Pedang adalah kepercayaan bahwa kita harus menebas musuh-musuh kita untuk menyelamatkan diri; bahwa kita harus merampas dari sesama untuk menjamin kelimpahan kita; bahwa kita harus merubah lingkungan kita untuk bahagia.
Kepercayaan ini, dan praktik yang ditimbulkannya, menunjukkan kurangnya kepercayaan kita bahwa Allah adalah satu-satunya kuasa, perlindungan, serta suplai, dan menyebabkan kita kehilangan bantuan ilahi.
Kita tidak bisa menutupi ketidakmampuan kita untuk membuktikan, dengan alasan keadaan yang kurang menguntungkan, oposisi, campur tangan, tidak adanya kesempatan dan sebagainya. Tidak ada alasan yang akan diterima Asas yang maha-bijaksana, yang “menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku.”
Bukan sesudah semua musuh kita terbunuh; melainkan selagi mereka masih ada dan tetap merupakan musuh kita, selagi mereka melakukan semua yang dapat mereka lakukan untuk menghalangi keselarasan kita; bahkan saat itulah Hidangan Kebenaran disediakan dan kita dapat menikmati semua berkat Kasih yang tidak berhingga.
Senjata yang bersifat Kristiani dan Ilmiah adalah pemahaman bahwa Allah, Roh, adalah satu-satunya kuasa. Ada pernyataan bahwa terdapat kuasa-kuasa lain yang bisa mempengaruhi kita untuk mengalami ketidakselarasan dan penderitaan; tetapi pernyataan ini tentulah palsu, karena Allah, sesungguhnya, adalah satu-satunya kuasa.
Kesimpulan yang ditarik dari fakta-fakta ini adalah bahwa pengaruh yang seakan dimiliki oleh yang disangkakan sebagai kuasa-kuasa ini atas diri kita, disebabkan karena kepercayaan kita sendiri kepada kuasa-kuasa seperti itu. Kepercayaan palsu di dalam diri kita ini menjadikan kita dapat disentuh oleh musuh yang ada di luar; oleh karena itu kita harus mengatasi kepercayaan kita sendiri bahwa kejahatan dapat mencederai kita.
Musuh yang ada di luar hendak menciptakan di dalam diri kita suatu konsep palsu tentang dirinya sendiri, tentang yang disangkakan sebagai kuasanya dan tujuannya yang jahat; tetapi kita harus dalam-dalam mengubur diri kita di dalam kesadaran akan fakta bahwa Kasih adalah satu-satunya kuasa serta kehadiran, sehingga kita tidak dapat lagi mendengar bisikan-bisikan kesesatan.
Ketika kita berbicara tentang musuh-musuh kita, yang kita maksud terutama bukanlah orang-orang jahat, melainkan segala sesuatu yang disangkakan sebagai unsur atau pengaruh asing yang berperang melawan keselarasan kita, seperti lingkungan yang tidak menguntungkan, penganiayaan, kebencian.
Dalam perjalanan kita menuju surga, yang kita perlukan adalah menghancurkan musuh-musuh kita dengan menghancurkan kepercayaan kita sendiri akan kuasa mereka. Dengan mengenakan pemahaman bahwa Kasih adalah satu-satunya kuasa, kita tahu bahwa kesesatan tidak memiliki kuasa, dan kita terus maju dalam perjalanan kita, tidak tercederai oleh musuh apa pun.
Cawan Yesus (dan ia mengatakan, “minumlah, kamu semua, dari cawan ini”) adalah untuk membuktikan melalui pemahamannya tentang hukum ilahi, apa yang dapat dilakukan Allah baginya di hadapan bahaya yang sebesar-besarnya yang mungkin ada, dan itu pun tanpa Yesus harus berpaling kepada bentuk pertahanan kebendaan apa pun; juga untuk membuktikan bahwa hanya Allah saja yang ia butuhkan untuk menjamin keamanan dan perlindungan.
Yesus menetapkan suatu jenis peperangan baru melawan dosa, penyakit, dan maut, dan hidupnya adalah suatu teladan bagi kita.
Para muridnya, karena tidak memahami cara Yesus mengatasi kejahatan, berusaha membunuh musuh-musuhnya. Petrus menarik pedangnya dan menebas salah satu pelayan kesesatan. Yohanes ingin mendatangkan api dari langit dan membakar musuh-musuhnya seperti yang dilakukan Elia. Yesus menjawab: "Anak manusia tidak datang untuk menghancurkan hidup manusia, melainkan menyelamatkan mereka.” Pedang Roh memisahkan Kebenaran dari kesesatan, tetapi tidak melakukan kekerasan kepada siapa pun.
