Ketika putera kami sedang mengikuti perkemahan bagi para pelajar Ilmupengetahuan Kristen pada suatu musim panas, saya menerima telpon bahwa saat sedang mengikuti kegiatan panjat tebing, ia digigit ular berbisa. Ketika telpon berdering, saya tidak berada di rumah, sedang mengendarai mobil di negara bagian lain, dan mula-mula saya merasa panik ketika menelpon beberapa penyembuh Ilmupengetahuan Kristen yang nomornya ada di kontak saya. Pada awalnya saya tidak bisa menghubungi satu pun dari para penyembuh itu, tetapi rasa panik itu berubah menjadi doa yang tenang. Dalam membesarkan ketiga anak kami, saya sudah selalu merasa wajar untuk berdoa agar mengetahui bahwa pada dasarnya mereka memiliki keselamatan yang dikaruniakan Allah.
Yang hampir dengan serta-merta terlintas dalam pikiran saya adalah bait pertama dari nyanyian No. 53 di Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen:
Tangan Kasih abadi
Di bawah, kanan, kiri;
Allah yang kuandalkan,
Dan tanganNya kupegang.
(John R. Macduff, disesuaikan © CSBD)
Saya mendapat perasaan yang menakjubkan dan pasti bahwa putera kami dikelilingi Kasih ilahi. Saya juga merasa bahwa pengalaman ini akan menjadi tongkat—atau lengan—rohaniah yang kuat bagi kita untuk bersandar sebagaimana pengalaman Musa dengan ular berbisa di Kitab Keluaran, yang menjadi tongkat untuk bersandar bagi pemimpin besar bangsa Ibrani itu. Bahkan di tengah suatu keadaan darurat yang seakan berbahaya, saya terhibur oleh kepastian ini akan berkat yang tersedia sekarang dan di masa depan. Dan, memang, pengalaman ini memperdalam iman keluarga kami pada keselaluhadiran Allah.
Tidak lama kemudian saya dapat berbicara dengan anak saya. Dia terdengar jelas dan tenang, dan meyakinkan saya bahwa dia baik-baik saja! Ketika saya tiba beberapa jam kemudian, saya mendapati dia di ruang makan sedang bersantap dengan teman-temannya sepondok. Dia menceritakan kepada saya bahwa para peserta perkemahan dan para pembimbing yang berada di tempat kejadian itu mengelilinginya, dan semuanya tenang. Anak saya merasakan doa mereka yang penuh keyakinan. Khususnya, salah seorang pembimbing memimpin upaya tersebut dengan penuh wibawa, dan anak kami menanggapi penegasan mental orang muda tersebut akan Kebenaran.
Saya terkesan pada fakta, seperti diungkapkan anak saya di bawah ini, bahwa racun tersebut kelihatannya tidak pernah menyebar di tubuhnya. Seakan perlindungan serta penjagaan Tuhan yang penuh kasih dan mengelilinginya, berfungsi sebagai perban kuat yang menghentikan penyebaran itu. Keesokan harinya saya pulang, dan anak saya tetap tinggal dengan teman-temannya sampai perkemahan itu selesai.
Baru-baru ini saya berkenalan dengan seorang penyembuh Ilmupengetahuan Kristen. Waktu secara kebetulan saya menyadari bahwa dia berada di perkemahan ketika peristiwa itu terjadi beberapa tahun yang lalu, saya bertanya apa yang diingatnya. Ia menceriterakan, bahwa ketika ada panggilan melalui radio di kantornya, terjadi semacam kepanikan. Ia memulai doanya dengan berbagai argumentasi mental tentang apa yang benar dan apa yang tidak benar mengenai Allah dan ciptaanNya. Namun ia menyadari, bahwa argumentasi saja tidak mendatangkan kesembuhan, dan ia tahu bahwa ia perlu menenangkan pikirannya untuk benar-benar melihat kebenaran tentang ciptaan Allah. Ia pergi ke sebuah bangku di mana ia bisa melihat danau dengan pemandangan yang indah dan duduk di situ. Tidak lama kemudian, katanya, “seakan ada ‘bom Kasih’ yang meledak.” Direktur perkemahan keluar dan berkata bahwa ia merasakan perubahan di dalam suasana mental—ia juga merasakan dengan nyata kasih Allah. Tidak lama kemudian mereka menerima pesan radio bahwa semuanya baik-baik saja.
