Hidup dapat terasa begitu sibuk ketika kita bergegas dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya, dan dalam kehidupan sehari-hari kita semua pernah merasa perlu mengingat atau menemukan sesuatu. Berapa banyak di antara kita yang pernah berpikir, Oh, dimana saya letakkan kunci itu? Atau, Siapa ya namanya? Mengapa saya selalu tidak bisa mengingatnya? Pikiran-pikiran seperti ini kelihatannya sesuatu yang biasa bagi banyak orang di antara kita ketika berusaha mengingat informasi dan mendapatkan jawaban tepat yang kita perlukan.
Tetapi sebagai pelajar Ilmupengetahuan Kristen, saya mendapati bahwa ada cara yang lebih baik dalam melakukan pendekatan untuk mencari jawaban. Alih-alih berusaha mendapatkan informasi dari ingatan insani, saya sangat menghargai apa yang saya pelajari dalam Ilmupengetahuan Kristen tentang konsep yang sama sekali berbeda tentang budi. Dalam buku ajar Ilmupengetahuan Kristen, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, Mary Baker Eddy menyampaikan pemahaman yang sangat menarik bahwa sesungguhnya Allah adalah Budi—kecerdasan yang maha-mengetahui, dan selalu hadir. Budi ini tidak perlu mengingat, karena Budi ini tidak berhingga dan selamanya mencakup setiap ide yang baik dan benar. Budi ini selalu dalam keadaan mengetahui dengan sempurna.
Apa hubungan hal ini dengan kita? Di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan, Ny. Eddy juga menjelaskan bahwa manusia (sebuah istilah yang mencakup kita semua), adalah pernyataan “yang lengkap dan sempurna” dari Budi (hlm. 591:20-21). Oleh karena itu ketika kita mengakui hal ini, kita semua dapat berharap untuk menyatakan kecerdasan serta pengetahuan yang jernih dan menyaksikan hal ini dibuktikan dalam pengalaman kita sehari-hari.
Beberapa tahun yang lalu, saya baru saja pulang dari perjalanan bisnis di Eropa yang mencakup beberapa pertemuan dengan rekan-rekan dari beberapa negara tentang suatu proyek besar. Pada pertemuan terakhir, saya berdiskusi dengan beberapa rekan secara rinci tentang beberapa hal dan tindakan yang diperlukan. Saya telah membuat catatan panjang tentang pertemuan itu dan setuju untuk mengirim email dan mengkonfirmasi semua rincian setelah pulang. Biasanya saya teliti dalam menyimpan catatan saya, jadi saya sangat panik ketika pulang mendapati bahwa saya tidak bisa menemukan catatan itu. Saya mencari di seluruh ruang kerja saya, sementara saya berdoa juga—meskipun saya akui, awalnya kurang bersungguh-sungguh!
Kemudian saya mulai berdoa dengan sungguh-sungguh—untuk mengakui dan berserah kepada fakta bahwa saat itu juga Budi ilahi mengetahui apa yang harus diketahui tentang ciptaan ilahinya, dan menegaskan bahwa saya dapat mengharapkan fakta ini untuk memberi jawaban yang praktis bagi saya. Hampir dengan segera, suatu petikan singkat dari puisi yang ditulis Mary Baker Eddy terlintas di pikiran saya: “Mencari dan menemukan” (Poems, hlm. 4).
“Wah,” saya membantah, “saya telah mencari, tetapi belum menemukan!” Tetapi kata-kata itu terus datang sementara saya terus mencari, seperti juga dorongan hati yang kuat untuk duduk dan menulis email kepada rekan-rekan saya di Eropa tentang semua rincian seperti yang saya janjikan. Menyadari bahwa ini adalah suatu perintah yang jelas untuk mempercayai bimbingan Budi ilahi, saya duduk dan mulai mengetik sebuah email kepada rekan-rekan saya, menjelaskan apa yang saya pikir telah kami setujui. Ketika saya terus mengetik, hal-hal baru terpikir. Ketika memeriksa email tersebut sebelum dikirim, saya sadar bahwa sekarang semua yang telah disepakati telah tertulis dengan benar. Rekan-rekan saya kemudian menegaskan bahwa isinya sesuai pemahaman mereka juga. Sungguh memberi ilham yang menakjubkan mengetahui bahwa meskipun saya tidak pernah menemukan catatan saya, sesungguhnya saya telah “menemukan” ide-ide yang perlu saya komunikasikan. Catatan saya tidak diperlukan; saya telah membuktikan bahwa saya dapat mempercayai Budi ilahi untuk memberitahukan apa yang saya perlukan.
