Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Kesanggupan kita untuk memahami Allah

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 11 September 2018

Aslinya diterbitkan di edisi 9 Juli 2018 majalah Christian Science Sentinel


Teman saya adalah seorang pelatih dan suatu hari ia melatih seorang muridnya dalam meningkatkan ketepatan dan tenaga. Murid itu telah berlatih selama beberapa jam dan merasa sangat lelah, karena itu ketika pelatih itu memintanya lagi untuk memperbaiki tekniknya, murid itu menjawab, “Saya tidak bisa.” Secepat itu pula murid tersebut menyadari bahwa ia telah mengatakan hal yang salah. Tetapi sebelum ia dapat menambahkan sepatah kata pun, si pelatih dengan sabar mengatakan, “Jangan berkata ‘tidak bisa.’ Berkatalah ‘Sekarang saya tidak melakukannya dengan benar, tetapi saya akan berlatih untuk melakukannya dengan benar!’ ”

Ketika mengembangkan penanggapan rohaniah kita dan memahami perhubungan kita dengan  Allah secara lebih dalam, mungkin kita agak merasa seperti murid itu. Kita mungkin ingin tumbuh dan menjadi lebih kuat secara rohaniah, lebih banyak mempraktekkan apa yang telah kita pelajari dalam Ilmupengetahuan Kristen, dan menyembuhkan dengan lebih cepat, tetapi ketika menghadapi masalah dalam hidup kita, mungkin kita berkata, “Saya tidak bisa!”

Penemu dan Pendiri Ilmupengetahuan Kristen, menulis di buku ajar Ilmupengetahuan Kristen, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk KitabSuci, “Penanggapan rohaniah adalah kesanggupan yang sadar dan tetap untuk memahami Allah” (hlm. 209). Kesanggupan ini datang langsung dari Allah dan adalah milik kita melalui pencerminan. Budi ilahi yang mengenal kita sebagai ciptaanNya yang abadi telah mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk mengenal Budi, Allah, sebagai pencipta kita. Alkitab dan karya tulis Ny. Eddy menguraikan kesempurnaan kita serta kesatuan kita dengan Budi ilahi yang satu, saat ini juga, sebagai cerminannya. Secara konsisten menjaga pikiran tetap terbuka bagi pesan rohaniah ini menjadikan kita mampu membuktikan kesatuan kita dengan Allah di dalam kehidupan kita sehari-hari dan tumbuh dalam pemahaman serta pernyataan rohaniah kita.

Meskipun demikian, terkadang, seakan sulit untuk tumbuh secara rohaniah. Pikiran terus-menerus mendengarkan kembali suatu masalah atau kebencian atau kejahatan—suatu saran palsu bahwa sesuatu selain Allah, kebaikan, hadir dan memiliki kuasa. Sangatlah membantu untuk mengingat bahwa penanggapan rohaniah kita adalah pertahanan kita terhadap materialisme yang menghipnotis ini. Itu adalah baju pelindung kita terhadap kepercayaan palsu mengenai hidup di dalam zat, termasuk dosa, penyakit, dan maut.

Yesus Kristus menasihati kita, “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Matius 26:41). Berjaga-jaga berarti waspada terhadap apa yang melintas di pikiran kita. Itu berarti menggunakan penanggapan rohaniah kita untuk menentukan sumbernya dan menerima atau menolaknya. Apakah yang melintas di pikiran kita baik, dan oleh sebab itu berasal dari Allah, atau sesat, dan karena itu berasal dari budi yang kedagingan? Jika perlu menolak kepercayaan yang palsu, misalnya penyakit, maka kita dapat waspada untuk tidak membiarkan pikiran kita membayangkan penyakit, memeriksa yang disebutkan sebagai perkembangan penyakit, atau takut pada penyakit. Lebih baik, melalui penanggapan rohaniah kita, kita memalingkan pikiran kita kepada Allah, kebaikan, dan menggantikan kepercayaan akan penyakit dengan pemahaman tentang Roh, Allah, dan perhubungan kita dengan Allah sebagai cerminan rohaniahNya.

