Sungguh suatu pengalaman yang menyenangkan ketika untuk pertama kali datang kesadaran, bahwa mempelajari Ilmupengetahuan Kristen dengan sungguh-sungguh dan mempraktekkannya dengan jujur, menjadikan nyata kesempurnaan alam semesta, kesempurnaan ciptaan, kesempurnaan manusia; bahwa hal tersebut memberi kita sarana untuk mengerjakan keselamatan kita sendiri; bahwa hal tersebut benar-benar menjadikan kita mampu, untuk selangkah demi selangkah, menyatakan sifat rohaniah dan wujud kita yang sebenarnya dalam pengalaman insani, dan melihat konsep kebendaan yang palsu tentang manusia lenyap dari pandangan kita.
Pemimpin kita yang kita hormati, Mary Baker Eddy, menulis di halaman 202 buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, "Kalau umat manusia mau mengusahakan diri untuk mempelajari Ilmupengetahuan Budi dengan setengah kepercayaan yang diberikannya kepada yang kita sebutkan kesakitan dan kesenangan penanggapan kebendaan, maka mereka tidak akan makin lama makin bertambah jahat, sampai akhirnya didisiplinkan oleh penjara dan tiang gantungan; melainkan seluruh keluarga umat manusia akan diselamatkan dengan apa yang dapat dilakukan oleh Kristus — dengan mengetahui dan menerima Kebenaran."
Ketika kita mulai memahami sampai taraf tertentu arti kata-kata ini, maka menjadi jelas bahwa Ilmupengetahuan Kristen adalah Ilmupengetahuan tentang penebusan atau penyelamatan, dan bahwa dengan mempelajarinya, fakta-fakta wujud menjadi nyata, dan menyebabkan kepercayaan palsu lenyap. Mulai menjadi jelas bahwa kita belum cukup mengenal diri kita sendiri, bahkan sebagai manusia insani.
Setelah mencapai titik ini, pelajar yang bersungguh-sungguh bersukacita dalam penemuan yang sangat besar, bahwa manusia bersifat rohaniah dan sempurna sekarang juga, dan bahwa fakta ilahi ini dapat dibuktikan dan ditunjukkan sekarang juga. Dengan keinginan yang besar dia berusaha menemukan lebih banyak lagi tentang Allah agar tahu lebih banyak tentang manusia, gambar dan keserupaan Allah yang setepat-tepatnya. Pemikiran yang konstruktif ini menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang kemahakuasaan, kemahatahuan, dan kemahahadiran Budi yang tidak berhingga; dan menjadi jelaslah bahwa Budi terus menjadi dirinya sendiri dan mengembangkan serta menyatakan dirinya sendiri, karena sifatnya yang tidak berbatas dan tidak ada habisnya.
Seringkali kita sadar bahwa pemikiran serta tindakan kita didorong oleh kemauan diri dan keinginan pribadi; sementara, sampai hal tersebut disadari, motif serta kecenderungan hati kita selalu terasa jujur dan murni bagi diri kita sendiri dan mungkin bagi orang lain juga. Dengan melihat keadaan itu secara jujur dan tanpa takut, tanpa sedikit pun menyalahkan diri sendiri atau merasa putus asa, pelajar Ilmupengetahuan Kristen lalu mendapati bahwa kesempatan yang terbesar telah datang: yaitu, untuk mengenal dirinya sendiri, dan mengganti kecenderungan insani yang telah lama menguasainya dengan sifat-sifat ilahi yang dikaruniakan Allah, yang abadi, dan yang sejatinya merupakan wujud manusia yang sesungguhnya. Dengan semangat baru dia merenungkan kata-kata Pemimpin kita ini (The First Church of Christ, Scientist, and Miscellany, hlm. 233): "Ketidaktahuan tentang diri sendiri adalah kepercayaan yang paling bandel yang harus diatasi, karena sikap apatis, ketidakjujuran, dosa, mengikutinya.” Dia bertekad melakukan petualangan rohaniah untuk menyelamatkan diri, seperti dianjurkan Rasul Paulus kepada orang Kristen yang mula-mula ketika mengatakan dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar.”
