Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Kuasa Paskah—di masa ini

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Maret 2011

Diterjemahkan dari Christian Science Senetinel, edisi  29 Maret 2010


Setiap tahun, Paskah mengingatkan kita akan tujuan serta kemampuan Kristus yang abadi untuk meluhurkan umat manusia dan memulihkan yang seakan telah hilang dari pengalaman insani, dengan demikian memberi alasan untuk bersukacita bahwa kuasa Kristus senantiasa bekerja, senantiasa menebus, senantiasa memulihkan.

Sementara dunia   menghadapi ancaman bencana alam, serangan teroris, perekonomian yang tidak stabil, peperangan, pengembangan tenaga nuklir, penyakit, orang semakin mencari jawaban yang memuaskan, yang akan memulihkan harapan dan mendatangkan pemahaman yang baru  tentang hidup serta kemungkinan-kemungkinannya yang mulia.

Bukankah jawaban tersebut kita temukan dalam amanat Paskah yang sesungguhnya? Kristus yang telah bangkit memberi bukti kepada seluruh umat manusia bahwa hidup tidak ada di dalam zat dan tidak berasal dari zat, melainkan sepenuhnya bersifat rohaniah, utuh, dan oleh karena itu dapat kita alami dalam pembaharuan dan pemulihan di sini dan sekarang juga—apa pun keadaan insani yang kita hadapi.

Setelah penyaliban dan kebangkitan Yesus, dua orang muridnya (mungkin dua di antara ke 70 murid Yesus) tidak dapat menerima ide tentang kebangkitan dari maut. Mereka telah percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, dan sekarang Yesus telah tiada. Meskipun beberapa wanita memberitahu bahwa kuburan Yesus terbuka dan kosong dan melihat malaikat mengatakan bahwa Yesus telah bangkit, bukti bahwa Yesus telah mati terasa begitu sejati bagi kedua murid itu sehingga mereka kehilangan harapan. Mereka meninggalkan Yerusalem dengan hati yang berat menuju desa Emaus, yang berjarak kira-kira tujuh mil dari Yerusalem.  Ditinjau dari maksud dan tujuannya, mereka menuju arah yang salah, tidak mampu melihat melampaui kesaksian yang disampaikan mata dan telinga mereka.

Meskipun demikian, Yesus tidak menyalahkan atau mencoret mereka sebagai muridnya. Di Bab 24 Injil Lukas tertulis bahwa Yesus menemui mereka dan berjalan bersama mereka. Yesus tidak langsung berusaha menyuruh mereka kembali. Allih-alih demikian Yesus membiarkan kuasa Firman menyentuh hati mereka pada waktu dia berjalan bersama mereka dan mengajar mereka dari Kitab Suci.  

Waktu malam tiba, ketika mereka makan bersama, kedua murid itu sadar bahwa orang yang memecah dan memberkati roti adalah Yesus. Pada saat itu Yesus menghilang dari penglihatan mereka. Tetapi kita dapat membayangkan sukacita dan pembaharuan yang mereka rasakan saat   menyadari bahwa janji Yesus tentang kebangkitannya dari kubur telah digenapi! Yesus telah membuktikan apa yang diajarkannya tentang sifat  hakiki Allah sebagai Roh yang mahakuasa dan maha-hadir; bahwa manusia diciptakan sebagai gambar dan keserupaan Roh; dan, oleh karena itu, zat dan kesaksian pancaindera adalah tidak sejati.

Kedatangan Kristus ini, pewahyuan akan Kebenaran ini, memulihkan sukacita kedua murid itu, dan mereka membaktikan kembali hidup mereka kepada misi mereka. Meskipun hari masih gelap, mereka segera berangkat, kembali ke Yerusalem untuk menceriterakan kepada para murid yang lain apa yang telah mereka lihat. Jalan-jalan di daerah itu tidak aman pada malam hari, tetapi mereka tidak lagi peduli terhadap kesaksian kebendaan. Terang yang dinyalakan Kristus di dalam hati mereka, cukup untuk mendorong mereka maju, apa pun keadaan insani yang mereka hadapi.  

Ceritera tersebut mengandung suatu jaminan yang luar biasa bagi kita masing-masing, saat kita mendapati bahwa sesuatu—atau semua yang kita kasihi dan hargai—terenggut dari diri kita. Pembuktian Yesus akan ketidakmampuan keadaan kebendaan untuk merubah keabadian hidupnya di dalam Allah merupakan suatu contoh bagi semua orang dalam melakukan perjalanan untuk menjadi murid Yesus. Karena, seperti dijelaskan Rasul Paulus, “hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah” (Kol 3:3).