Kita juga dapat memperdalam penanggapan rohaniah kita melalui penalaran ilmiah dalam doa kita—melalui doa yang menegaskan fakta yang murni: “Saya, sebagai anak Allah, satu denganNya. Saya tertarik hanya pada Roh, kebaikan. Penanggapan rohaniah saya dikaruniakan oleh Allah dan dilindungi Allah.” Dengan cara ini kita mengangkat penanggapan rohaniah kita dan memahami bahwa kita murni dan tidak bercela, terpisah dari unsur budi kedagingan, jauh dari keduniawian materialisme yang hendak mengatakan telah menodai, membengkokkan atau memperburuk perhubungan kita dengan Roh ilahi.

Bagaimana kita tahu unsur-unsur kehidupan fana mana yang mungkin menarik kita menjauhi kemurnian kesatuan kita dengan Allah? Kita dapat bertanya: Apakah kita mendengarkan penanggapan rohaniah saat memilih film atau buku atau lirik lagu, dalam mencegah gambaran akan pengalaman insani yang bejat masuk ke dalam pikiran kita? Apakah kita membuka pikiran kita kepada apa yang disebut Ilmupengetahuan dan Kesehatan sebagai  “ceritera khayal yang memualkan,” “pengetahuan yang berdasarkan paham materialisme,” atau “Buku-buku roman, yang hanya menarik perhatian karena lukisannya yang berlebih-lebihan, cita-citanya yang patut dicela, dan contohnya tentang kemaksiatan” (hlm. 195–196)? Jika kita berdoa untuk mengikuti bimbingan penanggapan rohaniah, kita waspada untuk berpaling dari kepalsuan fana ini dan alih-alih demikian mencari pernyataan akan pikiran serta tindakan yang murni.

Ny. Eddy menulis di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan: “Perbudakan umat manusia di bawah pertuanan yang sama sekali tidak mengenal belas kasihan — yaitu gairah, sifat mementingkan diri sendiri, dengki, kebencian, dan suka membalas dendam — hanya dikalahkan dengan suatu pergumulan yang dahsyat…. Jika seseorang tidak memperoleh kemenangan atas gairahnya, maka hal itu merusakkan kebahagiaan, kesehatan, dan kemanusiaannya” (hlm. 407). Penanggapan rohaniah kita mempertahankan kita terhadap suatu serta semua perbudakan dibawah “pertuanan yang tidak mengenal belas kasihan,” yang didasarkan pada zat. Apakah kita berhadapan dengan bentuk-bentuk godaan yang terlihat jelas, seperti alkohol dan obat terlarang, atau godaan yang lebih tidak terlihat, seperti sifat mementingkan diri sendiri dan iri hati, penanggapan rohaniah kita membimbing kita untuk naik dan mengatasi kubangan kepercayaan kebendaan ini, kepada jalur Kebenaran yang aman dan sehat. Pemahaman ini, penanggapan rohaniah ini, menunjukkan sifat kita yang sesungguhnya dan satu-satunya sebagai gambar Allah, murni dan sempurna.

Jika kita mendapati bahwa jalan kita agak lambat atau terus berulang, sangatlah membantu untuk tidak saja bersabar kepada diri kita sendiri, tetapi juga menyadari bahwa adalah keliru untuk  berkata, “Saya tidak bisa,” dan memberi diri kita sendiri semangat yang diperlukan dengan menyatakan, “Saya tidak melakukannya dengan benar saat ini, tetapi saya akan berlatih untuk melakukannya dengan benar!” Dan kemudian terus berlatih, terus waspada, sampai kita dapat berkata dengan penuh percaya diri, “Saya bisa! Dan, saya ada!”

Kita semua dapat berserah kepada arahan dan bimbingan Budi ilahi. Kita dapat memperoleh penanggapan yang lebih dalam dan lebih teguh akan kehadiran serta kuasa Allah. Kita melakukan hal ini melalui doa yang bersungguh-sungguh, dengan menjaga pikiran kita, dan melalui penalaran yang ilmiah dan benar yang menunjukkan kepada kita “kesanggupan yang sadar dan tetap untuk memahami Allah” yang kita miliki.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.