Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Kesembuhan dari sakit leher dan sakit lutut

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 10 Mei 2019

Aslinya diterbitkan di edisi April 2019 majalah The Christian Science Journal


Saya ingin menyatakan rasa syukur saya untuk dua kesembuhan yang mendatangkan beberapa pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Satu kesembuhan datang dengan cepat, sedangkan yang satunya lagi secara berangsur-angsur. Namun demikian keduanya merupakan bukti yang jelas akan penjagaan Allah yang penuh kasih.  

Beberapa tahun yang lalu, kadang-kadang leher saya terasa kaku dan sakit sekali, sehingga sangat membatasi gerak saya. Biasanya saya akan mengabaikan masalah tersebut, sementara bergerak sesedikit mungkin, dan leher saya akan menjadi lebih baik setelah sekitar satu minggu. Masalah ini telah datang dan pergi selama beberapa tahun. Lalu, pada suatu hari, masalah itu kambuh ketika saya hendak berangkat mengikuti kelas tari, dan saya tidak tahu bagaimana saya dapat mengikuti kelas itu.  

Saya ingat seorang penyembuh Ilmupengetahuan Kristen pernah berkata kepada saya, “Luangkanlah waktu untuk berdoa.” Oleh karena itu saya berhenti beberapa saat di dekat jendela. Ketika berdiam diri sambil memandang keluar kepada dedaunan yang indah, ide ini datang kepada saya: “Saya hanyalah cerminan Allah. Dia yang melakukan segalanya. Saya tidak perlu merasa terbebani atau khawatir tentang sesuatupun. Allah mampu menjaga semuanya. Saya hanyalah cerminan.” Di buku ajar Ilmupengetahuan Kristen, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, Mary Baker Eddy menjawab pertanyaan “Apakah manusia itu?” dengan mengatakan, antara lain, bahwa manusia “bersifat rohaniah” dan adalah “cerminan Allah” (hlm. 475).  

Saya makan siang dan berangkat ke kelas tari.  Saya baru ingat lagi keadaan leher saya  ketika berada di kelas. Segera saya berpikir, “Tidak mungkin bahwa sekarang saya sedang menari—tetapi saya benar-benar sedang menari!” saya sama sekali bebas dari rasa sakit dan kaku, dan sejak itu tetap demikian selama tahun-tahun berlalu. Pengalaman ini menunjukkan kepada saya bahwa meskipun saya berpikir bahwa saya tidak memiliki cukup pemahaman untuk disembuhkan, hal tersebut tidak bisa menghalangi Allah, Kasih ilahi, untuk menyembuhkan saya. Dan semua orang dicakup dalam kasih Allah yang menyembuhkan. Seperti ditulis Ny. Eddy, “Kasih bersifat tidak berat sebelah dan universil dalam penyesuaianNya dan pemberian karuniaNya” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 13).   

Kesembuhan berikutnya datang lebih lambat. Dalam suatu pelajaran menari, lutut saya mengalami cedera berat. Selama beberapa tahun sesudah itu kegiatan saya sangat terbatas sementara saya berjuang melawan rasa sakit dan gejala-gejala lain yang mengkhawatirkan. Lutut saya tidak selalu dapat menopang tubuh saya dengan sempurna, dan saya tidak bisa melakukan beberapa gerakan tari yang paling sederhana. Seringkali saya mendapat kesulitan untuk bangkit, seperti naik turun tangga, atau terkadang berjalan atau bangkit dari kursi. Orang kadang-kadang bertanya mengapa saya pincang. Terkadang keadaan lutut saya terasa lebih baik, tetapi kemudian menjadi lebih buruk lagi. Lalu lutut saya yang lain mulai mengganggu saya juga. Terkadang saya bertanya-tanya mungkinkah saya sembuh kembali.  

Sekitar tiga tahun setelah kecelakaan itu, pagi-pagi sekali ketika saya tidak bisa tidur dan tidak ingin membangunkan orang lain, saya melihat-lihat daftar penyembuh di direktori majalah Journal dan merasa terbimbing untuk menelpon seorang penyembuh yang tinggal di zona waktu yang berbeda. Penyembuh itu memberitahu saya: “Ini sama sekali bukan hidupmu. Hidupmu adalah mengenai kasih Allah kepadamu.” Saya merasa sangat lega dan harapan saya tersulut. Ketika menelpon penyembuh itu beberapa hari kemudian, dia meminta saya untuk berpegang pada pikiran berikut: “Engkaulah puteri Allah yang dikasihiNya, kepadamu Dia berkenan.” Ketika meletakkan gagang telpon saya merasa begitu bahagia, dan hari itu saya dapat berjalan ke kantor tanpa rasa sakit.   