Ketika sebuah bom meledak, bom itu memancar keluar dengan penuh kekuatan, membersihkan sepenuhnya wilayah di sekitarnya. “Bom Kasih” yang dirasakan hari itu di perkemahan meluas dengan kekuatan yang besar akan kebenaran bahwa ciptaan Allah utuh, terlindungi, dan tidak tersentuh oleh bahaya atau kebuasan binatang. “Wilayah” mental dibersihkan dari kepercayaan palsu tentang ketakutan, kecelakaan, dan racun.
Mengetahui doa yang dipanjatkan secara kolektif ini, yang menyelamatkan anak kami sehingga aman dari cedera, sangat membuat kami merasa rendah hati. Saya sudah mengetahui doa saya saat itu dan juga doa-doa yang kami terima segera sesudah kejadian itu, tetapi sekarang saya tahu tentang doa yang berkuasa dan tidak mementingkan diri sendiri yang dipanjatkan seseorang yang tidak kami kenal dan yang keterlibatannya sama sekali tidak saya ketahui.
Mary Baker Eddy, Penemu dan Pendiri Ilmupengetahuan Kristen, mengajarkan agar pelajar Ilmupengetahuan Kristen yang mempraktekkan ajarannya, setiap hari berdoa bagi dunia. “Adalah kewajiban tiap-tiap anggota Gereja ini untuk setiap hari mempertahankan diri terhadap saran mental yang agresif, dan tidak membiarkan dirinya tergoda untuk melupakan atau melalaikan kewajibannya terhadap Allah, terhadap Pemimpinnya, dan terhadap umat manusia” (Buku Pedoman Gereja, hlm. 42).
Dan di buku The First Church of Christ, Scientist, and Miscellany, Ny. Eddy menulis: “Pikiran yang baik adalah baju pelindung yang tahan serangan; dengan mengenakannya Anda sama sekali terlindung dari serangan kesesatan jenis apa pun. Dan tidak hanya Anda sendiri yang aman, tetapi semua yang ada di dalam pikiran Anda merasakan manfaatnya” (hlm. 210).
Saya sudah selalu menyukai ide bahwa doa kita memberkati dunia, tetapi saya tidak menyadari sepenuhnya potensi dari hukum rohaniah ini atau bahwa doa yang dipanjatkan secara kolektif dan menaati perintah “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39), memberi dampak yang serta merta. Inilah Kekristenan yang dipraktekkan dan diamalkan!
Untuk berkat yang terus terpancar ini, dan untuk berbagai kejadian lain yang meliputi perlindungan, bimbingan, dan penyembuhan yang dialami keluarga kami, rasa syukur saya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Kristen Henley-Hills
Silver Spring, Maryland, AS
Saya adalah anak laki-laki yang disebutkan di atas. Kepanikan yang saya ingat ketika peristiwa itu terjadi adalah kepanikan saya sendiri. Seorang teman ada bersama saya, dan ia kelihatannya sedikit ragu apakah dia harus khawatir, tetapi ketika kembali ke kelompok inti saya merasa tenang. Saya tidak melihat adanya wajah yang ketakutan atau bisik-bisik atau kepanikan. Setelah membasuh luka, pembimbing saya membalut pergelangan tangan saya dengan perban. Satu-satunya langkah kebendaan lain yang dilakukan adalah secara periodik membuka perban dan membersihkan luka. Yang menarik, sesudah pergelangan tangan saya digigit, saya dapat merasakan bisa ular itu bergerak dan saya perhatikan bahwa bisa itu tidak pernah bergerak lebih jauh dari siku saya saat menyebar ke tubuh saya.
Saya berdoa bersama ibu saya dan seorang penyembuh dan saya ingat berpikir tentang kisah Paulus mengibaskan ular beludak dan Musa serta ular yang diubah Tuhan menjadi tongkat. Dalam satu minggu saya dapat menggunakan tangan saya lagi secara normal, dan tetap demikian, termasuk melakukan berbagai pekerjaan yang melibatkan banyak tenaga. Penyembuhan ini terjadi tujuh tahun yang lalu.
Sam Hills
Elsah, Illinois, AS