Baik ketidakpastian atau kehilangan yang kita hadapi besar atau kecil, Kristus selalu tersedia untuk memberi kita pembaharuan yang sama seperti yang dialami Yesus selama tiga hari di dalam kubur dan seperti yang dialami kedua muridnya dalam perjalanan ke Emaus. Meskipun demikian kita perlu membiarkan pesan Kristus ini meluhurkan pikiran kita untuk mengenali pandangan rohaniah tentang kesejatian. Dalam suatu paragraf berjudul pinggir “Keakuan yang diperbaharui,” di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, Ny. Eddy menulis, “Marilah kita rasai tenaga ilahi Roh, yang membawa kita kepada kebaharuan hidup dan yang tidak mengakui, bahwa ada suatu kekuasaan yang fana atau kebendaan yang dapat memusnahkan. Marilah kita bersuka cita, bahwa kita takluk kepada ‘kekuasaan-kekuasaan yang ada’” (hlm. 249).  

Saya telah mengalami kuasa pembaharuan Kristus berkali-kali di dalam hidup saya. Salah satu contoh sederhana terjadi segera setelah saya menyelesaikan kuliah, ketika saya mendapatkan pekerjaan mengajar di sekolah tempat saya baru saja menyelesaikan pelatihan untuk menjadi guru. Saya benar-benar ingin mengawali pekerjaan saya di sekolah di mana para pengajar dan muridnya sudah saya kenal, alih-alih harus menghadapi suatu lingkungan yang baru. Saya sungguh bergembira atas tawaran pekerjaan tersebut, dan suami saya dan saya kemudian membeli rumah dan mobil yang lebih baru.

Saya terkejut saat menjelang awal tahun ajaran, saya dihubungi oleh kepala sekolah yang mengatakan bahwa seseorang yang lebih senior telah minta dipindahkan ke sekolah tersebut, dan mendapatkan pekerjaan yang telah diberikan kepada saya. Menurut  persyaratan dalam kontrak, saat itu saya menjadi tuna karya. Kemarahan dan kebencian seakan merupakan reaksi yang wajar—seperti juga ketakutan bagaimana membayar cicilan rumah dan mobil. Hal itu terjadi sangat dekat dengan awal tahun ajaran, sehingga kelihatannya tidak mungkin mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan saya. Sebelum saya ditawari pekerjaan itu saya telah berdoa mengenai masalah pekerjaan dan keuangan keluarga, dan saya merasa yakin bahwa tawaran itu adalah kehendak Allah bagi saya. Sekarang rasanya semua harapan saya hancur. Saya dengan mudah akan bergabung dengan kedua murid yang pergi menuju ke Emaus, merasa sedih dan tanpa harapan. 

Ketika berdoa mengenai keadaan tersebut, saya sadar bahwa Kristus yang dibuktikan Yesus dengan begitu sempurna telah didefinisikan oleh Ny. Eddy dengan cara yang sangat membantu dan mencerahkan, yakni sebagai “amanat ilahi dari Allah kepada manusia, yang berbicara kepada kesadaran insani” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 332). Pemahaman mengenai Kristus, yang tidak dibatasi waktu dan ruang ini, menjadikan kita mampu berharap untuk mendengar amanat akan harapan yang selalu tersedia, dan juga janji akan pembaharuan serta pemulihan, apa pun keadaan yang kita hadapi. Saya sadar harus membiarkan Kristus meluhurkan pikiran saya dari gambaran yang sangat terbatas tentang kehilangan dan kekurangan, bencana dan kemurungan, untuk melihat keadaan tersebut dari sudut pandang yang lebih rohaniah, dan berpaling dari gambaran yang sangat mengerikan tentang ketidakpastian ekonomi.

Lama-kelamaan, saya merasakan suatu keyakinan yang dalam bahwa setiap orang yang diciptakan Allah mempunyai tempat dan tujuan yang unik dalam kerajaan Allah. Tidak pernah sesaat  pun ada orang yang dapat mengambil tempat saya, tidak pernah sesaat pun tidak ada tempat khusus bagi saya. Kemudian, saya merasakan bimbingan yang  jelas untuk melamar ke sekolah lain di wilayah tersebut alih-alih menunggu penempatan dari kantor wilayah.

