Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Melakukan “karya hidup”

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 15 Mei 2020

Aslinya diterbitkan di edisi 11 Mei 2020 majalah Christian Science Sentinel


Kata-kata tersebut—“karya hidup”—dalam suatu kalimat yang sudah sering saya baca dan mengilhami saya, sangat menarik perhatian saya baru-baru ini. Kata-kata itu tidak berbicara tentang tugas sehari-hari di dalam kehidupan pribadi kita atau di tempat kerja. Hal itu berbicara tentang “karya” menjalani hidup sedemikian rupa yang akan memberi kita manfaat yang terbesar dan membantu sesama. Hal itu berbicara tentang bagaimana Yesus Kristus, Anak Allah, menjalani hidupnya di bumi—membiarkan sifat ilahinya sebagai Kristus menggerakkan setiap pikirannya, kata-katanya, dan tindakannya ketika ia menggenapi misi penyembuhan serta penyelamatannya bagi umat manusia. Berikut ini bunyi kalimat itu selengkapnya, di mana Mary Baker Eddy berbicara tentang Yesus seperti ini, “Ia melakukan karya hidupnya secara benar, bukan hanya karena hal itu adil bagi dirinya sendiri, melainkan karena belas kasihan terhadap manusia fana juga — untuk menunjukkan kepada mereka bagaimana melakukan pekerjaan hidup mereka sendiri, tetapi tidak untuk melakukannya bagi mereka dan tidak pula untuk melepaskan mereka dari satu tanggung jawab pun” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 18).

Yesus datang untuk menunjukkan kepada kita—semua laki-laki, perempuan, dan anak-anak—sifat Allah yang sebenarnya sebagai Kasih yang universal, kesatuan kita dengan Allah sebagai keserupaan rohaniah Kasih, dan bagaimana menjalani identitas yang benar serta kesatuan ini ketika kita mengarungi pengalaman insani kita. Yesus melakukan hal ini dengan menjalani kesatuannya dengan Allah. Dia tidak pernah bertindak sendiri terpisah dari Allah, melainkan selalu berpaling kepada Allah untuk memerintahi pikirannya, perkataannya, dan tindakannya. Dia menjalani hidupnya dengan cara ini untuk menyelamatkan kita dari dosa—dari cara berpikir serta perilaku manusia fana yang tidak mencirikan wujud kita yang sebenarnya dan yang mendatangkan akibat-akibat tidak menyenangkan yang kita kenakan bagi diri sendiri.

Dengan demikian, karya hidup kita adalah menjalani kesatuan kita dengan Allah—menjalani sifat kita yang tanpa dosa sebagai cerminan rohaniah Allah. Dan untuk melakukan karya hidup kita dengan benar, kita juga harus bersikap adil bagi diri kita sendiri dan menyatakan belas kasihan terhadap sesama. Kita harus berjaga dan berdoa agar pikiran serta tindakan kita selalu sesuai dengan Allah, dan dengan sifat kita dan sesama yang baka sebagai cerminan rohaniah Allah.

Cara hidup seperti ini digambarkan dengan jelas dalam Injil Yohanes 8:3-11, ketika para ahli Taurat dan orang Farisi membawa seorang perempuan kepada Yesus, dan menuntut agar perempuan itu dirajam karena berzinah. Alih-alih menyetujui tuntutan  mereka, Yesus membalikkan sikap para penuduh itu sehingga mereka menyatakan kemurahan kepada perempuan itu dengan cara membuat mereka memeriksa pikiran mereka sendiri. Yesus berkata kepada mereka, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Tidak seorang pun melakukannya; mereka “dihukum oleh nurani mereka sendiri” dan pergi. Kemudian Yesus mengarahkan perempuan itu agar bersikap adil bagi dirinya sendiri, dengan berkata kepadanya “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi.”

Yesus menunjukkan kepada kita bagaimana kita dapat menjalani hidup satu dengan Allah sebagai keserupaanNya yang murni dari saat ke saat, dari hari ke hari—karena inilah satu-satunya cara untuk bersikap adil bagi diri sendiri dan menyatakan belas kasihan terhadap sesama. Dan adalah tanggungjawab kita untuk menjalani hidup seperti ini.