Peperangan orang Kristen adalah perjuangannya untuk perdamaian. Jendral yang bijaksana adalah yang kalau mungkin menghindari pertarungan terbuka, dan melemahkan kemampuan berperang musuh dengan menyebabkannya menghabiskan kekuatannya tanpa hasil bagi dirinya sendiri. Penggulingan akhir dari kekuasaan Inggris atas Koloninya di Amerika tanpa diragukan disebabkan keberhasilan Washington untuk berkali-kali menarik mundur pasukannya.
Tidak ada kemenangan lebih besar yang pernah dicapai daripada kemenangan Sang Guru kita di Getsemani, yang menyanggupkannya berkata, "jadilah kehendak-Mu."
Jika Yesus menggunakan pedang dan mengumpulkan para pengikutnya dalam suatu batalion, tanpa diragukan dia dapat membuktikan diri sebagai satria perkasa, tetapi hal itu hanya sama saja dengan yang dilakukan Yosua dan Daud jauh sebelumnya.
Misi Sang Guru kita adalah menetapkan kerajaan Allah; bukan dengan menaklukkan musuh-musuhnya secara kebendaan, melainkan dengan kuasa roh; bukan dengan mengalahkan atau membunuh musuh-musuhnya, melainkan dengan membiarkan mereka menghabiskan kekuatan mereka dalam upaya melawannya, sementara dia memenangkan ujian dan membuktikan bahwa semua itu tidak dapat mempunyai pengaruh atas dirinya.
Seandainya Yesus berperang menggunakan pedang, meskipun mungkin berhasil, dia hanya akan membuktikan kepercayaan kebendaan bahwa kekuatan fisik yang lebih besar dapat mengalahkan yang lebih kecil. Elia melakukan hal ini, ketika dibuktikannya bahwa api kebendaan lebih hebat daripada lima puluh prajurit yang setiap kali dikirim Ahazia.
Yesus memiliki pelajaran yang lebih tinggi dari semua ini untuk diajarkan. Dia menolak tawaran Petrus yang menggoda, untuk melawan dengan pedang, dan tanpa senjata kecuali Kasih yang tidak berhingga, dia menantang musuh-musuhnya untuk melakukan semua yang dapat mereka lakukan, bahkan untuk melenyapkan tubuhnya yang akan ditampilkannya kembali dalam tiga hari, tetap hidup dan utuh. Yesus sama sekali tidak melawan, tetapi membiarkan musuh-musuhnya melampiaskan kekuatan mereka yang sebesar-besarnya terhadapnya, bahkan untuk mengambil apa yang disebut penanggapan insani sebagai hidupnya, meskipun demikian, dia masih tetap hidup. Dalam tiga hari dia keluar dari kubur seperti yang telah dijanjikannya, tetap hidup, dan dengan tubuh yang sama yang disangka musuh-musuhnya telah mereka bunuh. Yesus telah menang atas ujian tersebut dan membuktikan bahwa kefanaan tidak memiliki kuasa.
Musuh-musuh Yesus tidak pernah lagi berusaha menghancurkan hidupnya. Satu-satunya yang telah mereka bunuh adalah kepercayaan mereka sendiri bahwa mereka dapat membunuhnya, dengan demikian menunjukkan bagaimana kesesatan menghancurkan dirinya sendiri. Dengan mengenakan kebenaran, senjata-senjata fana jatuh tidak berdaya di kakinya.
Kesesatan diyakinkan akan ketidakberdayaannya serta ketidaksesuatuannya dan tidak pernah dapat bangkit lagi. Kasih tidak hanya memelihara Yesus, tetapi telah mengalahkan musuh-musuhnya. Inilah teladan bagi kita.
Kita tidak bisa secara Ilmiah atau dengan aman menggunakan pedang. Jika kita berperang dengan pedang, kita harus menerima kemungkinan yang sama untuk dibunuh, seperti musuh-musuh kita. Kasih harus menjadi perisai kita, sampai peluru musuh kita habis, bayonet mereka kehilangan ujungnya, dan pedang mereka kehilangan ketajamannya.
Sementara musuh-musuh Yesus menggeliat dalam kedengkian dan kebencian mereka, dia mengalahkan daging dan naik kepada Sang Bapa.
Angin dapat bertiup, badai dapat mengamuk, penyakit dapat memenuhi bumi, panen dapat gagal, kehancuran dan kebinasaan dapat ada di mana-mana; tetapi dengan mengenakan kebenaran, aman dalam pelukan Kasih yang tidak berhingga, kita disuplai dengan kerohanian yang melimpah; dan keselarasan, damai, keamanan, dan kepuasan menang.