Setiap remaja yang duduk mengelilingi meja itu memiliki cerita untuk disampaikan. Cerita tentang berbagai keadaan ketika “indra keenam” membimbing mereka kepada hasil yang tidak mereka perkirakan, yang menghubungkan mereka kepada suatu informasi penting, bahkan yang melindungi mereka dalam peristiwa yang menakutkan. Semua remaja itu juga sependapat tentang satu hal: “indra keenam” ini lebih dari semacam naluri insani. Kejelasan serta kebijaksanaan yang didapat dari indra keenam ini begitu “tidak berasal dari dunia ini” sehingga mereka merasa bahwa itu adalah bukti dari kecerdasan ilahi—Budi ilahi, atau Allah—yang menjaga mereka dan mengasihi mereka dengan cara yang memberi hasil praktis dalam kehidupan mereka.
Mereka juga sependapat mengenai hal ini: Mereka semua ingin tahu bagaimana menumbuhkan indra ini dalam kehidupan mereka, agar mereka dapat lebih sering merasa terhubung dengan indra itu. Mengenai bimbingan yang diperoleh, mereka berkata, bahwa mereka tidak menemukan sesuatu yang lebih dapat diandalkan, lebih dapat dipercaya, dan lebih aman.
Jenis persepsi yang kita bicarakan ini—persepsi yang melampaui apa yang kita lihat atau dengar, atau melampaui yang kelihatannya sebagai fakta mengenai suatu keadaan—mungkin terdengar seperti kuasa ajaib. Bagaimana lagi anda bisa tahu bahwa anda tidak boleh turun dari trotoar karena truk yang tidak kita lihat sebelumnya akan menyelonong dari suatu tikungan? Meskipun demikian, kemampuan untuk mengetahui sesuatu yang melampaui rincian serta keterbatasan di saat tertentu itu bukanlah kuasa ajaib. Tetapi, untuk dapat memahami persepsi ini—termasuk bagaimana kita dapat menggunakannya secara efektif—sangatlah membantu untuk memastikan kita memiliki pemahaman yang sama tentang alam semesta.
Para remaja yang terlibat dalam percakapan itu mendapatkan pengalaman mereka melalui sudut pandang Ilmupengetahuan Kristen. Oleh karena itu dasar yang mereka gunakan adalah bahwa kita sendiri, dan alam semesta di mana kita hidup, sesungguhnya bersifat rohaniah. Ini berarti persepsi yang kami bahas tidaklah “aneh” atau “dari dunia lain.” Sesungguhnya itu hanyalah penanggapan yang lebih jelas tentang segala hal—suatu penanggapan rohaniah. Beginilah Penemu Ilmupengetahuan Kristen, Mary Baker Eddy, menjelaskannya di bukunya, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci: “Penanggapan rohaniah adalah kesanggupan yang sadar dan tetap untuk memahami Allah” (hlm. 209).
Kita semua memiliki penanggapan rohaniah. Kita memilikinya sebagai pembawaan kita. Saat kita mengalami hal-hal seperti kasih, rakhmat, kebaikan hati, dan sebagainya, itulah penanggapan rohaniah, karena kita tidak dapat melihat sifat-sifat tersebut melalui kelima indra kebendaan. Maka, jika kita berpikir bahwa kita tidak memiliki penanggapan rohaniah, atau kita hanya memilikinya dari saat ke saat, kita tidak perlu mencoba mendapatkannya, atau mendapatkannya lebih banyak; yang lebih penting adalah mengenali perasaan penanggapan rohaniah itu, kemudian belajar mendengarkannya, dan melaksanakannya.
Seperti apakah rasanya penanggapan rohaniah itu? Beberapa remaja itu menjelaskannya seperti suatu dorongan yang tidak bisa kita abaikan—hampir seperti disuruh melakukan sesuatu oleh ayah atau ibu kita. Seorang remaja mengatakan bahwa kalau penanggapan rohaniah membimbingnya, dia merasa damai, karena hal itu terasa benar. Remaja lain mengatakan bahwa penanggapan rohaniah datang disertai kepastian, dan bahkan kuasa—seperti suatu kekuatan yang tidak dapat dilawan yang mendorong kita dari belakang.
Dalam hidup saya, penanggapan rohaniah tidak memiliki “bentuk” tertentu. Bagi saya, hal itu datang sebagai pesan tertentu untuk melakukan sesuatu—atau tidak melakukannya. Kadang-kadang (seperti halnya ketika dilindungi dari truk yang hampir menabrak kita) hal itu terasa hampir seperti tangan yang tidak terlihat yang menahan kita. Atau saat melamar suatu pekerjaan yang pernah saya pertimbangkan, hal itu terasa seperti ada angin bertiup di belakang saya; saya merasa didorong maju oleh suatu kuasa yang saya tahu bukan berasal dari diri saya.
Dalam semua pengalaman saya dengan penanggapan rohaniah, ada satu kesamaan, yakni, hal itu mengabaikan pertimbangan untung/rugi, pembenaran diri, dan penalaran yang berdasarkan apa yang dilihat melalui pancaindera. Jika pesan yang kita dengar tidak masuk akal bagi penalaran insani, tetapi hal itu disertai rasa damai dan aman, itu adalah petunjuk yang baik bahwa penanggapan rohaniah sedang bekerja—dan itu lebih masuk akal daripada apa pun yang lain. Dan meskipun penanggapan rohaniah bukanlah “kuasa ajaib,” mendengarkan dan mengikuti bimbingannya telah memberikan beberapa hasil yang menakjubkan yang tidak bisa saya perkirakan atau rencanakan sendiri.
Meskipun semua ini memberi manfaat yang menakjubkan, yang terbaik tentang penanggapan rohaniah adalah bahwa hal itu menjadikan kita sanggup menjadi penyembuh yang lebih efektif. Hal itu memberi tahu kita apa yang harus kita doakan, meskipun apa yang terjadi di permukaan menunjukkan sesuatu yang sangat berbeda. Dan hal itu memungkinkan kita melihat apa yang sebenarnya terjadi, berdasarkan suatu pemahaman tentang kemahakuasaan serta kasih Allah, bahkan ketika kita menghadapi suatu tantangan.
Mungkin anda tidak yakin bahwa telah mendengar Allah berbicara kepada anda, atau bahwa anda pernah memiliki penanggapan rohaniah akan berbagai hal. Hal itu sah saja. Anda dapat memulainya hari ini. Salah satu cara untuk memulai adalah berjeda dan mendengarkan sebelum anda melakukan sesuatu. Ajukan pertanyaan. Bukalah pikiran anda kepada pesan-pesan Allah. Bersedialah untuk lebih memahami segala sesuatu secara rohaniah alih-alih langsung maju dengan rencana anda sendiri. Allah selalu membimbing dan menjaga setiap orang di antara kita. Dan kita tidak memerlukan kuasa ajaib untuk merasakan hal itu; hal itu adalah pemberian kasih karunia.