Selama berabad-abad orang Kristen telah berdoa, “Jadilah kehendak-Mu” (Matius 6:10). Meskipun begitu betapa sering doa ini dipanjatkan dengan kepasrahan yang penuh kesedihan, atau mental yang setengah hati, dengan harapan jika saja kehendakNya tidak terjadi!
Hampir dua ribu tahun silam rasul Paulus menulis kepada jemaah di Roma, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna" (Roma 12:2). Mungkin kita mengakui dengan samar-samar bahwa kehendak Allah adalah baik dan sempurna, tetapi sudahkah kita melihat betapa kehendakNya sangat berkenan, bukan saja kepada Allah tetapi juga kepada kita?
Beberapa tahun yang lalu, ketika tugas sementara suaminya berakhir, penulis mulai membuat rencana untuk kembali ke rumah mereka sebelumnya. Tetapi terjadi kekacauan, dan kelihatannya tidak mungkin membuat pengaturan yang memuaskan dan pasti. Penulis merasa telah melakukan pekerjaan mental yang tulus untuk melaksanakan rencananya, tetapi ia merasa sangat frustasi. Kemudian pernyataan Ny. Eddy tiba-tiba datang padanya, “Sabarlah menunggu sampai Kasih ilahi melayang-layang di atas muka air budi fana dan membentuk paham yang sempurna” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 454).
"Wah, tentu saja," pikirnya, “Saya telah berpikir bahwa sayalah yang harus menciptakan konsepnya, dan tidak memperhitungkan Kasih dalam konsep itu.” Sukacita yang besar serta kelegaan mengisi kesadarannya ketika dengan jelas ia melihat bahwa hanya konsep Kasih yang sempurna, kehendak Allah yang berkenan, yang dapat ditunjukkan kepadanya. Sore itu, ketika pulang suaminya menceritakan bahwa tiba-tiba suatu pekerjaan baru yang sedang berkembang ditawarkan kepadanya. Maka satu tahun yang penuh sukacita pun mereka jalani.
Dalam alam semesta Kebenaran, seperti ditunjukkan Ilmupengetahuan Kristen, tidak ada sesuatu yang menghalangi terjadinya kehendak Allah. Tidak sesuatu pun dapat merintangi kehendakNya, tidak sesuatu pun dapat mengganggunya, tidak sesuatu pun dapat membalikkannya, dan tidak sesuatu pun dapat mengubahnya. Dan kehendakNya itu tidak terjadi di masa datang; hal itu terjadi saat ini juga; sesungguhnya, itulah semua yang terjadi saat ini juga. Memahami hal ini, kita dapat membuktikan bahwa semua intrik dari yang disangkakan sebagai kejahatan, semua kesalahan budi fana, semua penafsiran yang keliru tentang Kalam oleh dugaan insani, semua keinginan yang picik dan kesewenang-wenangan penanggapan perorangan tidak pernah dapat menghalangi, menunda, atau mengganggu terjadinya kehendak Allah. Jika kita menundukkan penanggapan insani, yang selalu mengedepankan caranya sendiri, kepada keinginan yang tulus untuk melihat kehendak Allah jadi secara rohaniah, maka kehendak ini dinyatakan kepada kita sebagai “apa yang baik, yang berkenan ... dan yang sempurna,” dan kita melihat cara untuk menjadikannya nyata secara insani.
Untuk membuktikan dalam pengalaman insani kehendak Allah yang berkenan, kita, seperti ditulis Paulus, "Jangan .... menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubah ...” karena pembaharuan pikiran. Dengan kata lain, janganlah kita menuntut atau menerima konsep fana tentang diri kita sendiri atau orang lain. Menyangkal konsep fana ini dengan kata-kata adalah mudah. Meniadakannya dengan pemahaman yang diluhurkan akan kepalsuannya yang mutlak adalah lebih sulit. Setiap kali kita menginginkan cara kita, setiap kali kita bekerja agar rencana kita yang terjadi, setiap kali kita merasa kecewa, kecil hati, atau frustasi, tidakkah kita menjadi “serupa dengan dunia ini”?
Apakah kita terganggu jika suatu keputusan yang diambil dalam suatu rapat gereja tidak sesuai dengan apa yang kita anggap paling baik? Maka kita dapat menolak untuk membiarkan pikiran kita menjadi serupa dengan dunia ini, dan “sabar.... menunggu sampai Kasih ilahi melayang-layang di atas muka air budi fana dan membentuk paham yang sempurna.”
Apakah kita tidak bersedia melaksanakan suatu tugas karena kita lebih senang melakukan hal yang lain? Budi insani tak dapat tiada akan mengacaukan setiap kesempatan untuk membuktikan kehendak Allah yang berkenan. Apakah suatu rencana yang sudah lama dinantikan menjadi kacau? Tidak sesuatu pun dapat meniadakan rancangan Kasih ilahi. Keyakinan yang mutlak dan penuh suka cita akan hal ini, bukan ulangan kata-kata semata atau penerimaan intelektual akan hal tersebut, akan membuat rencana itu terjadi atau menunjukkan cara yang lebih baik.
