Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Editorial

Peroleh kesembuhan tanpa waktu melalui kerohanian

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Maret 2011

Diterjemahkan dari The Christian Science Journal


Jika Anda memerlukan kesembuhan, jangan meluangkan waktu membaca editorial ini! Kecaplah  sekejab keabadian.

Penyembuhan tanpa waktu terdengar agak mirip dengan gambaran tentang cara penyembuhan yang telah teruji oleh waktu. Memang, orang-orang yang berpaling kepada Allah untuk mendapat berkat dapat dengan mudah melihat  doa sebagai cara yang sepanjang waktu digunakan untuk mendapatkan jawaban atas masalah-masalah mendesak yang dihadapi manusia fana.

Tetapi kita masih dapat menggali lebih dalam untuk menyingkapkan bahwa  penyembuhan ilahi adalah tanpa waktu. Dengan demikian doa akan menjadi semakin efektif. Bahkan kita akan menyembuhkan seperti Yesus, dan seperti yang diinginkan Yesus untuk kita lakukan.

Penyembuhan Kristus adalah penyembuhan tanpa waktu karena sifatnya bebas dari waktu. Alkitab menyiratkan sifat bebas dari waktu ini saat menyatakan: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibrani 13:8).

Sejak awal zaman Alkitab, sentuhan penyembuhan Kristus telah dirasakan. Bahkan sekarang, hal itu masih merupakan kehadiran yang lemah lembut, yang meluhurkan dan memberkati. Jika ingin merasakan kuasa yang lembut ini, akuilah bahwa kuasa tersebut senantiasa hadir dalam kesadaran Anda  “baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”

Bayangkanlah makna bebas dari waktu. Pahamilah sekilas saja kebebasan ini dan Anda akan menemukan kesembuhan yang sesungguhnya. Mary Baker Eddy menggunakan berbagai kata serta ungkapan untuk memberi penjelasan yang baru tentang waktu. Berikut ini dua di antaranya: (1) pengukuran yang fana; (2) zat (Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 595).

Kebanyakan orang berpikir tentang kesembuhan dalam konteks waktu. Artinya, memerlukan waktu bagi suatu masalah  untuk berkembang (bahkan kesulitan yang datang dengan tiba-tiba setidaknya memerlukan waktu sekejab). Dan memerlukan waktu untuk menanganinya.  Tetapi kesembuhan tanpa waktu adalah meninggalkan waktu.  “Berpuasa” dari pengukuran yang fana, menyangkal kesejatian zat.

Yesus menyembuhkan karena dia begitu penuh dengan kasih, begitu dianugerahi dengan Kristus. Yesus tidak mengukur manusia dengan kefanaan. Dia tidak mencirikan mereka sebagai obyek zat. Ukuran  yang digunakannya bagi seseorang adalah sifat Kristus, sifat Allah yang abadi yang tertanam di dalam diri setiap orang. 

Berikut ini sebuah contoh sederhana, bahwa kebanyakan orang di dunia  melakukan pendekatan terhadap penyembuhan dengan cara yang sangat berbeda. Misalkan sebuah masalah berkembang. Mungkin masalah jasmani. Cara yang umum dianut dalam menangani masalah seperti itu menyangkut waktu. Dan apakah arti itu semua? Artinya, menggunakan waktu, bahkan  berjam-jam, untuk berkutat dengan zat—mengukur dan menegaskannya.

Umumnya orang akan mengukur tingkat ketidaknyamanan yang dialaminya—ringan atau berat. Mungkin mereka mengukur suhu badan, detak jantung, tekanan darah, berapa lama mereka telah mengalami keadaan itu. Pengukuran yang fana menegaskan kesejatian zat. Menentukan jenisnya, mengamatinya, dan seringkali merasa takut padanya. Budi insani mengatakan tentang yang disebut sebagai substansi itu, “Saya dapat mengukurmu. Engkau menentukan keadaanku. Engkaulah kesejatianku. Engkau berakar pada kesejatian waktu.”

Tetapi Ilmupengetahuan tentang Kekristenan mengangkat kita dari paya lumpur pengukuran zat ini untuk melihat diri kita sebagai bersifat rohaniah dan Kristiani, tetap sama “baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” Tanpa waktu. Kristus adalah tenaga yang abadi dan meluhurkan dalam kesadaran kita. Kehadiran yang penuh kasih ini ingin agar kita menegaskan Roh. Hal itu menyatakan bahwa Roh tidak dapat diukur, tidak berbatas, tidak berhingga. Jika dalam doa kita mengakui, dengan kasih dan keyakinan, bahwa Roh yang tidak berbatas adalah substansi kita yang sesungguhnya, keterbatasan serta ketidakselarasan fana hilang. Terkadang dengan cepat.