Menjalani hidup dengan benar adalah bersikap adil. Kita adil bagi diri sendiri kalau kita membiarkan Kasih ilahi menyatakan di dalam diri kita integritas yang merupakan pembawaan kita, dengan cara bersikap penuh kasih, baik hati, bijak, berempati, murah hati, dan sebagainya. Menyatakan sifat-sifat ini adalah kegiatan Allah yang bekerja di dalam dan melalui diri kita. Dengan cara ini, kita mengalami peningkatan   kemurnian, kesehatan, serta keselarasan di dalam hidup kita—dan juga perlindungan Allah ketika kita menghadapi perlawanan yang tidak sepatutnya. Seperti dinyatakan dalam Amsal, “Jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari” (4:18).

Sifat-sifat yang tidak menyerupai identitas kita yang murni dan baka sebagai cerminan Allah, seperti kebencian, ketidakmurnian, ketidakramahan, kebodohan, ketidaksusilaan, merasa benar sendiri—merupakan dosa. Dan kita tidak adil bagi diri sendiri kalau kita menyimpan sifat-sifat dosa, karena semua itu menyatakan diri di dalam diri kita sebagai penyakit dan idap-idapan dan berbagai jenis kesulitan lain. Tetapi dosa, bahkan kalau datang dalam bentuk perlawanan dari orang lain, tidak bisa menyentuh identitas kita yang baka; dosa menghancurkan dirinya sendiri ketika kita membiarkan Kebenaran dan Kasih merohanikan dan meng-Kristen-kan kesadaran kita. Maka kita merasakan kemurahan Tuhan bagi kita, pengampunanNya yang melimpah atas dosa yang telah kita perbuat dan sekarang telah kita tinggalkan.

Ketika kita menjalani ketidakterpisahan kita dengan Allah, dan ketergantungan kita yang sepenuhnya kepadaNya, kita benar-benar bersikap adil bagi diri kita sendiri dan menyatakan kemurahan hati terhadap sesama. Bermurah hati berarti memaafkan sesama dan diri sendiri sebagaimana Allah memaafkan kita, dan hal itu merupakan unsur penting dalam menyatakan identitas kita yang sebenarnya sebagai cerminan Allah. Seperti ditunjukkan Yesus dalam salah satu Ucapan Bahagia yang disampaikannya, “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan” (Matius 5:7). Adalah bermurah hati melihat melampaui kekurangan insani dan kelemahan jasmani—untuk mengakui dan mengasihi secara mental identitas yang benar yang diberikan Allah kepada setiap orang di antara kita sebagai cerminanNya yang sempurna. Kita tidak bisa menjalani hidup kita dengan benar dengan cara yang lain. Dan melakukan hal itu menjadikan orang lain mampu merasakan kasih Allah yang bersifat menebus dan menyembuhkan kita.

Mungkin menjalani hidup dalam kesatuan dengan Allah dengan cara ini merupakan ide baru bagi anda. Tetapi, percayalah, itu adalah karya. Diperlukan keberanian serta ketekunan yang penuh doa untuk menghadapi kekurangan insani kita sendiri; untuk membiarkan Kristus, Kebenaran, memperbaiki kita; dan untuk cukup mengasihi sesama guna merangkul identitas mereka yang benar sebagai cerminan Allah—terutama jika mereka melawan kita seperti mereka melawan Yesus. Tetapi seperti ditunjukkan Yesus kepada kita, menjalani hidup seperti ini membantu orang lain merasakan pengaruh yang menyembuhkan dari kasih Allah yang bersifat menebus.

Saya merasa terbantu dengan berpikir bahwa melakukan karya hidup adalah membiarkan Allah, Kasih ilahi, menguasai saya dengan caraNya yang bersifat menebus sehingga orang lain juga merasakannya.

Suatu perasaan yang menakjubkan akan kepuasan serta sukacita yang tulus, disertai kesehatan yang lebih baik serta kemampuan menyembuhkan orang lain, datang menyertai ketika kita menjalani kesatuan kita dengan Allah dengan cara ini. Dengan sendirinya ini meliputi penghargaan terhadap identitas yang benar dan baka dari orang lain yang perlu merasakan kasih serta kasih karunia Kristus yang menyelamatkan. Dan siapa yang tidak perlu merasakannya?

Barbara Vining
Editor

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.