Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

MENYELESAIKAN MASALAH KITA

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Agustus 2022


Banyak pelajar Ilmupengetahuan Kristen, dan juga orang Kristen pada umumnya, membuat kesalahan dengan melakukan usaha terlalu banyak pada awalnya, atau lebih baik dikatakan, pada awalnya tidak memilih dengan benar tahapan atau penyataan kesesatan yang hendak diatasinya. Kesesatan sebagai suatu keseluruhan menyajikan banyak masalah untuk diselesaikan, dan tidak ada pelajar pemula dalam Kekristenan yang kompeten untuk menangani semua itu sekaligus, dan berhasil. Dia harus memilih di antara masalah-masalah itu, dan menanganinya satu per satu, meskipun benar, bahwa mengatasi suatu masalah apa pun membantu penyelesaian dari semua masalah yang lain.  

Kesalahan yang paling sering dilakukan banyak orang yang berusaha menjadi Ahli Ilmupengetahuan Kristen adalah berupaya membuktikan kedamaian di luar dirinya sebelum mereka membuktikan kedamaian di dalam dirinya. Mereka berpikir harus menyelesaikan masalah-masalah dunia, atau masalah-masalah gereja mereka, atau setidaknya masalah-masalah keluarga atau teman-teman mereka, sebelum menyelesaikan masalah mereka sendiri. Urutan pembuktian yang ilmiah adalah justru sebaliknya. Kita harus membuang balok dari mata kita sendiri sebelum dapat melihat dengan jelas untuk membuang selumbar dari mata saudara kita. Artinya, kita harus cukup mengenal Allah, kebaikan, dan pemahaman kita tentang Allah harus cukup kuat tertanam dalam kesadaran kita, kita harus cukup mampu duduk “dalam lindungan Yang Mahatinggi,” sehingga boleh dikata, dalam kesadaran kita sendiri, kita telah menjadi kebal terhadap anak panah kesesatan, sebelum kita ditempatkan dengan cukup kuat dalam kebaikan agar bisa melayani orang lain dengan sangat baik. Jika di dalam diri kita, kita tidak mempunyai pegangan kuat pada kedamaian dan keselarasan, kita tidak akan banyak menyebarkan sifat-sifat ini kepada orang lain atau pada keadaan di luar diri kita. 

Para pemula dalam Ilmupengetahuan Kristen perlu mengikuti teladan Yesus. Sebelum melakukan pelayanannya, Yesus menyendiri, selama empat puluh hari, di padang belantara, untuk berdoa. Yesus melihat bahwa setiap orang harus menyatukan kesadarannya dengan Allah, kebaikan, secara akrab dan kuat dan tidak dapat dirubah, sebelum menangani masalah-masalah dunia. Selama empat puluh hari itu, ada penyakit untuk disembuhkan, kejahatan untuk dibuang, kesalahan untuk diperbaiki, tetapi untuk saat itu Yesus tidak mengindahkannya; Yesus memberikan seluruh perhatiannya untuk tinggal dengan kuat dan bertumpu pada kesadaran yang tetap akan Allah, kebaikan, agar dia dapat menghadapi kejahatan-kejahatan itu dengan jauh lebih berhasil di kemudian hari, tanpa terjatuh selama proses tersebut. 

Kita tidak perlu melakukan perjalanan fisik ke padang belantara yang kebendaan untuk mengikuti teladan Yesus dalam hal ini. Cukuplah sementara waktu menarik pikiran kita dari masalah orang lain, agar kita dapat memberikan seluruh perhatian untuk menyelesaikan masalah kita, — mengenal Allah dengan secukupnya sehingga kita selalu tetap merasa damai di hati, bahkan ketika badai kesesatan mengamuk di sekeliling kita. Ketika kita telah membuktikan damai yang tetap di hati kita sehingga kemarahan, iri hati, dengki, kebencian, menyesali diri sendiri, terus-menerus meratapi kesalahan, dan sejenisnya, tidak reaktif karena kelakuan orang lain, maka kita telah mencapai posisi untuk benar-benar berguna dalam menyelesaikan kesesatan di dalam keluarga kita, di gereja, dan di dunia pada umumnya. Tentu saja pembuktian seperti itu terjadi secara bertahap. Barangkali hanya sedikit sekali orang yang sudah mencapai ketinggian rohaniah seperti itu sehingga perasaan yang tidak selaras tidak pernah dibangkitkan di dalam diri kita, untuk sementara menjadi aktif; tetapi kita harus sudah cukup menyatu dengan Allah, cukup terbiasa tinggal dalam kesadaran akan kebaikan, cukup waspada terhadap kesesatan, sehingga kita dengan segera mengeluarkan penyusup-penyusup yang melawan kesadaran yang selaras itu, alih-alih membiarkannya masuk dan merangkulnya, sebelum kita benar-benar bisa berguna bagi sesama. 