Apakah kesembuhan tak kunjung datang? Mungkin keinginan untuk menjadi lebih baik atau sembuh secara fisik telah menggoda kita untuk hanya berupaya agar lebih nyaman dalam zat atau berkeinginan memenuhi pandangan insani. Dalam membuktikan kehendak Allah yang berkenan, kita tidak dapat berkompromi dengan pandangan kebendaan atau dengan yang dikatakan sebagai hukum-hukum zat serta perkembangan fisik.
Apakah kita menerima saran yang tersembunyi dan membahayakan bahwa sesuatu dapat terjadi tanpa merujuk pemerintahan Allah? Tidak ada unsur kebetulan, yang menguntungkan atau merugikan, dapat mengganggu kemahakuasaan. Desakan yang konstan dan terus-menerus bahwa keberuntungan atau kebetulan dapat memasuki pengalaman kita harus disangkal dengan kuat. Sungguh suatu ejekan terhadap kehendak Allah!
Ketika Yesus Kristus memaklumkan doa yang terpenting dari segala doa, “Jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga” (Matius 6:10), tidakkah ia menyiratkan bahwa kita harus membuktikan, bahkan dalam konsep insani akan hidup ini, bahwa kehendak Allah adalah satu-satunya yang dapat terjadi? Ny. Eddy menjelaskan, “Budi baka, yang memerintahi segala-galanya, harus diakui sebagai mahakuasa dalam yang kita sebutkan alam yang kebendaan seperti dalam alam yang rohaniah” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 427). Dari seluk-beluk yang sekecil-kecilnya kehidupan sehari-hari sampai penjelajahan di bulan dan segala kerumitan perkembangan ruang angkasa, kita dapat bersukacita dalam keyakinan dan membuktikan fakta bahwa hanya kehendak Allah yang dapat terjadi.
Nabi Yesaya dengan tegas menyatakan fakta ini: “TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? Tangan-Nya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?" (Yesaya 14:27). Rancangan Allah dan pemenuhannya terjadi secara bersamaan. Tidaklah mungkin bagi Allah untuk merancang tanpa memenuhinya; dan manusia, sebagai pernyataan Allah, adalah pemenuhan itu sendiri dari rancangan tersebut. Ketika budi insani dibebaskan dari penanggapan palsu tentang kehendak, maka kehendak Allah yang berkenan, rancanganNya yang ilahi dan selaras, dinyatakan dan dipenuhi. Tidak sesuatu pun hadir untuk menghalangi atau mencegah pengembangan dari rancangan itu, terjadinya kehendak itu.
Adakah sesuatu yang dapat lebih memberikan sukacita daripada menemukan bahwa diri kita adalah penggenapan itu sendiri dari rancangan Allah, Kasih? Kita dapat menyatakan suka cita ini dengan menyatakan keakuan kita yang sejati sebagai ide Kasih yang mencerminkan kemampuan yang tidak berhingga dari Kasih untuk mengasihi, bebas dari ketakutan, kecurigaan, dan kemauan diri. Kita dapat menyatakan bahwa rancangan Jiwa untuk kita digenapi dalam diri kita dalam kelengkap-sempurnaan rohaniah kita, kepuasan kita, dan kemurnian kita. Rancangan Hidup dinyatakan dalam kegiatan yang tidak terputuskan dan selaras.
Ketika kita bangun setiap pagi menyadari bahwa hari ini hanya kehendak Allah yang dapat terjadi bagi kita, penggenapan akan rancanganNya, maka perasaan akan adanya tekanan, konflik, atau tuntutan kebendaan dibungkam. Keyakinan bahwa “Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya" (Filipi 2:13) mengangkat beban tanggung jawab pribadi dan memberikan kepastian bahwa keselarasan sedang terkembang.
Tidak ada selang waktu antara rancangan dan penggenapannya, antara kehendak Allah dan pernyataannya. Manakala kita mengamalkan kasih dari Kasih, kemurnian Jiwa, kepastian dari kemahakuasaan Kebenaran, kegiatan yang penuh sukacita dari Hidup, kemuliaan Roh, kita membuktikan "kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah..." Rancangan yang tak ternoda dan tidak bercela itu, rancangan yang murni dan suci itu, rancangan yang memberi kepuasan dan berkenan itu digenapi sekarang juga. Jika kita merasakan hal ini, maka kita berdoa “Jadilah kehendakMu” tidak dengan kealiman yang penuh ketakutan tetapi dengan pengharapan yang penuh keyakinan, karena melihat kepastian yang mulia dari kehadiran kebaikan yang tidak berhingga.