Beberapa tahun yang lalu saya mulai mengalami sakit punggung.
Pada awalnya, karena hal itu hanya kadang-kadang terjadi, saya tidak terlalu mempedulikannya. Tetapi lama-kelamaan, ketidaknyamanan itu makin sering terjadi, sehingga berjalan terasa sulit dan membungkuk hampir tidak mungkin.
Saya berdoa untuk melihat diri saya sebagai gambar dan keserupaan Allah. Bab pertama kitab Kejadian menyatakan bahwa semua yang diciptakan Allah adalah sangat baik, dan saya tahu bahwa saya tercakup dalam kebaikan itu. “Pernyataan ilmiah tentang wujud” dari buku ajar Ilmupengetahuan Kristen (Mary Baker Eddy, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 468) mengingatkan saya akan status saya sebagai cerminan Allah, Roh—tidak bersifat kebendaan, melainkan rohaniah dan lengkap.
Selama beberapa bulan masalah itu tetap terjadi, masih secara periodik, tetapi juga semakin parah.
Saya tahu saya perlu menggali lebih dalam dan lebih konsisten dalam doa saya. Ny.Eddy menulis, “Manusia tidak mempunyai kesanggupan untuk berbuat dosa, menjadi sakit, dan mati” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 475). Satu definisi tentang ketidaksanggupan (incapability) adalah “tidak dalam keadaan untuk menerima” (Noah Webster, American Dictionary of the English Language, 1828). Ini sangat berarti, karena saya dapat melihat dengan lebih jelas bahwa dalam keadaan saya yang sebenarnya yang bersifat rohaniah, saya tidak mungkin mengalami rasa sakit. Kepercayaan bahwa saya bersifat kebendaan adalah yang perlu dihapus dari pikiran saya.
Ketika berpegang pada kebenaran-kebenaran ini, saya akan terbebas dari rasa sakit itu, dan berkali-kali saya merasa telah sembuh, tetapi masalah itu akan kembali sekitar seminggu kemudian.
Pada suatu hari ketidaknyamanan itu sangat parah. Saya mencoba mengikat tali sepatu saya, tetapi tidak dapat membungkuk untuk melakukan tugas yang sederhana itu. Sampai saat itu saya belum memberitahu suami saya bahwa saya menghadapi masalah. Sekarang, saya harus minta kepadanya untuk mengikat tali sepatu saya, yang dilakukannya dengan penuh kasih. Lebih dari yang sudah-sudah, saya merasa putus asa dan tidak berdaya.
Beberapa hari kemudian, saya menghadapi keadaan yang sama. Kali ini, alih-alih minta tolong suami saya, saya sadar bahwa saya telah membiarkan diri dipermainkan cukup lama oleh kepercayaan keliru yang merintangi saya untuk berfungsi secara normal. Lalu muncul pikiran, “Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat!”
Saya sadar bahwa penolong saya yang sesungguhnya dan satu-satunya adalah Allah, dan bahwa Dia ada bersama saya. Saya memutuskan untuk duduk dan mendengarkan Allah memberitahukan apa yang perlu saya ketahui, sekali pun saya harus duduk di sana sepanjang hari. Pada kenyataannya, hal itu hanya memerlukan beberapa menit. Pesan yang saya terima adalah, “Kamu selaras dengan Roh.” Saya dapat melihat dengan jelas bahwa saya tidak dapat salah diselaraskan atau lepas dari keselarasan dengan Allah, melainkan selalu selaras secara sempurna dengan Roh, sama seperti gambar kita selaras sempurna dengan aslinya ketika kita melihat di cermin. Saya juga menyadari bahwa rasa sakit itu sama sekali hilang. Saya membungkuk, mengikat tali sepatu saya, dan melompat dengan kebebasan sempurna serta sukacita yang besar! Ini terjadi lebih dari sepuluh tahun yang lalu, dan kesembuhan itu permanen.
Dari pengalaman ini saya belajar betapa pentingnya menjaga agar pikiran tetap selaras dengan Allah, Roh, dan tidak terpengaruh oleh apa yang digambarkan dan didiktekan tubuh. Kata-kata tidak dapat menyatakan rasa syukur saya untuk kesembuhan ini dan untuk pengertian bahwa Allah, Ibu-Bapa kita, adalah pertolongan yang senantiasa hadir yang memenuhi setiap keperluan manusia.
Dorothy Bey
Town and Country, Missouri, AS