalam organisasi apa pun, ketidaksepakatan tentang masalah-masalah penting kadang-kadang dapat memuncak, dan orang dengan cepat memihak dan terbagi dalam kubu-kubu yang berlawanan. Dan, seperti mungkin sudah anda lihat, reaksi cepat yang berdasarkan emosi, biasanya tidak banyak menyelesaikan masalah. 

Jika kita mendapati diri kita dalam situasi seperti itu, kita harus membuat pilihan penting. Adalah mudah untuk hanya mengeluh tentang berbagai hal, mengasingkan diri, dan membiarkan keadaan itu. Tetapi mengambil jalan yang lebih luhur dalam menghadapi masalah—jalan menuju penyelesaian—berarti lebih banyak melakukan upaya yang benar. Saya mendapati bahwa upaya yang terbaik dalam memecahkan masalah yang sulit adalah meluangkan waktu untuk berdoa.

Bagi saya, jenis doa yang paling bermanfaat bukanlah mohon berkali-kali kepada Allah untuk memihak kepada saya. Tidak, yang benar-benar perlu mendapatkan perhatian kita adalah sesuatu yang jauh berbeda daripada hanya mendesakkan rencana kita sendiri, meskipun kelihatannya itu yang paling benar. Bukankah kita seharusnya turut membantu mendatangkan terang yang didapat dari mendengarkan jawaban Allah? Allah adalah Kasih yang tidak berhingga dan tidak memihak. Dia adalah Budi ilahi yang mengetahui segala-galanya, yang tidak terpengaruh oleh pandangan insani yang bersifat perorangan akan berbagai hal. Allah selalu memelihara keselarasan dan kesejahteraan dari apa yang diciptakan-Nya, kesempurnaan ciptaan rohaniah-Nya. Membuang prasangka, dan menyadari dalam doa bahwa Budi ilahi memerintahi semua dalam keselarasan, kita akan melihat solusi muncul. Jawaban yang benar dan adil untuk setiap orang tak dapat tiada akan menjadi jelas. 

Iman yang dalam pada bimbingan dan penjagaan Allah bagi semua orang tumbuh sebanding kita memahami sifat Allah sebagai satu-satunya kuasa, satu-satunya penguasa, satu-satunya Budi, dan mempraktikkan pemahaman tersebut. Doa yang efektif menuntut agar kita menutup pikiran kita terhadap hiruk pikuk pendapat insani, kegaduhan dari yang disangkakan sebagai banyak budi yang terpisah dari Allah, dan menyadari bahwa Allah adalah kecerdasan ilahi yang satu yang kearifan-Nya tidak berhingga.  Kehendak Budilah yang kita cari dan kita sembah penuh kerendahan hati. Mengapa? Karena Budi adalah sumber dari segala keselarasan yang abadi, yang tanpa memihak menyatakan kasih kepada semua, termasuk anda dan saya. Dalam berdoa, kita perlu mengetahui hal ini dan memahami bahwa kehendak Budi bukan hanya sedang terjadi, tetapi sudah terjadi. Ini sudah terjadi karena kehendak Budi adalah kesejatian rohaniah akan kehidupan, sesuatu  yang “sungguh amat baik,” yang mencirikan semua yang diciptakan Allah (Kejadian 1:31). 

Kehendak Budilah yang kita cari dan kita sembah penuh kerendahan hati. 

Tunduk pada kehendak ilahi membimbing kepada kebaikan jangka panjang bagi semua orang. Setiap kali kita memikirkan dan berdoa tentang masalah-masalah panas yang sedang coba diselesaikan suatu organisasi atau negara, akan membantu untuk mengingat kata-kata berikut dari Alkitab, yang merujuk kepada Allah: “semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa” (Yesaya 45:23). Setiap orang pada akhirnya harus tunduk kepada kehendak Allah—kepada satu-satunya kuasa dan penguasa—dan menikmati kesetaraan dan keadilan yang dicakup dalam kehendak ilahi. Ketika dalam doa kita menyadari kemahakuasaan dan pemerintahan yang tidak dapat salah dari Budi yang satu, iman kita dengan sendirinya menjadi lebih kuat dalam kepastian bahwa kuasa ilahi akan dirasakan dan dijalankan—bahwa doa kita efektif.

Selama bertahun-tahun saya telah sangat terbantu oleh apa yang pernah dikatakan Mary Baker Eddy tentang perang antara Rusia dan Jepang (lihat The First Church of Christ, Scientist, and Miscellany, hlm. 279–281). Pada tahun 1905, Ny. Eddy telah menempatkan pesan di majalah Christian Science Sentinel, meminta para anggota Gerejanya agar setiap hari berdoa bagi perdamaian di antara kedua negara tersebut.

Tidak lama kemudian, dalam suatu pemberitahuan yang lain, Ny. Eddy minta semua anggotanya untuk “berhenti memanjatkan doa khusus bagi perdamaian di antara bangsa-bangsa ….” Dia menambahkan, “dan berhenti disertai iman yang penuh bahwa Allah tidak mendengarkan doa kita hanya karena sering diulang-ulang, tetapi Dia akan memberkati semua penduduk bumi, dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak tangan-Nya dengan berkata kepada-Nya, Apa yang Kau buat?”