Satu per satu, kesalahan-kesalahan insani dan konsep-konsep yang bersifat perorangan semata tentang kebajikan disingkapkan ketika kita memeriksa kesadaran kita dan benar-benar mulai menghapus pemikiran yang tidak ilmiah melalui pencerahan rohaniah yang semakin bertambah. Kita mendapati bahwa pemahaman yang umum tentang ambisi, yang hampir secara universal dianggap sebagai sesuatu yang baik, sesungguhnya adalah penyangkalan bahwa Allah adalah semua, dan mengakui bahwa ada kekurangan, mengakui bahwa kita memerlukan atau tidak memiliki sesuatu. Keadaan pemikiran yang penuh keinginan ini, yang secara tidak disadari kita biarkan, sekarang terlihat sebagai kebalikan dari pemikiran yang benar dan hanya merupakan sarana yang disamarkan secara cerdik, yang digunakan budi fana, untuk menyuntikkan keputusasaan, ketidakpuasan, iri hati, kecemburuan, dan ketakutan, ke dalam pikiran. Dengan membuka penyamaran ini, kita melihat, setelah memikirkannya dengan saksama, bahwa pemahaman yang telah diperbaiki dan dirohanikan tentang ambisi, – pemahaman yang benar mengenai ambisi – adalah menyadari kesatuan kita dengan Allah, dan memahami serta membuktikan bahwa sesungguhnya kita tidak kekurangan apa-apa. Ambisi yang benar tidak bisa kurang dari ambisi untuk menyadari kelengkapan serta kesempurnaan alam semesta dan mendapat kepuasan dari hal tersebut, sekarang juga. Selagi terus memelihara mutu pemikiran ini dan berpegang teguh pada tujuan untuk mendapatkan kemerdekaan ini, urusan seorang pelajar Ilmupengetahuan Kristen, bahkan seluruh hidupnya, menjadi berubah, dan dia bersukacita atas pengembangan yang terus-menerus dan selaras akan wujud yang sejati.
Sifat mementingkan diri sendiri menyatakan dirinya sebagai sifat buruk yang belum diperbaiki dalam watak manusia — yang tidak seorang pun akan secara sadar menyatakannya —tetapi terkadang tidak kelihatan dan tidak dikenali untuk waktu yang lama karena kelihaiannya menyembunyikan diri dengan berbagai penyamaran yang berbeda. Suatu kepribadian yang menyenangkan dan sikap yang santun bisa saja menyembunyikan sifat mementingkan diri sendiri yang terpendam dalam-dalam, dan penyingkapan akan hal ini seringkali benar-benar datang sebagai suatu kejutan. Terkadang kita terkejut ketika mengetahui bahwa sikap pemalu dan perasa bisa merupakan baju egotisme yang dikenakan tanpa disadari, dan egotisme adalah salah satu bentuk mementingkan diri yang terburuk.
Meskipun demikian, ketika dengan rasa syukur yang penuh sukacita kita mau melihat gangguan dari sifat mementingkan diri sendiri ini — yang hanya dinyatakan karena tidak dikenali — dan siap untuk mengambil langkah-langkah yang perlu guna melenyapkan sifat yang tidak elok itu, maka kemajuan yang berkelanjutan dan kebebasan yang lebih besar dalam segala hal menjadi nyata. Menjadi lebih jelas bahwa langkah-langkah insani yang benar, yang dibimbing secara ilahi, sangat diperlukan, dan dengan sendirinya langkah-langkah insani ini, yang diambil dengan kerendahan hati dan penuh sukacita, membimbing kita menjauh dari pengenalan diri yang palsu. Kemauan diri, melakukan apa yang kita inginkan kapan saja kita inginkan dan dengan cara yang kita inginkan, tanpa mengindahkan kearifan, seringkali merupakan salah satu kebiasaan berpikir yang tidak disadari, yang mencoba menghalangi kemajuan rohaniah, sampai hal itu dipahami sebagai tuntutan palsu budi fana.