Saya menindak-lanjuti lamaran itu dengan menelpon sekolah tersebut setiap hari, tanpa kekhawatiran. Terang amanat Kristus telah menghapuskan kemarahan dan kebencian  dan ketakutan yang telah mengisi pikiran saya. Saya merasa yakin bahwa saya hanya tunduk kepada "kekuasaan-kekuasaan yang ada."  Bahkan, saya merasakan apa yang tentunya dirasakan kedua murid Yesus saat mereka kembali ke Yerusalem dan saat menemukan Kristus telah bangkit—diluhurkan, diilhami, dan mereka kembali  membaktikan diri untuk melakukan kehendak Allah. Dengan penuh sukacita dan rasa syukur, saya dapati bahwa pekerjaan itu masih terbuka, dan saya mulai bekerja enam minggu setelah tahun ajaran mulai.

Meskipun orang lain mungkin menghadapi tantangan yang jauh lebih besar, amanat Paskah yang bersifat universal adalah kebangkitan dari kubur kehilangan hal-hal yang duniawi, kekecewaan, dan keputusasaan, kepada pengenalan akan Juru Selamat yang telah bangkit, yang senantiasa bersama kita, memulihkan, menumbuhkan kembali, membaharui  harapan dan sukacita kita saat ini.

Setelah badai Hugo menyerang pada tahun 1989 dan menghancurkan rumah-rumah di pantai beberapa pulau di wilayah Charleston, South Carolina, Amerika Serikat, di mana saya tinggal, dan juga menghancurkan pemukiman, bisnis, sekolah, dan tumbuh-tumbuhan di seluruh wilayah itu, sangatlah menggoda untuk mengkhawatirkan apakah saya dapat melihat kota itu bangkit kembali. Tetapi ketika saya terbang menuju bandara Charleston dua tahun sesudah badai itu, saya dapat melihat bangunan baru, atap baru, pantai yang telah dipulihkan, perbaikan di semua tempat. Sungguh luar biasa melihat begitu banyak kemajuan telah terjadi sesudah bencana itu.

Kemungkinan yang sama berlaku bagi wilayah lain yang baru-baru ini mengalami bencana, terutama Haiti dan Chile. Misalnya banyak orang Haiti bergabung untuk memajukan gerakan berbasis Internet, yang disebut “Haiti 2.0” untuk membantu memperbaiki  pemerintahan, kesempatan ekonomi, pendidikan, etika bisnis, dan masalah lingkungan di negeri mereka. Ini mungkin hanya satu di antara banyak kesempatan di dunia untuk mengakui kuasa Kristus yang telah bangkit guna meluhurkan pikiran dan memberi setiap orang ide yang segar, komitmen yang diperbaharui, peningkatan persaudaraan, dan pengenalan yang lebih luhur tentang sifat Pencipta kita sebagai Kasih ilahi yang tidak berhingga.

Mengatasi tantangan ini, baik yang sifatnya perorangan maupun global, tidaklah mudah. Yesus mengatakan kepada orang-orang di sekelilingnya agar memikul salib dan mengikutinya (lihat Mrk 8:34). Dan Ny. Eddy menggambarkan salib sebagai “kebencian dunia terhadap Kebenaran dan Kasih” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 50). Kebencian terhadap Allah dan ciptaanNya itu ditunjukkan dalam pengalaman kita melalui kesaksian pancaindera yang membela kehadiran dan keabsahan kejahatan dalam segala bentuk yang dapat dibayangkan.  Jika kita ingin mengikuti Yesus, kita harus benar-benar mengikuti perintahnya dan menolak untuk dipercundangi kesaksian palsu tentang ketidakselarasan yang hendak mencoba meyakinkan kita bahwa Allah menyebabkan kejahatan atau membiarkan kejahatan ada. Kuasa Paskah yang sesungguhnya dinyatakan  dalam kemenangan Yesus mengatasi kebencian terhadap Kebenaran dan Kasih, yang membuktikan keabadian Kristus, dan menunjukkan bahwa Kristus selalu tersedia untuk membantu setiap orang mengatasi tantangan terhadap kemahakuasaan kebaikan Allah yang mereka temukan setiap hari. 

Kristus bersifat abadi, dan selalu membawa pembaharuan yang manis. Terutama sekarang ini, kita semua dapat bersama-sama menyambut Kristus setiap hari, dalam segala keadaan. Kita dapat membiarkan Paskah mengingatkan kita akan kelanggengan serta potensi kasih serta penjagaan Allah bagi kita semua, dan juga kemampuan Allah untuk memperbaharui dan memulihkan apa yang seakan hilang. Sungguh suatu alasan untuk bersukacita!


Sarah Hyatt adalah seorang penyembuh dan guru Ilmupengetahuan Kristen. Dia juga anggota Dewan  Penceramah Ilmupengetahuan Kristen dan linggal di  Charleston, South Carolina, Amerika Serikat.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.