Suatu terobosan yang lain terjadi dua tahun kemudian. Saat itu saya sudah mengikuti les tari lagi (suatu kemajuan besar), dan guru tari saya dan saya dijadwalkan pentas di studio tari pada hari Jumat sore. Tetapi, lagi-lagi lutut saya yang sebelumnya cedera kambuh. Seminggu sebelum pentas, saya menelpon penyembuh beberapa kali untuk berdoa bagi saya. Ia mengingatkan saya akan kata-kata Yesus, “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri” (Yohanes 5:30), dan bahwa saya bergerak seperti sumber saya, Allah, bergerak. Saya menyukai ide bahwa saya cerminan Allah dan senang merenungkannya selama bertahun-tahun saya menari.  

Dengan sepenuh hati saya terus berpegang pada ide-ide tersebut dan bersandar kepada Allah. Saya merasa terhibur. Tetapi ketika melakukan pemanasan singkat sebelum pementasan dimulai, lutut saya terasa lemah dan sakit. Tetapi saya terus melakukannya dan dengan teguh menujukan pikiran saya kepada Allah dan fakta bahwa saya adalah cerminanNya. Musik wals (favorit saya) dikumandangkan. Kami mulai menari, dan dalam beberapa langkah pertama saya menyadari bahwa lutut saya terasa baik dan normal. Saya menari dengan bebas, penuh kuasa, sukacita, dan rasa syukur yang dalam.  

Sesudah itu, selama sekitar beberapa bulan, terkadang lutut saya bermasalah lagi. Tetapi ada sesuatu yang berbeda. Saya tidak lagi merasa takut dan terperangkap. Dari saat ke saat penyembuh itu mengingatkan saya akan pentingnya berdoa secara konsisten dalam melawan kesesatan dengan kebenaran rohaniah. Ny. Eddy menulis, “Bila berhadapan dengan kesesatan, janganlah kita enggan mengucapkan teguran atau memberi penjelasan yang memusnahkan kesesatan” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 452). Terus terang, saya benar-benar tidak tahu begaimana melakukan hal itu. Saya selalu berpikir harus mempunyai banyak waktu untuk membaca dan merasa diilhami agar dapat mengatasi kesulitan.   

Meskipun demikian, ketika datang masalah pada lutut saya, bahkan jika saya hanya punya sedikit waktu di antara tugas yang satu ke tugas lainnya, saya akan berdoa untuk melihat bahwa saya adalah ide Allah yang sempurna dan bersifat rohaniah, yang selamanya dijaga dan diperintahi Allah. Kadang-kadang jika saya melakukan hal tersebut rasa sakit itu hilang pada akhir hari. Mula-mula hal itu menjadikan saya heran. Tetapi ini adalah hal baik sekali yang harus saya pelajari—melawan kesesatan bahkan jika saya merasa hanya memiliki sedikit waktu, dan bahkan di saat-saat saya tidak merasa terilhami untuk melakukannya. Saya juga merasa terbantu oleh ide dari Ilmupengetahuan dan Kesehatan ini: “Peganglah teguh-teguh dalam pikiran, bahwa keselarasan adalah yang sejati dan penyakit adalah suatu mimpi yang bersifat sementara. Insafilah kehadiran kesehatan dan fakta akan wujud yang selaras, sampai tubuh menurutkan keadaan normal kesehatan dan keselarasan” (hlm. 412).  

Lalu pada suatu hari ketika seseorang di sanggar tari bertanya tentang keadaan lutut saya, saya menjawab, “Lutut saya sempurna.” Dia berkata, “Itu tidak mungkin!” Saya berkata, “Sungguh, lutut saya baik-baik saja!” Saya sembuh. Ini semua terjadi lebih dari sebelas tahun silam, dan sejak itu saya terus menikmati kebebasan dalam melakukan berbagai kegiatan. Kalau sebelumnya saya terkadang bertanya-tanya apakah saya akan pernah mengalami kesembuhan, pengalaman ini sekali lagi menunjukkan kepada saya bahwa semua orang dicakup dalam kasih Allah yang menyembuhkan.  

Kesembuhan-kesembuhan ini sangat berarti bagi saya. Saya sangat bersyukur untuk pelajaran yang saya terima, untuk bantuan yang penuh kasih dari para penyembuh Ilmupengetahuan Kristen, dan untuk Kebenaran yang menyembuhkan yang memberkati seluruh umat  manusia. 

Catherine Maria Woolf
Berkeley, California, AS

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.