Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

MENGATASI KESALAHAN DAN KEGAGALAN

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 22 November 2016

Aslinya diterbitkan di edisi April 1942 majalah The Christian Science Journal


Kadang-kadang datang saran agresif bahwa karena seseorang telah melakukan kesalahan maka penderitaan yang diakibatkannya tak dapat tiada pasti berlanjut, atau bahwa setelah mengalami kegagalan, seseorang tidak dapat menghindari kegagalan lebih lanjut; tetapi Ilmupengetahuan Kristen menghapuskan khayalan tersebut dengan fakta rohaniah bahwa manusia sebagai keserupaan Allah, selamanya ada di bawah bimbingan Budi ilahi yang tidak dapat salah, dan Budi tidak mengenal kesalahan. Pemahaman akan kebenaran ini menjadi nyata di dalam pengalaman manusia, dalam bentuk kemajuan, pencapaian, dan keberhasilan.

Mary Baker Eddy, Penemu dan Pendiri Ilmupengetahuan Kristen, menulis dalam "Pulpit and Press" (hlm. 3) : "Maka, ketahuilah, bahwa anda memiliki kuasa mutlak untuk berpikir dan bertindak dengan benar, dan bahwa tidak sesuatu pun dapat merampas warisan ini dari diri anda dan melakukan pelanggaran terhadap Kasih. Jika anda mempertahankan kedudukan ini, siapa atau apa yang dapat membuat anda melakukan dosa atau menderita?" Jika kita menerima kebenaran ini dan menuntut kuasa yang diberikan Tuhan kepada kita, kita akan lebih jelas memahami bahwa kita tidak tunduk kepada liku-liku kepercayaan fana, kepada kebetulan dan perubahan, kesalahan dan kegagalan, yang membantah adanya pengetahuan yang benar, visi yang jelas, penilaian yang baik, dan keputusan yang bijaksana. Kepercayaan palsu ini harus meluangkan tempat di dalam pemikiran kita bagi kewaspadaan rohaniah, ketepatan, dan kebijaksanaan, yang berasal dari Budi dan selalu hadir dan tersedia. 

Dari asumsi yang salah bahwa ciptaan bersifat baik rohaniah maupun kebendaan, dan bahwa manusia bersifat baik maupun jahat, muncullah kepercayaan tentang kesalahan dan kesengsaraan, dosa dan penyakit, rasa takut dan kegagalan. Allah adalah Roh, dan semua yang diciptakanNya bersifat rohaniah. Allah adalah Budi, dan Budi adalah kecerdasan ilahi yang tidak berbatas, sempurna, dan secara abadi bersifat baik. Manusia, yang berasal dari Roh, Budi, selamanya menyatakan Budi. Dia tidak pernah dapat dipisahkan dari kecerdasan yang tak berbatas. Dia tidak dapat menghadapi kekuatan yang menentang Allah. Pemimpin yang kita hormati memberi kita pernyataan yang mencerahkan berikut ini di buku “Miscellaneous Writings" (hlm. 173): "Jika Allah adalah Budi dan mengisi semua ruang, ada di mana-mana, maka zat tidak ada di manapun dan dosa adalah usang. Jika Budi, Allah, adalah mahakuasa dan hadir di mana-mana, manusia tidak menghadapi kekuasaan dan kehadiran yang lain, yang—dengan menghalangi kecerdasan—menyakiti, membelenggu, dan membohongi nya.” 

Marilah kita menolak untuk menyetujui bahwa ada kecerdasan lain selain Allah. Marilah kita hapus kepercayaan bahwa kesalahan harus diikuti dengan akibat yang membawa bencana, dan bahwa kegagalan adalah cikal bakal dari kegagalan lainnya. Mengakui kesemestaan ​​Budi ilahi dan kesatuan yang tak terpisahkan akan Budi dan idenya, manusia, menghapuskan kepercayaan tentang kekuatan atau kehadiran yang lain.

Misalkan saja kita menghadapi pengalaman yang kurang menyenangkan yang diakibatkan oleh suatu kesalahan. Mungkin menyalahkan diri sendiri, kritik orang lain, dan ketakutan bahwa kita tidak bisa melepaskan diri dari keadaan itu, disertai dengan rasa khawatir, kecemasan, bahkan penderitaan fisik. Alih-alih menerima keadaan tersebut sebagai suatu kesejatian, dan terus memikirkannya, dengan demikian menjadikan masalah itu lebih besar dalam pikiran kita sehingga kita merasa dikuasai masalah itu, marilah kita arahkan terang Kebenaran pada masalah itu seperti yang diajarkan Ilmupengetahuan Kristen. Sudah pasti kita akan melihat bahwa keadaan seperti itu bukanlah ciptaan Allah, karena “Allah adalah kasih,” seperti yang dinyatakan Alkitab. Segala sesuatu yang tidak menyerupai Allah, karena tidak diciptakan olehNya, semata-mata hanyalah pernyataan palsu budi fana yang disajikan oleh penanggapan kebendaan yang palsu. Begitu kita melihat kepalsuan kesesatan, kita telah berhasil jauh dalam menyembuhkan keadaan yang tidak selaras tersebut.

Memahami bahwa kejahatan tidak sejati mengurangi rasa takut terhadap kejahatan itu. Hanya kalau kita percaya bahwa kejahatan itu sejati, kita takut kepadanya, dan manakala kita menyadari kuasa Allah, kebaikan, yang meliputi semuanya dan senantiasa hadir, kita menghilangkan ketakutan kita kepada kejahatan. Adalah hak istimewa kita yang memberi suka cita dan tugas kita yang kudus untuk berusaha menyadari hal ini. Dengan tegas kita harus berpaling dari gambar-gambar palsu budi fana; kita harus menolak untuk melihat sebab yang khayal atau mengikuti kesaksian yang diberikan penanggapan kebendaan, dan dengan tekun berusaha melihat bahwa pemerintahan Allah memiliki kekuasaan tertinggi. Sebanding dengan ketaatan kita, kita keluar dari lembah kepalsuan naik menuju gunung kesejatian.

