Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Pemikiran dan doa—nilai dan kuasanya 

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 24 Oktober 2018

Aslinya diterbitkan di edisi 13 Agustus 2018 majalah Christian Science Sentinel


Kalau kita membaca kolom Surat kepada Redaksi di surat kabar mana pun atau melihat apa yang sedang hangat dibicarakan di media sosial, kita dapat merasakan denyut masalah-masalah yang sedang terjadi saat ini. Baru-baru ini ajakan untuk memberikan “pemikiran dan doa” kepada para korban tragedi menyulut reaksi negatif dalam pembicaraan masyarakat. Banyak yang mengatakan bahwa pemikiran dan doa tidaklah cukup dan tidak benar-benar berguna. Mereka mengatakan, bahwa tindakan yang konkrit harus diberikan sekarang.  

Meskipun demikian, orang sedang benar-benar mencari jawaban yang menyembuhkan untuk berbagai macam masalah sosial: penembakan masal, kecanduan obat, bunuh diri, keputus-asaan, depresi. Kearifan dan solusi sangat dibutuhkan. Pertanyaannya adalah: Dapatkah pemikiran dan doa membawa perubahan di dunia?  

Tentu saja, pemikiran dan doa mungkin hanya merupakan upaya yang dangkal, beberapa kata hafalan yang diucapkan dengan sedikit makna saja. Retorika yang membosankan selalu gagal mengangkat semangat kita, jadi tidak ada gunanya. Tetapi saya mendapati bahwa pemikiran serta doa yang diilhami, yang didasarkan pada pemahaman tentang hukum-hukum Allah yang fundamental, telah selalu merupakan pertolongan yang senantiasa hadir dan penuh kuasa dalam kesulitan. Bagaimanakah kita memberi substansi seperti itu kepada doa—dan mendapatkan hasil yang praktis?

Merenungkan secara mendalam ajaran Sang Guru kita, Yesus Kristus, dan berdoa untuk meresapi rohnya adalah kuncinya. Misalnya, Yesus menegaskan hal yang berikut ini sebagai dua perintah yang terbesar: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu ... Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Markus 12:30, 31). Ajarannya jelas, murni, dan dalam. Keinginan untuk mematuhinya, dan untuk memahami dan hidup sesuai ajarannya dengan konsisten, menjadikan pikiran tetap tanggap kepada Allah. Dan tindakan yang penuh pemikiran memberkati sesama kita.  

Alkitab mencatat berbagai peristiwa di mana pemikiran serta doa Yesus yang mengikuti dorongan ilahi menghasilkan kesembuhan. Misalnya, suatu ketika seorang anak laki-laki yang menurut istilah kita sekarang mengidap penyakit ayan yang membuatnya bertindak tanpa kendali dan mencederai diri sendiri (lihat Markus 9:17-29), dibawa kepada Yesus. Yesus memerintahkan  “roh yang membisukan” itu keluar dari anak itu dan tidak merasukinya lagi. Anak itu sembuh seketika. Kemudian, Yesus memberitahu murid-muridnya bahwa penyembuhan seperti itu hanya bisa terjadi melalui doa yang tekun dan keluar dari hati tulus dan terfokus.    

Mungkinkah contoh tentang anak yang mengidap penyakit ayan itu melambangkan apa yang dihadapi orang saat ini? Kejahatan dalam bentuk “roh yang membisukan,” atau kecenderungan berperilaku negatif, seakan menyebabkan kekacauan dan tragedi. Tetapi Yesus Kristus menunjukkan cara mengusir pengaruh-pengaruh seperti itu dengan tepat dari kesadaran insani sehingga tidak bisa merusak kehidupan. Ceritera ini menunjukkan bahwa doa yang bersungguh-sungguh yang didasarkan pada Kristus, Kebenaran ilahi yang dinyatakan Yesus, adalah sangat penting dan tidak berhingga nilainya, dan mengangkat pikiran lebih luhur kepada pandangan yang lebih rohaniah dan membawa kesembuhan.  

Buku ajar Ilmupengetahuan Kristen, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci  karangan Mary Baker Eddy menyatakan, “...mendoa dalam hati, kewaspadaan, dan ketaatan yang berbakti menyanggupkan kita mengikuti teladan Yesus” (hlm. 4). Dengan mempelajari dan mempraktekkan Ilmupengetahuan Kristen, saya telah mengalami bagaimana doa yang menegaskan kemahakuasaan Allah, kebaikan, benar-benar bermanfaat. Saya pernah menghadapi situasi di mana satu-satunya harapan untuk mendapatkan keselamatan adalah dalam doa. Melalui pengalaman ini saya dapat sedikit memahami pikiran Allah yang lebih luhur, seperti digambarkan dalam ayat dari Alkitab ini:  “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yesaya 55:8, 9). 

