Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Sebuah taman penuh rasa syukur

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 20 Oktober 2014

Aslinya diterbitkan di web The Christian Science Journal, edisi 5 Juni 2014


Karena telah mengikuti Sekolah Minggu sejak masih kecil sekali, saya belajar mengasihi Sepuluh Firman Allah (Keluaran 20:3–17). Seorang guru Sekolah Minggu memberi kami tugas untuk menghafal kata-kata yang agak susah tersebut. Susah, karena bahasa Inggris merupakan bahasa yang baru bagi saya. Tetapi saya senang menghafalkan Kesepuluh Firman dan benar-benar menghayati setiap Firman, meskipun pada mulanya saya tidak memahami artinya yang dalam.

Meskipun Kesepuluh Firman seringkali dianggap sebagai suatu daftar larangan, seorang penyair pernah menyebutnya “aturan kebahagiaan” (Neil Millar, Ideas on Wings, “Ballade for the Commandments,” hlm. 7).

Sementara tahun-tahun berlalu, seiring tumbuhnya pengertian rohaniah yang melampaui makna harfiah aturan tersebut, saya memahami sedikit rukun iman pertama Gereja Kristus, Ahli Ilmupengetahuan, yang ditulis yang ditulis Mary Baker Eddy: “Sebagai pengikut Kebenaran, kita menerima Firman Alkitab yang penuh ilham sebagai penunjuk jalan kita yang secukupnya menuju Hidup yang abadi” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 497). Saya merasa puas karena perpegang kepada Firman Kitab Suci dan menaati Sepuluh Firman dengan sebaik-baiknya sesuai pemahaman saya.

Tetapi, baru-baru ini, saya terkejut saat menyadari bahwa saya telah melanggar Firman yang Kesepuluh. Saya terus-menerus menginginkan taman milik “tetangga.” Bukan berarti milik tetangga sebelah, tetapi taman di mana saja yang subur, berbunga, bersih, dan berwarna-warni, tertata-rapi. Untuk beberapa waktu saya berusaha membuang kesadaran tersebut, tetapi akhirnya saya harus menghadapinya. Sejujurnya, saya ingin menaati setiap Firman dalam Kesepuluh Firman Allah. Dan keegganan saya untuk mematuhi aturan kebahagiaan yang terakhir—“Jangan mengingini rumah sesamamu ... atau apapun yang dipunyai sesamamu” (Keluaran 20:17)—jelas sekali telah merampas sukacita saya terhadap taman saya sendiri yang kecil, dan membuat saya merasa tidak senang, tidak puas, iri, dengan demikian menyembunyikan dari diri saya keindahan mulia ciptaan Allah yang ada di mana-mana.

Memahami bahwa saya telah lama merasa iri, sungguh membuat saya terkejut! Saya harus berdoa mengatasinya. Saya berpaling kepada Allah untuk segala hal. Sangat wajar bagi saya untuk mohon pertolongan Allah. Banyak sekali cara untuk berdoa. Seringkali doa saya mulai dengan permohonan yang tidak terucapkan, “Tuhan, saya memerlukan pertolonganMu,” yang keluar dari lubuk hati saya.

Doa saya—keinginan untuk mematuhi Sepuluh Firman Allah—menjadi jauh lebih kuat daripada keinginan untuk memiliki taman yang indah. Sedikit demi sedikit, saya mendapati bahwa penanggapan rohaniah—kegiatan Kristus dalam kesadaran manusia—menang atas kemauan insani. Saya mulai dengan pemikiran bahwa Allah, yang adalah Hidup dan kebaikan yang tidak berhingga, menciptakan manusia (artinya saya) dalam keserupaanNya, dan keserupaanNya itu tidak bisa merasa tidak senang, tidak puas, tidak lengkap, iri. Saya selanjutkan berpikir bahwa seluruh pernyataan Hidup yang indah, berwarna-warni, cemerlang, ada di mana-mana dan tersedia untuk dilihat setiap orang. Saya sadar bahwa menginginkan sesuatu yang dimiliki sesama (jauh atau dekat) berarti tidak setia kepada Allah, karena menyiratkan bahwa Dia bersifat berat sebelah, berubah-ubah, terbatas—sesuatu yang mustahil! Kemudian saya sadar bahwa manusia tidak mempunyai atau memiliki sesuatu tetapi memiliki semuanya melalui pencerminan, sebagai ahli waris Allah.

Suatu perasaan syukur yang lembut dan hangat mengisi kesadaran saya. Saya selanjutnya bernalar bahwa sebagai anak Allah saya memiliki semua yang bagus dan indah dan dapat terus bertahan. Demikian pula tetangga saya, dan sesama saya. Tidak satu pun ide Allah dapat kekurangan sesuatu yang baik.

Penalaran rohaniah membimbing pikiran untuk lepas dari diri, dan naik kepada sukacita karena memahami kesatuan kita dengan Budi ilahi. Penalaran rohaniah mengembangkan penanggapan rohaniah, yang adalah “kesanggupan yang sadar dan tetap untuk memahami Allah” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 209). Kesediaan untuk mematuhi aturan dalam Sepuluh Firman Allah membimbing pikiran saya kepada pengertian mengenai seluruh kebaikan Allah, di sini, sekarang juga.

Tidaklah mengherankan bahwa pada suatu hari saya membuka Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen dan menemukan kata-kata ini:

“Hati bersyukur bagaikan
Taman permai Tuhan, 
Tempat bunga karuniaNya 
Tumbuh dan berkembang.” (Ethel Wasgatt Dennis, No. 3, © CSBD)

Inilah jawaban untuk saya. Sungguh sangat jelas. Inilah taman yang harus saya olah dan pelihara dan sayangi dan penuhi dengan sukacita. Selagi rasa syukur mengisi hati kita, maka kita melihat semakin jelas bahwa kebaikan Allah yang tidak berhingga, keindahanNya, keseimbanganNya, keteraturanNya, selalu tersedia di sini, dan tidak pernah jauh dari kita.

Bagi saya, proses belajar ini, pemikiran yang dimurnikan ini, bukan lagi tentang taman, melainkan kesanggupan saya yang dikaruniakan Allah untuk mematuhi “aturan kebahagiaan” dan menemukan keakuan rohaniah saya yang ditakdirkan Allah, yang lengkap, bahagia, dan sepenuhnya puas.

Beberapa hari yang lalu seorang teman menceriterakan bahwa tanaman daffodilnya sangat indah di musim semi ini, pohon lilacnya berbunga lebat, dan pohon apelnya berwarna-warni menakjubkan. Sungguh menyenangkan dapat ikut bersukacita dengannya dalam semua keindahan itu dan tahu bahwa teman saya itu akan duduk di tamannya yang indah sambil memuji Allah (itulah yang dikatakannya).

Pengalaman ini telah menjadikan saya sangat berterima kasih untuk kesempatan berharga mengikuti Sekolah Minggu Ilmupengetahuan Kristen selama bertahun-tahun di tiga negara. Itu adalah masa pertumbuhan yang membahagiakan bagi saya. Dan bertahun-tahun kemudian, Sekolah Minggu juga membahagiakan bagi putri saya. Hafal akan Sepuluh Firman yang diberikan Allah kepada Musa, dan juga Ucapan Bahagia yang diajarkan Yesus kepada para pengikutnya, saya selalu bisa mendapatkan ilham, bimbingan, dan penyembuhan dari keduanya.

Berikut kata-kata penyair yang saya sebutkan di awal tulisan ini, “Berkatlah yang diucapkan Sepuluh Firman, Dan bergema dalam gempita kegembiraan—Semua itu adalah aturan kebahagiaan.”

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.