Tetap berlaku, tapi bukan kar’na dahulu,
Seorang nabi membuka kalbu
Bagi keabadian, dan mendengar.
Firman itu kokoh hadapi kejutan gencar
Dosa purba dan cemooh masa kini—
Lembu emas, pemberitaan tanpa nurani—
Semata karena, beragam, bertautan,
Semua itu adalah aturan kebahagiaan.
Jalan menuju sukacita. Bukan setengah dewa
Yang dingin dan keji, bukan penguasa surga
Yang menyeramkan dan memberi kita
Berbagai larangan. Asuhan Sang Bapa
Tidak disertai petir yang menghanguskan.
Berkatlah yang diucapkan Sepuluh Firman,
Dan bergema dalam gempita kegembiraan—
Semua itu adalah aturan kebahagiaan.
Ketika bayi Musa terbaring di biduk pandan
Di sela teberau, menangis, menjerit galau,
Dan puteri Fir’aun, kulitnya coklat berkilau,
Berdiri termangu, mengintip ingin tahu,
Dewanya bisu—Roh-nya, memandu—
Membimbing jarinya membelai mesra;
Maka di sana, berembuslah FirmanNya;
Semua itu adalah aturan kebahagiaan.
Lebih tua dari Mesir, meski tetap mutakhir,
Tampil baru melebihi baju model terakhir,
Tetap mendesak, relevan, menawan—
Semua itu adalah aturan kebahagiaan.