Pembelajaran saya lebih lanjut untuk mengetahui bahwa Allah adalah Budi telah menyingkapkan mutiara-mutiara mengenai pokok ini dalam karya-karya tulis Mary Baker Eddy. Misalnya, di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan ia menjelaskan Budi ilahi sebagai berikut: “Ilmupengetahuan menyatakan, bahwa hanya ada satu Budi, dan bahwa Budi yang satu ini bersinar dengan terangNya sendiri dan memerintahi alam semesta, termasuk manusia juga, dalam keselarasan yang sempurna” (hlm. 510-511). Dengan mengakui keselarasan serta kesemestaan Budi dan membiarkan terang ilahi ini ke dalam kesadaran kita, dengan sendirinya kita melepaskan pemikiran yang berkabut atau ketakutan bahwa kita tidak tahu apa yang harus dipikirkan atau dikerjakan. Kita menyadari bahwa kita diperintahi Allah, Budi ilahi, bukan oleh otak yang kebendaan. Seakan lampu telah dinyalakan dalam pikiran kita yang menerangi jalan untuk maju.
Kita tidak perlu dengan khawatir mengingat kejadian, pikiran, atau informasi, tetapi dapat percaya bahwa Budi selalu menyediakan apa yang kita perlukan. Ini sudah dibuktikan selama ribuan tahun. Di seluruh Alkitab—dari Kitab Suci orang Ibrani sampai Kitab Perjanjian Baru—tak terhitung orang, termasuk, pada akhirnya, Yesus Kristus dan para pengikutnya yang setia, yang mengakui serta mengalami hikmat dan pengetahuan agung tentang Allah. Misalnya, Kitab Daniel mengungkapkannya demikian: “Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan” (2:20). Dan Rasul Paulus menyatakan penuh kekaguman: “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah!” (Roma 11:33).
Nah, itu tidak berarti bahwa Allah mengetahui urusan insani sehari-hari secara rinci, seperti nomor telpon seseorang! Tetapi Allah mengetahui setiap saat bahwa kita adalah sempurna dan utuh, karena kita adalah pernyataanNya yang lengkap dan tidak bercela. Dan ketika kita berpaling kepada Allah dan menerima fakta rohaniah ini, kita memiliki kejernihan dan sifat mudah menerima untuk mengetahui apa yang perlu kita ketahui dalam kehidupan kita sehari-hari.
Saya tahu bahwa saya masih harus menempuh perjalanan jauh sebelum dapat membuktikan sepenuhnya janji untuk mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Budi! Tetapi menyadari, bahkan dengan cara yang sederhana, bahwa kesatuan antara Budi dengan ide yang sepenuhnya dikenalnya, manusia, tidak bisa diganggugugat, telah sering kali menjadikan saya mampu menemukan jalan yang jelas untuk maju, baik dalam kehidupan pribadi saya maupun dalam pekerjaan saya. Baik itu negosiasi untuk suatu kontrak yang sulit, menemukan kunci rumah yang sudah hilang berbulan-bulan, atau mendapatkan kata-kata yang tepat ketika berbicara dengan teman, saya telah belajar bahwa Budi ilahi membimbing saya dari saat ke saat. Dan alih-alih berusaha mengingat atau secara mental menggali informasi, saya dapat secara konsisten dan tenang berpaling kepada Allah untuk mengetahui dengan jelas apa yang perlu saya ketahui. Dan anda dapat juga.