Ketika pelajar Ilmupengetahuan Kristen dengan tekun mempelajari Ilmupengetahuan dan Kesehatan bersama dengan Alkitab, ia mulai melihat bahwa menjadi lebih seperti kanak-kanak adalah bijaksana, karena saat ini terjadi, pikiran menjadi lebih mudah menerima ide-ide rohaniah dan lebih bersedia meninggalkan yang lama bagi yang baru. Kita mendapati bahwa, ketika kita lebih bersedia mendengarkan, setiap tuntutan sifat mementingkan diri sendiri yang mungkin mengancam tanpa terungkap di dalam kesadaran, akan diketahui dan dilenyapkan — dibuang sebagai tidak memiliki kuasa dan tidak sejati. Kemudian hal ini diikuti pengalaman yang aktif dan menyenangkan untuk belajar mendengarkan; mendengarkan “suara yang kecil dan halus”; membiarkan “kehendakMu” alih-alih kehendakku, “yang jadi.” Ketika pengembangan yang menyelamatkan dan penuh sukacita ini berlangsung, tak dapat tiada kita mendapati naluri kita diperluas, penilaian kita atas segala hal menjadi lebih tepat, kemampuan dan kesanggupan kita meningkat; dan semuanya itu merupakan bukti akan pertumbuhan rohaniah yang berlanjut.
Dengan cara yang sama, ketika kesediaan kita untuk mengerjakan keselamatan kita sendiri tumbuh, dan kita semakin mudah menerima Kebenaran, perjalanan dari pancaindera kepada Jiwa maju dengan mantap dan menyenangkan dan berbagai tuntutan palsu kesaksian perorangan — ketakutan, ketidakjujuran, kebencian, kekurangan, dosa, penyakit, maut — dilbuang satu per satu.
Bahwa pemikiran yang menyelamatkan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh adalah praktis, terlihat dari contoh di bawah ini. Seorang agen penjualan menawarkan layanan iklan yang meliputi biaya yang besar kepada calon nasabah. Semua hal menunjukkan bahwa kontrak akan ditandatangani, tetapi pada pertemuan terakhir, terjadi keterlambatan dan timbul halangan dan tampaknya seluruh rencana itu akan dibatalkan. Ketika dengan serta merta agen penjualan itu menyatakan dalam hati bahwa semua yang sesungguhnya terjadi, tepat di tempat itu juga, adalah pengembangan dari Asas, dan bahwa satu-satunya yang sesungguhnya hadir adalah Budi yang satu dan tidak berhingga, alih-alih banyak orang dengan banyak budi, agen penjualan itu sadar bahwa dia telah membiarkan penanggapan perorangan dan pemikiran insani yang belum diperbaiki memasuki kesadarannya dalam bentuk kebanggaan akan pencapaiannya, egotisme, dan keinginan insani yang mementingkan diri sendiri. Dengan cepat hal-hal tersebut dibuang dan, sebelum pertemuan itu berakhir, semuanya telah diselesaikan dengan memuaskan bagi semua pihak, dan menghasilkan pekerjaan yang menguntungkan bagi perusahaan agen penjualan itu dan layanan yang berharga bagi nasabah tersebut.
Keseluruhan dan substansi dari semuanya ini disarikan oleh Ny. Eddy dalam kata-kata berikut (Miscellany, hlm. 131): "Saudara-saudara yang terkasih, segala sesuatu yang memurnikan kasih sayang juga menguatkannya, membuangkan ketakutan, mengalahkan dosa, dan memperlengkapi dengan kuasa ilahi; hal-hal yang memurnikan watak, di saat yang sama menjadikan seorang manusia rendah hati, memuliakannya, dan memerintahinya, dan kepatuhan memberinya keberanian, pengabdian, dan pencapaian.”