Dan akhirnya, dalam edisi lain majalah Sentinel, Ny. Eddy menerbitkan tulisan ini: “Saya sama sekali tidak meminta gereja saya, dengan salah satu jalan atau salah satu cara, untuk berhenti berdoa bagi perdamaian bangsa-bangsa, tetapi hanya untuk berjeda dalam doa khusus bagi perdamaian. Dan mengapa saya meminta hal ini? Karena suatu penglihatan rohaniah ke depan mengenai drama di antara bangsa-bangsa menyatakan diri dan membangunkan suatu keinginan untuk lebih bijak, yakni mengetahui bagaimana berdoa selain doa sehari-hari dari gereja saya—‘Datanglah kerajaan-Mu. Jadilah kehendak-Mu di bumi, seperti di surga.’ 

“Saya menyebut, sebagai keperluan kita saat ini, iman kepada penguasaan Allah atas peristiwa-peristiwa.”

Tidak lama sesudah itu, perdamaian antara Rusia dan Jepang diumumkan.

Ungkapan,  “keingian untuk lebih bijak,” sangat menarik perhatian saya! Berhenti berdoa secara khusus setiap hari bagi perdamaian dan menggantikannya dengan “iman kepada penguasaan Allah atas peristiwa-peristiwa” bagi saya, akan berarti mengambil langkah maju berikutnya. Hal itu akan menyatakan kepercayaan yang teguh dalam kuasa doa, yang didasarkan pada kebenaran rohaniah yang tidak berubah, untuk menghasilkan kemajuan dan kesembuhan.

Saya percaya bahwa, sekarang ini, iman yang dalam pada penguasaan Allah atas peristiwa-peristiwa, juga sangat penting bagi penyelesaian yang tepat atas perbedaan di dalam negeri, organisasi, dan antar pribadi. Doa yang didasarkan pada pemahaman rohaniah tentang Budi yang esa serta pemerintahannya yang sempurna—dan menegaskan kebenaran tersebut penuh keyakinan—adalah sangat perlu. Tetapi iman yang merupakan akibat wajar dari pemahaman seperti itu juga sangat penting. Kita perlu bersedia mempercayai doa kita. Doa yang diulang-ulang, penuh kecemasan adalah tanpa iman; kepercayaan yang teguh dan penuh kasih kepada Allah sarat dengan iman dan membimbing kepada kesembuhan.  

Satu definisi dalam sebuah kamus dari kata penguasaan adalah “suatu metoda khusus untuk menangani dan menyelesaikan masalah.” Membiarkan kebijaksanaan ilahi menyelesaikan masalah adalah lebih baik daripada mempercayai pendapat insani. Terkadang bermanfaat untuk menyadari bahwa ada aspek-aspek dari suatu masalah yang tidak kita ketahui sebelumnya.

Jika saya membentuk opini tanpa mengetahui semua faktanya, opini saya sama sekali tidak bijaksana dan tidak akan menyelesaikan masalah dengan bijak. Sesungguhnya, Mary Baker Eddy menulis dalam karya tulis utamanya, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci: “Ilmupengetahuan menunjukkan, bahwa pendapat-pendapat serta kepercayaan-kepercayaan yang fana, yang bertentang-tentangan dengan dirinya sendiri, dan yang bersifat kebendaan, pada segala waktu menghasilkan akibat kesesatan; akan tetapi suasana budi fana itu tidak dapat bersifat merusakkan bagi kesusilaan dan kesehatan, apabila dengan segera dan dengan tekun dilawan dengan Ilmupengetahuan Kristen. Kebenaran dan Kasih menjadikan uap yang tidak sehat dan yang bersifat mental itu tidak berdaya, dan dengan demikian menguatkan dan memelihara kehidupan” (hlm. 273-274). 

Kita menginginkan sesuatu yang akan menangani dan menyelesaikan suatu masalah dengan cara yang mendatangkan kebaikan yang setinggi-tingginya kepada dunia. Kita hanya ingin berpaling kepada penguasaan Allah, yang adalah Kebenaran dan Kasih. Ini berarti kita cukup rendah hati untuk mengasihi tanpa syarat kehendak Allah alih-alih kehendak kita sendiri. Berkali-kali Yesus melakukan hal ini dengan sangat berhasil. “Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi,” katanya (Lukas 22:42).

Melalui praktik, menjadi semakin wajar bagi kita untuk menginginkan agar hanya kehendak Allah saja yang terjadi ketika berdoa tentang masalah apa saja yang sulit. Perhatikanlah bagaimana kecerdasan Allah benar-benar mendatangkan terang yang diperlukan. Dan sudah jelas, bahwa berdoa dengan iman yang dalam pada penguasaan Allah atas peristiwa-peristiwa yang terjadi sama sekali tidaklah pasif. Itu bukan hanya pasrah menerima apa pun yang terjadi, apa pun itu. Tidak, dengan setia mengakui kehendak dan kuasa Allah dalam kesadaran kita mendatangkan kuasa Allah atas masalah yang dihadapi, dan membantu menyelesaikannya. Hal itu dapat menghasilkan kesembuhan atas kebencian yang membara dan dendam lama. Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit, terasa menyenangkan untuk tidak bereaksi secara insani, mengambil nafas dalam-dalam, dan merangkul “suatu keinginan untuk lebih bijak,”—suatu iman yang penuh doa dan rendah hati pada jawaban-jawaban Tuhan.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.