Bahkan dalam pengalaman orang-orang yang paling kuat dalam kebenaran, ada saat-saat ketika bagi pancaindra, kesesatan terlihat sangat banyak dan mengamuk. Di saat seperti itu kewajiban pertama orang Kristen adalah menyelamatkan perasaannya sendiri untuk tidak mengambil bagian dalam amukan kesesatan. Dengan upaya yang terbaik, mungkin hanya inilah yang bisa dilakukannya, dan kadang-kadang dia akan berhasil jika melakukan hal ini; tetapi, kecuali jika dia melakukan hal ini sebagai tindakan yang pertama, dia tidak bisa membantu dirinya sendiri atau orang lain. Kesesatan yang mengamuk seperti itu dibicarakan oleh nabi Yehezkiel dan dia memberi tahu kita: “Biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel, dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH” (Yehezkiel 14:14). Jika orang-orang yang memiliki iman luar biasa kuat ini saat menghadapi situasi yang tidak menguntungkan seperti yang mereka alami, hanya akan dapat menyelamatkan perasaannya sendiri untuk tidak mengambil bagian dalam kesesatan, hanya sanggup melakukan tidak lebih daripada memelihara kesadaran rohaniahnya sendiri, maka sudah pasti ada saat-saat ketika kita, yang belum mengalami ujian air bah, atau ujian melalui penderitaan dan kehilangan semua milik duniawi, dan yang belum berhasil selamat dari gua singa—lebih baik tidak melakukan sesuatu selain memelihara kedamaian kita sendiri. 

Sehubungan dengan hal ini, kisah nabi Nuh dan bahteranya sangat mencerahkan. Sebagai lambang, air bah mungkin menggambarkan lautan kesesatan yang mengamuk; tanah yang padat sebagai perasaan yang tetap akan kebenaran, yang untuk sementara seakan tertutup seluruhnya dan tersembunyi oleh laut; sedangkan bahtera melambangkan kesadaran rohaniah yang dengan aman berada di atas ombak yang bergelora. Kesadaran rohaniah adalah tempat yang aman bagi Nuh, anak-anaknya, dan istri-istri mereka, tetapi tidak ada orang lain di dunia yang dapat berada di dalam bahtera kesadaran rohaniah ini, jadi tidak ada orang lain yang selamat dari air bah itu. Bahtera itu hanya memiliki satu jendela, yang terbuka ke arah surga, ke arah terang dan kebenaran dan kebaikan, — bahtera itu tidak memiliki jendela pada sisinya untuk melihat lautan kesesatan. Dari waktu ke waktu nabi Nuh mengirimkan pikiran kedamaian, burung merpati; tetapi burung itu tidak menemukan tempat beristirahat, tidak ada tanah padat kebaikan yang terlihat di atas banjir, karena itu merpati itu kembali kepada nabi Nuh. Dengan demikian nabi Nuh tahu bahwa air kesesatan belum surut, dan dia terus berdiam di dalam bahtera kesadaran rohaniah sampai kesesatan menghancurkan dirinya sendiri, dan karena itu surut, setidaknya sampai taraf tertentu. Ketika sekali lagi nabi Nuh mengirimkan merpati, yakni pikirannya yang penuh kedamaian, merpati itu menemukan tempat beristirahat, dan tidak kembali. Maka nabi Nuh tahu bahwa kesesatan sudah cukup menghancurkan diri sendiri, dan cukup banyak kebenaran serta kebaikan telah muncul di luar, sehingga aman baginya untuk mulai membuat persiapan untuk keluar dari bahtera: yakni, menjangkau keluar dengan iman dan cita-cita yang luhur, demi kebaikan umat manusia. 

 Seringkali ada anggota keluarga kita, atau anggota gereja kita, atau tetangga kita, yang begitu puas dengan keadaan mereka sekarang sehingga hal yang paling arif yang dapat kita lakukan adalah melindungi kesadaran kita sendiri dan membiarkan kesesatan itu menghancurkan dirinya sendiri, sementara dengan tenang kita tetap tinggal dalam kesadaran bahwa tidak sesuatu pun yang sejati, tidak sesuatu pun yang baik, dapat dihancurkan atau dihilangkan. Ketika kesesatan telah cukup menghancurkan diri sendiri dalam kesadaran orang lain melalui penderitaan, waktunya akan tiba saat mereka siap menerima bantuan yang dapat kita berikan. Ada baiknya bagi kita untuk kadang-kadang mengucapkan kata-kata yang membawa damai, pikiran tentang Ilmupengetahuan; tetapi jika sikap mereka tidak menunjukkan bahwa pikiran tentang Ilmupengetahuan ini mendapatkan tempat di dalam kesadaran mereka di mana pikiran itu dapat tinggal tanpa membangunkan penyataan kesesatan yang dahsyat, yang harus kita lakukan adalah tetap tinggal dengan tenang di dalam bahtera kesadaran kita tentang Kebenaran. Jika dalam upaya kita membantu mereka, kita sendiri terseret dari bahtera ke dalam laut kesesatan, maka banyak kerugian yang terjadi bagi kita dan bagi mereka. Ketika si anak hilang memilih tinggal di negeri yang jauh, “tidak seorang pun melayaninya” (Lukas 15:16, menurut Alkitab Bahasa Inggris). Dengan kata-kata ini Yesus seakan menunjukkan dengan cukup jelas bahwa membiarkan mereka sendiri adalah doa penyembuhan yang paling manjur bagi mereka yang membandel dalam kesesatan. 

