Sekarang ini, banyak orang merasa harus memenuhi berbagai tuntutan—keluarga, pekerjaan, sekolah, keuangan, dsb. Tak heran kalau kita sering mendengar kata “stres.”
Stres adalah suatu kepercayaan akan keterbatasan—waktu yang terbatas, kemampuan yang terbatas, dan kesanggupan yang terbatas dalam menghadapi tuntutan saat ini. Kata stres mulanya didefinisikan sebagai “hasil dari dua kekuatan yang berlawanan.” Kalau kita saling mendorongkan kedua telapak tangan di depan kita, maka terjadilah stres yang kita sebut tekanan. Atau jika jari-jari di kedua tangan kita saling mengunci dan kemudian kita menarik kedua tangan kita, maka terjadilah stres yang kita sebut tegangan.
Jadi kondisi yang disebut “stres” didasarkan kepada teori bahwa ada dua kekuatan yang saling bertentangan.
Dalam penemuannya mengenai Ilmupengetahuan Kristen, Mary Baker Eddy menjelaskan fakta bahwa tidak mungkin ada dua kekuatan yang saling bertentangan—karena hanya ada satu kekuatan, yaitu Allah. Dan karena Allah adalah satu-satunya kekuatan, maka tidak ada yang menentangNya. Tidak ada “lawan” yang menekan atau menarik menentang Allah. Mengetahui dan memahami hal ini memberikan kebebasan yang luar biasa, karena kita menyadari bahwa alih-alih merasa menghadapi berbagai “kekuatan mental” yang menekan serta menarik kita ke semua penjuru, kita tahu bahwa semua kuasa dalam ciptaan ditimbulkan oleh sumber yang satu-satunya, yakni Allah.
Hukum fisika Newton yang ketiga mengatakan, “Untuk setiap aksi, ada reaksi yang sama dan berlawanan, sama dalam kekuatan dan berlawanan dalam arah.” Hal ini menyiratkan bahwa untuk setiap berkas sinar matahari ada “berkas gelap” yang sama kuatnya dan berlawanan arahnya. Tetapi kegelapan bukanlah kehadiran dari sesuatu—melainkan ketidakhadiran sesuatu. Ketidakhadiran terang, yang kita sebut kegelapan, tidak bisa melawan terang. Ketidakhadiran kebenaran, yang kita sebut kesesatan, tidak bisa melawan kebenaran seperti kegelapan tidak bisa melawan terang. Apa yang tidak ada tidak bisa melawan apa yang ada.
Asas dasar Ilmupengetahuan Kristen menetapkan bahwa kesesatan—segala sesuatu yang tidak menyerupai Allah, kebaikan—adalah ketidakhadiran kebenaran, dan oleh karena itu tidak sejati. Jadi kita tidak menghadapi kekuatan yang saling bertentangan; lebih tepatnya, kita menolak dusta, bahwa kekuatan yang saling bertentangan dapat ada. Bagaimana kita menolak suatu kebohongan? Dengan memahami apa yang benar. Yesus mengatakan, “kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh. 8:32). Dengan menolak kebohongannya, kita menghapuskan masalah yang ada.
Lalu, bagaimana menjadikan semua ini sesuatu yang praktis? Bagaimana menangani tenggat waktu, prioritas yang saling bertentangan, dan rasa tidak berdaya? Kita dapat mulai dengan bertanya kepada diri sendiri, “Apakah saya mengakui adanya lebih dari satu kekuatan, satu sebab?” Kemudian kita dapat menegaskan, bahwa karena hanya ada satu Budi, maka hanya ada satu pemberi hukum. Ketegangan dan rasa tertekan tidak dapat ada dalam perhubungan yang tak terpisahkan dan selaras antara Allah dengan ideNya, manusia.
Dan betapa seringnya kita merasa seakan “waktu” yang menjadi kendala! Kita merasa stres karena seakan begitu banyak yang harus kita kerjakan, tetapi kita tidak memiliki waktu yang cukup. Di sini kita melihat hubungan kuat antara stres dan keterbatasan waktu. Buku ajar Ilmupengetahuan Kristen, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, karangan Mary Baker Eddy, mendefinisikan waktu sebagai “Pengukuran yang fana; batas-batas, dan di dalamnya terkandung segala perbuatan, pikiran, kepercayaan, pendapat, serta pengetahuan yang insani; zat; kesesatan ...” (hlm. 595). Jadi kalau waktu didefinisikan sebagai kesesatan—ketidakhadiran kesejatian—maka waktu tidak bisa berdampak pada pengalaman kita. Dalam Budi ilahi, tidak ada stres untuk kita tangani, tidak ada ketegangan yang terjadi, dan tidak ada tekanan yang harus diatasi. Jika kita buangkan dari kesadaran kita persangkaan bahwa ada dua kekuatan yang bertentangan, maka kita mengalami kebebasan.
