Sekitar tujuh tahun yang lalu, saya mengalami kesembuhan yang menakjubkan melalui Doa Bapa Kami. Ini terjadi ketika saya pergi ke kantor dari rumah saya yang berjarak sekitar lima jam perjalanan dengan kereta api. Ketika berada di kereta, saya mengalami gejala seperti flu. Ketidaknyamanan yang saya rasakan sangat mengganggu sehingga sulit bagi saya untuk berpikir dengan jernih atau berdoa, meskipun saya berusaha sebaik-baiknya.
Ketika turun dari kereta di tempat tujuan, saya hampir menangis ketika menuju kantor. Saya berusaha menyelesaikan beberapa pekerjaan, tetapi segera merasa harus pulang ke “rumah yang jauh dari rumah” (apartemen teman saya yang letaknya tidak jauh) dan beristirahat. Saya berencana menuju tempat tidur dan tidur semalaman. Saya tidak sabar untuk sampai di sana! Saat itu hari mulai senja.
Ketika tiba di apartemen itu, saya berganti dengan piyama dan merebahkan diri. Saya sangat bersyukur berada di tempat yang tenang dan di rumah teman saya, seorang penyembuh Ilmupengetahuan Kristen. Ketika berdoa, pikiran saya tertuju kepada Doa Bapa Kami, yang mulai dengan, “Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah namaMu” (Matius 6:9). Baris pertama doa ini mengingatkan kepada ketujuh sinonim, atau nama lain, untuk Allah, yang diberikan buku ajar Ilmupengetahuan Kristen (lihat Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci karangan Mary Baker Eddy, hlm. 115). Saya merenungkan setiap nama lain untuk Allah ini dan memperluasnya untuk memahami mengapa namaNya dikuduskan. Ini tidak memerlukan upaya; doa saya mengalir begitu saja selama tiga puluh atau empat puluh menit berikutnya seperti berikut:
• Dikuduskanlah namaMu sebagai Kasih, karena sebagai Kasih, Engkau menghibur, melindungi, memelihara, dan memberi kasih sayang.
• Dikuduskanlah namaMu sebagai Kebenaran, karena sebagai Kebenaran, Engkau menunjukkan semua yang benar secara ilahi tentang ciptaan, yang penuh dengan segala yang jujur, tulus, dan benar. Kebenaran memerdekakan kita.
• Dikuduskanlah namaMu sebagai Hidup, karena sebagai Hidup, Engkau abadi, memberi hidup, penuh dengan kebaikan ilahi dan gerakan yang tidak dibatasi.
• Dikuduskanlah namaMu sebagai Budi, karena sebagai Budi, Engkau mengetahui semuanya, dan hanya mengetahui kebaikan; maka sebagai akibatnya kita sebagai anak-anak Allah, bersifat baik secara alami dan mampu memahami apa yang disampaikan Budi—mendengar serta memahami kebijaksanaanMu serta bimbinganMu.
• Dikuduskanlah namaMu sebagai Asas, karena sebagai Asas, Engkau memerintahi dengan hukum-hukum ilahi, yang memelihara kita dalam keadaan selaras, patuh kepada hukum kebaikanMu.
• Dikuduskanlah namaMu sebagai Jiwa, karena sebagai Jiwa, Engkau menetapkan semua identitas yang benar sebagai bersifat rohaniah, utuh, dan aman. Bagaimana mungkin ada rasa sakit atau ketidakselarasan dalam Jiwa, Roh?
• Dikuduskanlah namaMu sebagai Roh, yang membasuh saya dalam terang Kristus, Kebenaran, dan memerdekakan saya.
Doa ini sederhana, wajar, dan mujarab. Pikiran saya begitu sarat dengan nama serta sifat Allah yang dikuduskan sebagai mengasihi segalanya dan maha-kuasa sehingga penyakit itu lenyap begitu saja. Hilang sama sekali. Alih-alih langsung tidur, saya bangun dan selama enam jam berikutnya beraktivitas dan penuh tenaga, sesudah itu beristirahat dengan normal dan wajar. Gejala-gejala tersebut tidak pernah kambuh.
Di saat-saat tertentu dalam satu tahun di Amerika Serikat, pintu-pintu apotik dan papan-papan iklan di pinggir jalan memberi tahu kita bahwa saat itu adalah “musim flu,” dan media menyarankan kepada kita untuk mendapatkan vaksinasi. Saya selalu cepat menyangkal kepercayaan yang mengganggu itu bahwa ada sebab atau kuasa selain Allah, kebaikan, dan bahwa perubahan musim dapat mendatangkan penyakit atau ketidakselarasan. Kesembuhan ini membuktikan bagi saya bahwa baik di musim gugur, musim dingin, musim semi, atau musim panas, satu hal tetap tidak berubah—sukacita, kesehatan, dan penguasaan kita yang dikaruniakan Allah.
Caroleen Scholet Hopewell, New Jersey, AS