Penafsiran yang tepat atas beberapa ayat dalam bab pertama Kitab Kejadian memberi kita tambahan pemahaman tentang hak istimewa dan kewajiban kita. Alam semesta Allah tidak pernah “diciptakan” dalam arti dikembangkan dari keadaan  yang sebelumnya tidak ada. Alam semesta Allah sama abadi seperti Allah sendiri. Setiap Ahli Ilmupengetahuan Kristen yang diajar dengan benar akan mengetahui fakta ini, tanpa argumentasi dari Ayat Suci untuk mendukungnya, meskipun bukti tentang hal itu dapat dengan mudah diberikan. Oleh karena itu, tulisan dalam bab pertama Kitab Kejadian bukanlah tulisan tentang penciptaan, melainkan tulisan dari penulis yang diilhami, tentang saat-saat pemahamannya mengenai alam semesta yang sudah selalu ada, semakin maju. Ny. Eddy di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan (hlm. 504), berkata, “Bukankah ini lebih merupakan suatu pewahyuan daripada suatu kejadian? Bahwasanya ide-ide Allah menjadi nyata secara berturut-turut, digambarkan sebagai terjadi pada beberapa petang dan pagi — tetapi karena belum ada waktu matahari, perkataan itu menunjukkan pandangan tentang Allah yang makin jelas secara rohaniah — pandangan yang tidak dinyatakan oleh kegelapan dan fajar yang kebendaan.”

Sementara kita melewati masa-masa pemahaman yang sedang maju, penanggapan insani mungkin sedikit banyak mengalami kegelisahan dan keresahan. Ada “hari-hari” ketika semua kelihatan terang dan jelas. Lalu masalah-masalah lain akan muncul, yang untuk sementara, tidak bisa kita selesaikan, dan kita mungkin melewati periode “malam.” Lalu kita berhasil memecahkan atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan dari pemahaman atau pengalaman ini, dan masuk ke dalam “pagi” yang lebih cerah dan penuh. Akhirnya, kita sampai pada tujuan, yaitu pemahaman yang penuh, di mana kita mengetahui kebenarannya, dan tahu bahwa kita mengetahuinya, dan merasa yakin secara ilmiah bahwa kita dapat menetap di dalam kesadaran akan Kebenaran dan melindungi diri kita sendiri dari penguasaan kesesatan. Meskipun masih banyak yang belum kita buktikan, tetapi kita merasa bahwa kita memahami Allah, memahami alam semesta-Nya, dan memahami diri kita sendiri, dan bahwa kita cukup kuat berpegang kepada kebenaran sehingga kita dapat menjalani kemajuan kita secara bertahap sampai kepada pembuktian yang lengkap akan apa yang kita ketahui adalah benar, tanpa izin atau rintangan dari kesesatan. 

Manakala kita telah mencapai kesadaran ini, kita telah mencapai hari istirahat—sama sekali bukan suatu saat ketika kita tidak melakukan apa-apa, melainkan saat penuh kegiatan dalam membuktikan kebenaran. Seperti Allah, kita dapat “beristirahat sedang kita bekerja” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm 519). Kita bekerja dengan giat demi kemajuan kita dan kemajuan sesama. Sedang kita melakukan hal ini, kita dihadapkan kepada berbagai macam kesesatan, tetapi semua itu tidak mengganggu keselarasan kesadaran kita ketika kita mengatasi semua itu. Kita cukup kuat dalam kebenaran sehingga kesesatan-kesesatan itu tidak dapat mengganggu kita. Oleh karena itu kita beristirahat dengan sempurna, bahkan sementara kita bekerja secara aktif. Masa istirahat ini, hari peristirahatan ini, adalah hari Sabat kita. Kita harus mengikuti perintah, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat:” (Keluaran 20:8) artinya, kesadaran kita harus bertumpu pada Allah, jangan kita biarkan pikiran dan perasaan yang tidak selaras, menjengkelkan, dan tidak kudus memasuki kesadaran kita. Kita harus menjaga kesadaran kita tetap murni dan jernih, dan hari Sabat kita, kesadaran rohaniah kita, yang telah kita dapatkan, harus berlangsung selamanya.  

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.