Bukankah ini yang dibuktikan Yesus? Kesadarannya yang bersifat Kristus mencakup kesadaran akan pengendalian ilahi yang sempurna. Kita tidak pernah membayangkan Yesus mondar-mandir dengan galau—berusaha menyembuhkan dengan penuh ketakutan, sementara kurang tidur, minta maaf, mengeluh, atau khawatir. Yesus selalu berada di tempat yang tepat, dengan tenang melakukan pekerjaan yang tepat, di saat yang tepat. Yesus merupakan bukti hidup akan pemerintahan Allah yang bekerja tanpa henti. Kesadarannya yang bersifat Kristus mencakup kesadaran akan pengendalian ilahi yang sempurna. Yesus tahu bahwa “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya” (Maz. 37:23). Dengan cara itulah Yesus mempertahankan ketenangannya di tengah kebencian, kekacauan, serta pertentangan yang ada di sekitarnya.
Di tempat di mana gejolak tampaknya ada, di situlah kasih Allah mengangkat, melindungi, memelihara wujud Yesus yang sempurna. Yesus selalu sadar bahwa dia hidup, bergerak, ada, di dalam Kasih ilahi (lihat Kisah 17:28).
Dengan mengikuti teladannya, kita pun dapat melihat bahwa, kekacauan, stres, dan frustasi hanyalah suatu kepercayaan palsu—bukan bagian dari pengalaman kita yang sejati. Dan seperti semua penyembuhan, bukan stres yang benar-benar ada yang kita perbaiki, melainkan kepercayaan bahwa stres itu sejati.
Sebagai penyembuh Ilmupengetahuan Kristen, sudah pasti ada kalanya saya merasa stres ketika beberapa orang pada waktu yang sama meminta bantuan doa penyembuhan yang harus segera diberikan. Sangatlah bermanfaat untuk mengingat penegasan Yesus: “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri” (Yoh. 5:30), “Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya” (Yoh. 14:10). Perhatikan bahwa Yesus tidak mengatakan bahwa dia tidak bisa berbuat sesuatu. Sesungguhnya dia melakukan banyak hal! Begitu dia tidak mengidentifikasi diri sebagai manusia insani dengan tanggungjawab insani, Yesus bebas untuk mengetahui bahwa Kebenaran ilahilah yang menghancurkan dusta—dan menyembuhkan.
Dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan kita baca, “Segala yang sesungguhnya ada ialah Budi ilahi dengan ideNya, dan dalam Budi ini seluruh wujud kedapatan selaras dan abadi” (hlm. 151). Seperti Yesus, di sinilah kita ada, di dalam Budi ilahi, sebagai ideNya. Begitulah kita mengamalkan kata-kata nabi Yesaya: “Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya” (Yes. 26:3).
Apakah yang dapat mengalangi kita untuk mengalami “damai sejahtera” ini? Ketakutan. Ketakutan bahwa masalah yang kita hadapi adalah sejati—bahwa kita tidak memiliki pengertian yang cukup untuk mengatasi tantangan itu, atau bahwa kita akan kalah, mengecewakan seseorang, tidak memenuhi harapan, tidak memecahkan masalah. Dengan kata lain—gagal.
Ketika kita merasa bahwa kita menghadapi yang nampaknya sebagai keadaan dan tuntutan yang terus-menerus menekan dan menegangkan, kita dapat merasa terhibur dengan pemberkatan Sang Guru yang menghapuskan stres dan kekhawatiran. Sang Guru bersabda, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28).
Ya, mungkin kita menghadapi apa yang kelihatannya sebagai pekerjaan yang menumpuk, tenggat waktu yang tidak masuk akal, masalah jasmani, tekanan keuangan, pertikaian dalam keluarga dan dalam perhubungan lainnya. Tetapi seperti Rasul Paulus, kita pun dapat mengatakan, “Tetapi semua itu tidak membuatku bergeming sedikit pun” (Kis. 20:24, menurut versi King James). Dengan perkataan lain, kita bisa “tidak bergeming” oleh saran palsu bahwa ada dua kuasa yang saling bertentangan, baik itu berkaitan dengan tubuh, bisnis, keluarga, negara, gereja, dsb. Seperti Yesus, kita dapat menyatakan ketenangan yang tidak terganggu, yakin sepenuhnya akan kasih Allah kepada setiap orang di antara kita, dan bersukacita serta bersyukur untuk keselarasan serta keberhasilan yang merupakan milik kita sesuai hukum ilahi.
Sekarang kembali kepada pertanyaan: “Apakah saya mengakui adanya lebih dari satu kekuasaan? Di mana kelihatannya terdapat dua kekuatan yang bertentangan yang menghasilkan tekanan atau ketegangan, nyatakanlah bahwa hanya ada satu kekuatan, satu kuasa, satu Allah yang hadir di mana-mana. Mencerminkan kesempurnaan Allah, kita berada tepat di tempat yang dikehendaki Allah, melakukan apa yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan, selaras dengan Asas ilahi, dan tidak mengenal majikan yang disebut “waktu.”
Kita tidak pernah menghadapi kekuatan yang sejati yang menentang kita. Kita berhadapan dengan persangkaan palsu bahwa suatu kekuatan yang menentang kita bersifat sejati. Apa yang tidak ada tidak bisa menentang apa yang ada.
Kata-kata nyanyian berikut ini memberi kita penghiburan:
Turunkan embun yang sejuk,
Usai perjuangan;
Tanpa tekanan dan beban,
Hidup kami menyaksikan
DamaiMu, ya Tuhan.
(John Greenleaf Whittier, Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen, No. 49).