Beberapa tahun yang lalu putri saya terjerumus ke dunia miras dan narkoba yang hina dan gelap, dan menjadi pecandu obat-obatan terlarang. Untuk menenangkan ketakutan saya, saya mendapatkan penghiburan melalui doa yang tekun. Saya berpaling kepada Allah seperti belum pernah saya lakukan sebelumnya.  

Membaca kata-kata dari Alkitab  “jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau” (Mazmur 139:8), saya sadar bahwa Allah, Kasih yang tidak berhingga, ada bersama putri saya, mengasihi putri saya seperti yang dikenalNya, menjaganya, menaunginya di bawah sayapNya—apa pun keadaannya. Allah telah menciptakan dan mengenalnya, bukan sebagai manusia fana yang rawan terhadap kecanduan, tetapi sebagai anakNya yang bersifat rohaniah dan murni.  Kedamaian dan keheningan pun menyelimuti saya. Merasa mendapatkan semangat yang besar, saya melanjutkan berdoa.  

Saya mengingat saat itu sebagai waktu yang penuh pertumbuhan istimewa. Saya mulai menyadari bahwa Allah adalah Pencipta putri saya yang sesungguhnya dan Dia membimbingnya. Suatu beban berat yang secara keliru mengidentifikasi saya pribadi sebagai bertanggung jawab untuk mempertahankan putri saya berada di dalam kasih Allah yang menyembuhkan pun terlepas, dan kebebasan rohaniah pun memenuhi pikiran saya. Saya mengakui bahwa asal putri saya adalah kekudusan, dan melihat dia sebagai anak Allah yang sangat dikasihi.  

Kata-kata dari Ilmupengetahuan dan Kesehatan ini mengangkat saya lebih tinggi: “Dasar segala ketidakselarasan fana ialah suatu paham yang salah tentang asal manusia. Suatu permulaan yang benar membawa kepada penyelesaian yang benar” (hlm. 262). Saya mulai dengan tekun mengasihi apa yang benar, atau sejati, tentang putri saya yang terkasih di mata Allah. Dan apa yang kelihatannya tidak benar tentang dirinya mulai menghilang dari kesadaran saya—meskipun seakan ada persoalan yang tidak henti-hentinya, bayangan kehidupan yang kelam mulai menghilang. Meskipun suasananya masih remang-remang, bayangan tersebut mulai terpecah, memungkinkan seberkas cahaya masuk.  

Lalu pada suatu hari saya menerima surat. Surat itu menjelaskan bagaimana putri saya bangun menyadari keakuannya yang sejati sebagai anak Allah. Putri saya menulis bahwa ketika sedang berjalan di daerah yang berhutan pagi-pagi sekali kata-kata “Allah mengasihiku” tiba-tiba datang kepadanya. Dia berhenti dan berteriak, “Allah benar-benar mengasihiku!” Ia dipenuhi sukacita. Saat itu pikirannya benar-benar jernih; ia telah menemukan jalannya.  

Saat itu membuka jalan panjang dalam perjalanannya pulang. Melalui doa yang berkelanjutan, lambat laun ia mengatasi penyalah-gunaan obat dan sejak itu selama bertahun-tahun telah menjalani kehidupan yang bebas, bahagia, dan produktif.

Allah selalu berbicara langsung kepada setiap orang, dan saat hati kita terbuka, kita akan mendengar. “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11). Janji ini, karunia ini, yang berasal dari Allah, Budi ilahi, dapat mengilhamkan pengabdian, kesabaran, dan ketulusan dalam pemikiran serta doa kita.  Karena didukung kuasa Allah, doa seperti itu sangat berharga dan berkuasa. Doa seperti itu dapat menyembuhkan dan merubah kehidupan, dan mengangkat kesadaran insani lebih tinggi.

Setiap hari dalam doa saya, saya menyanyikan suatu nyanyian pujian kepada Allah Ibu-Bapa kita. Hanya Dialah Allah, Kebenaran abadi, dan tidak ada yang mustahil bagiNya. 

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.