Penyembuhan melalui Roh membimbing kita untuk menginginkan kebebasan dari zat, bukan kebebasan dalam zat. Penyembuhan yang didasarkan waktu hendak menekankan agar kita sembuh mulai saat ini dan seterusnya. Penyembuhan tanpa waktu menyangkut kesembuhan saat ini dan sebelumnya juga! Benar, kebebasan yang sejati tidak terjadi jika kita berpikir bahwa hidup kita merupakan suatu garis waktu di mana ketidakselarasan memiliki titik awal dan doa didasari pada bujukan kepada Allah untuk melepaskan kita dari masalah itu esok hari.

Kita bebas jika kita mulai bangun menyadari bahwa kita sama sekali tidak berada di garis waktu. Kita tidak pernah berada di dalam zat. Kita tidak dapat dan tidak mau membiarkan diri kita diukur, seakan kita suatu keadaan fana. Kita bersifat Kristus. Identitas yang sejati hadir di sini dalam keabadian, dalam kesemestaan Roh yang tanpa waktu.  

Keabadian bukanlah sesuatu yang terjadi di masa depan. Bukan juga waktu yang tidak berujung. Alih-alih waktu yang diperpanjang, keabadian adalah waktu yang dihapuskan. Seperti yang dikatakan dengan sangat lugas oleh Ny. Eddy,  “. . . waktu bukanlah bagian keabadian” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 468).  Penyangkalan Ny. Eddy  terhadap waktu, mengingatkan saya pada apa yang dilukiskan oleh Yohanes,  penulis Kitab Wahyu—sebagai malaikat yang menunjukkan bahwa jika kita melihat ciptaan sebagai berasal dari Roh, kita akan membuktikan “Tidak akan ada waktu lagi” (Wahyu 10:6, menurut versi King James). Tidak akan ada penundaan untuk menyatakan kesempurnaan Allah dalam hidup kita.

Suatu kali saya menderita batuk yang tidak sembuh-sembuh dalam waktu yang lama—setidaknya itulah pengukuran fana yang saya lakukan terhadap keadaan tersebut. Saya seakan tidak dapat lepas dari batuk itu. Lalu suatu hari, saat berdoa tentang ketidaksejatian waktu, saya merasa  bebas  dari kefanaan, merasakan semacam keabadian, atau surga. Seolah-olah pengaruh Kristus yang memelihara, membebaskan saya dari kungkungan waktu, saat saya merenungkan bahwa “pengukuran yang fana” dan “zat” tidak mempunyai kekuasaan. 

Batuk itu tiba-tiba berhenti. Saya percaya waktu berhenti. Saya melihat dan merasakan sekilas keabadian. Saat itu Allah menjadi lebih sejati bagi saya daripada batuk itu. Suatu pandangan yang rohaniah akan kesejatian mengatasi kefanaan. Saya dapat saja batuk di dalam waktu, tetapi tidak di dalam keabadian!

Suatu pendekatan  kepada penyembuhan yang didasarkan waktu, bergumul di dalam zat. Zat adalah pengukuran pikiran manusia yang membatasi diri sendiri. Hal itu merupakan kerangka akan pembatasan-pembatasan hidup. Sebaliknya, penyembuhan tanpa waktu, menghapuskan zat. Hal itu menyerah kepada wujud yang sejati sebagai pernyataan Roh yang tidak berhingga, tidak terkekang, dan tidak berbatas.

Jika kita mengasihi Allah sebagai kesejatian kita, maka sifat Kristus muncul dalam kesadaran kita dan menjadi nyata dalam hidup kita sebagai rasa sejahtera, suatu perasaan akan sukacita dan damai batiniah, suatu keyakinan akan sifat kita yang tidak bersalah dan murni. Kita tidak kehilangan substansi kita, tetapi kita mulai menjalaninya secara tetap.

Saat berdoa untuk menyembuhkan suatu keadaan, pikirkanlah penyembuhan tanpa waktu. Kita tidak terperangkap di dalam zat atau kefanaan dan senantiasa berusaha mengukurnya dan menyempurnakannya. Kita menyatakan keselarasan Roh yang tidak berkesudahan karena kita senantiasa dihargai sebagai anak Allah yang tidak bercela. Kita tidak mempunyai waktu di dalam hidup kita selain untuk keabadian! 

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.