Saya dapat merujuk kepada banyak orang—penulis, pemusik, artis, atlit pria dan wanita, usahawan, politikus—yang suksesnya mengilhami saya. Setiap orang di antara mereka telah menjalani hidup yang penuh pengabdian di bidang mereka masing-masing. Dan banyak “pahlawan” melayani di bidang yang kurang terlihat, tetapi tidak kurang penting: pendidikan, agama, kepolisian, angkatan bersenjata, hak-hak sipil, organisasi non pemerintah (NGO), dan sebagainya.
Meskipun demikian, apa pun kebaikan nyata yang kita capai, atau dengan menyesal tidak kita capai, setiap hari kita menyelesaikan banyak hal jika pengalaman kita mencakup pertumbuhan rohaniah—kesediaan untuk bangkit dari penanggapan kebendaan kepada penanggapan rohaniah tentang kehidupan. Setia mengikuti nasihat Alkitab untuk “mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Efesus 4:24), itu saja sudah merupakan kehidupan yang berhasil dalam pertumbuhan pemahaman kita serta pembuktian kita tentang diri kita sebagai ciptaan Allah, Roh.
Melakukan hal ini adalah sukses dalam konteks kesejahteraan kita sendiri. Bertambahnya pengetahuan kita tentang sifat Allah dan perhubungan kita yang hakiki dengan Allah, mendatangkan kesembuhan bagi kita dan kejelasan mengenai tujuan kita. Tetapi ini juga merupakan sukses yang menjangkau melampaui kehidupan kita sendiri. Yang paling diperlukan sesama kita, baik dekat maupun jauh, adalah agar pemikiran duniawi yang terbatas semakin meluangkan tempat kepada pemahaman ilmiah dan rohaniah akan kesejatian: kepada pengetahuan serta pengalaman tentang kehadiran dan kuasa Allah. Setiap kali pemahaman kita akan kuasa dan kehadiran Allah bertambah, keseimbangan kesadaran insani bergeser ke arah yang sesuai. Pergeseran ini, betapa pun kecilnya, membawa perubahan.
Hal ini benar terutama ketika kita membuktikan kehadiran serta kuasa Allah dalam menyelesaikan, melalui sarana rohaniah semata, masalah kesehatan dan masalah-masalah lain, seperti dikisahkan seorang artis dalam mengatasi rasa iri ketika meniti karirnya (baca fitur utama edisi ini: “Loving the Tenth Commandment” karangan Jennifer Foster). Setiap penyembuhan penyakit atau dosa, baik diketahui orang lain atau tidak, menjelaskan sifat ilahi akan kesejatian, dan sampai taraf tertentu mengangkat selubung kebendaan dari pemikiran rohaniah yang merupakan bagian abadi umat manusia.
Tetapi bagaimana jika kita menganggap pencapaian kita dalam pertumbuhan rohaniah terlalu kecil? Wanita yang menemukan bahwa pengetahuan tentang perhubungan kita dengan Allah adalah suatu Ilmupengetahuan yang dapat dibuktikan—Ilmupengetahuan Kristen—adalah Mary Baker Eddy. Beliau menyoroti nilai dari mencari pertumbuhan rohaniah dengan sungguh-sungguh, namun beliau juga memberikan semangat dan menunjukkan belas kasihan jika kemajuan kita seakan lambat: “Manusia fana yang tidak sempurna mencapai paham yang lengkap akan kesempurnaan rohaniah dengan lambat; tetapi memulai dengan tepat dan melanjutkan perjuangan untuk memecahkan masalah besar akan wujud dengan jalan pembuktian sudah banyak artinya” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 254).
Setiap penyembuhan akan penyakit atau dosa, baik diketahui orang lain atau tidak, menjelaskan sifat ilahi akan kesejatian.
Hal yang dapat mengalihkan perhatian kita dari “perjuangan” yang membangun untuk bertumbuh secara rohaniah ini adalah mencari sukses berdasarkan ambisi perorangan. Buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan mencakup panggilan yang membangunkan ini: “Haruslah dipahami, bahwa berhasil dalam kesesatan berarti gagal dalam Kebenaran” (hlm. 239).
Dalam Ilmupengetahuan Kristen, Kebenaran adalah nama lain untuk Allah, sumber yang sejati dari wujud kita, sedangkan kesesatan adalah “persangkaan, bahwa kenikmatan dan kesakitan, kecerdasan, substansi, dan hidup ada dalam zat” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 472).
Sebaliknya, kita dapat mengatakan bahwa sukses dalam Kebenaran adalah memahami dan mengalami kecerdasan serta substansi ilahi yang lebih dalam, yang sejatinya membentuk kita, dan ini mencakup kebahagiaan rohaniah tetapi tidak mencakup segala penderitaan. Yesus mencontohkan hal ini dengan membuktikan dampak yang merubah kehidupan yang didatangkan Kristus—ide yang menyembuhkan dari Hidup ilahi, Allah, sebagai hidup hakiki dan rohaniah setiap orang.
Menyerah kepada ide ini tentang diri kita sendiri dan orang lain adalah mengenakan “manusia baru”—berpaling dari kemauan diri dan tujuan-tujuan yang berpusat pada diri sendiri kepada pemahaman serta pelaksanaan kehendak ilahi Kasih, Allah. Konsistensi kita dalam melakukan hal ini, menentukan apakah kita maju di jalan Kebenaran yang ditunjukkan Yesus Kristus, atau apakah kita ditipu oleh sukses ataupun kegagalan dalam kerangka kesesatan. Ketika gagasan tentang hidup dalam zat menjadi kurang memikat, dan kesejatian akan hidup dalam Roh menjadi lebih menarik—mendorong kita untuk mengasihi sesama secara lebih mendalam—Kristus telah mengatasi genggaman kesesatan.
Bagi beberapa orang, pertumbuhan rohaniah ini mendukung pencapaian yang berharga dan bermanfaat dalam karir atau usaha lainnya. Bagi orang lain hal itu membimbing kepada praktek penyembuhan Ilmupengetahuan Kristen penuh waktu. Tetapi setiap orang yang mengasihi dan membuktikan sesuatu tentang Ilmupengetahuan Kristus yang menyembuhkan, memberi sumbangan berharga kepada kebangunan dunia dari kepercayaan bahwa hidup bersifat kebendaan alih-alih rohaniah. Inilah jalan umat manusia menuju keselamatan, dan setiap upaya yang membimbing ke arah itu berhak mendapat penghargaan serta upah yang tidak ternilai yang dinyatakan dalam perumpamaan Yesus mengenai talenta: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Matius 25:21).
Tony Lobl, Editor Madya