Di buku "Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci" Ny. Eddy menulis (hlm. 510), “Kebenaran dan Kasih menerangi pengertian, dan di dalam terangNya kita ‘melihat terang’ dan penerangan ini dicerminkan secara rohaniah oleh semua orang yang berjalan di dalam terang dan berpaling dari suatu paham kebendaan yang palsu." Berjalan dalam terang kecerdasan yang tak berbatas dan berpaling dari penanggapan kebendaan membimbing kita untuk mencapai kesehatan, kebahagiaan, dan keberhasilan. Betapa bersyukurnya kita untuk kekuatan, ketabahan, visi, dan kekuasaan yang dikaruniakan Allah untuk meniadakan setiap kepercayaan yang palsu dan fana! Melalui kesadaran yang dirohanikan kita melihat bahwa karena Budi mahahadir, mahakuasa, mahatahu, maka tidak ada tempat yang tersisa untuk kesalahan atau kegagalan; oleh karena itu kedua hal tersebut tidak sejati.

Seseorang mungkin berkata, "Saya memahami bahwa, melalui perohanian pikiran, sekarang saya dapat dihindarkan dari berbuat salah; tetapi apakah ada penangkal untuk akibat dari kesalahan dan kegagalan masa lalu?" Ilmupengetahuan Kristen membenarkan hal itu. Kebenaran meniadakan tuntutan kesesatan untuk memiliki masa lalu dan masa depan dan menetapkan masa kini yang abadi. Hal-hal yang menyertai pemikiran kebendaan—penyakit, kekurangan, kesalahan, kesedihan, ketidakselarasan, kegagalan—semata-mata hanyalah bayangan mimpi. Ketika seseorang telah bangun dari mimpi, ia tidak lagi berada di bawah belenggu mimpi. Pernyataan kesesatan bahwa kesalahan tidak bisa diperbaiki bertentangan dengan fakta, bahwa Allah telah menciptakan semuanya, dan bahwa semua itu “sungguh amat baik.” Oleh karena itu tuntutan kesesatan adalah tidak sejati dan tidak benar, dan kesalahan serta kegagalan yang seakan begitu menyengsarakan, yang menyatakan telah merampas kedamaian serta keamanan dari diri kita, dihapuskan dari kesadaran kita dengan pemahaman akan fakta-fakta rohaniah. Maka pikiran naik kepada kepercayaan serta keyakinan yang lebih tinggi kepada Allah, kecerdasan ilahi yang tidak berhingga. Kemajuan rohaniah ini cenderung menyelaraskan pengalaman kita, dan pelajaran yang kita petik membantu kita maju dalam membuktikan bahwa Allah, Budi, adalah Semua.

Ujian untuk membuktikan kuasa atas suatu kesalahan dialami seorang pelajar Ilmupengetahuan Kristen. Pada awal terjadinya kelesuan ekonomi wanita itu menghentikan bisnisnya yang sukses dan pindah dengan empat anaknya yang masih kecil ke sebuah kota lain. Ia tidak melihat adanya kegiatan nyata yang dapat menopang keluarganya. Langkah itu telah diambil karena ia merasa yakin bahwa Asas ilahi telah membimbingnya. Tetapi setelah beberapa minggu tinggal di kota itu dengan biaya yang semakin menggelembung dan tanpa melihat sarana yang dapat memberinya penghasilan, keraguan bahwa ia mendengar dengan benar “suara yang kecil dan halus” muncul. Lalu ia sadar telah berusaha mengatasi persoalan itu dengan cara yang berlawanan dengan aturan yang sudah ditetapkan; bahwa penalaran yang benar, pemikiran yang penuh doa, dan pengertian rohaniah mulai dengan Asas yang sempurna dan idenya yang sempurna. Pemeliharaan Allah yang tetap bagi semua yang mencerminkanNya tidak bisa dirubah atau dipengaruhi keadaan kebendaan. Ketika wanita itu berpegang dengan teguh kepada kebenaran ini, ketakutannya berkurang, dan keraguan serta kekhawatirannya mulai surut. Tidak lama kemudian kebaikan pun terkembang dan berlanjut selama bertahun-tahun disertai kesempatan untuk tanpa henti melayani Perkara Ilmupengetahuan Kristen. Melalui pengalaman itu ia mendapatkan kekuatan dan keberanian untuk tanpa takut menolak godaan untuk percaya bahwa kesalahan atau kegagalan memiliki kuasa atau kesejatian. 

Pemimpin kita melalui hidup dan karyanya, membuktikan kuasa Kebenaran untuk mengatasi setiap saran akan kegagalan. Dihadapkan dengan tuntutan khayal kejahatan tentang kekalahan yang sangat besar, ia selalu menang dengan Kebenaran. Hendaklah kita tidak takut terhadap kesalahan dan kegagalan; tetapi marilah kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meniadakan tahap kesesatan ini. Kita dapat yakin akan jaminan bahwa ketika kepercayaan akan kesesatan, kejahatan, dengan kedok apa pun, tidak lagi kita biarkan memiliki kesejatian di dalam kesadaran, hal itu tidak akan terwujud dalam pengalaman. Begitu kita menyelaraskan pemikiran dan hidup kita dengan hukum Allah, kebaikan, kita dapat dengan pasti mengharapkan hasil yang selaras, karena kebenaran akan memerintah di dalam kesadaran kita.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.