Lebih dari sembilan tahun yang lalu saya berada dalam keputusasaan yang dalam, tanpa harapan di hati saya, tanpa terang, tanpa kegembiraan, dan tanpa kemungkinan untuk berbahagia kembali.
Saya telah mengubur, satu per satu, orang-orang yang saya kasihi, sampai saya hanya tinggal dengan seorang puteri, dan sekarang saya diberitahu bahwa saya juga harus merelakannya. Para dokter yang terbaik dan paling cakap pada waktu itu telah memberitahu bahwa tidak ada harapan bagi puteri saya untuk disembuhkan.
Saya telah menjadi anggota Gereja Metodis selama tiga puluh lima tahun, dengan jujur dan tekun, sesuai kemampuan saya yang terbaik, mencari pengertian tentang Allah,—setidaknya sampai taraf tertentu. Saya telah menjadi anggota dewan pengurus dari hampir setiap badan amal di kota saya, selalu dengan pemikiran tunggal,—untuk menemukan Allah, untuk sedikit mengetahui bagaimana Allah itu sesungguhnya, untuk cukup dekat kepadaNya sehingga mengetahui bahwa jika saya berdoa Ia akan mendengarkan saya.
Saya merasa seperti si anak hilang, saya kelaparan, dan saya tidak tahu di mana harus mendapatkan roti. Sekam dari tulisan-tulisan Kitab Suci tidak berhasil memberi saya makan. Kira-kira pada waktu itu, ayah yang sangat saya sayangi, yang tidak pernah berpisah dari saya untuk waktu yang lama, wafat. Kata-kata terakhirnya kapada saya adalah, “Anakku sayang, janganlah khawatir, tetaplah gigih, janganlah buang semua harapan untuk mendekat kepada Bapamu yang di Surga. Saya merasa bahwa engkau akan segera menemukanNya, dan Ia akan menjadi penolong yang senantiasa hadir bagimu.” Kata-kata ayah terbukti benar. Baiklah saya jelaskan, bahwa sudah dua tahun saya tidak bisa menggunakan lengan dan tangan kanan saya, karena tulang pundak saya patah dan tangan saya tergencet sehingga berubah bentuk, lengan saya bengkok dan menempel di tubuh saya, tidak bisa digerakkan, jari-jari saya kaku dan bentuknya jelek dan tidak bisa ditekuk. Saya terpaksa mempekerjakan seorang pembantu yang selalu menjaga saya, membantu saya berpakaian, dan menyediakan makanan saya.
Semua ini dapat saya tanggung, saya telah sedikit banyak pasrah pada keadaan saya, tetapi ketika dokter memberitahu, bahwa saya harus merelakan puteri saya satu-satunya (yang menderita luka dalam karena terlempar dari punggung kuda yang berlari kencang, dan menjadi tidak berdaya selama hampir dua tahun), rasanya saya tidak kuat lagi, dan keputusasaan serta kegelapan menyelimuti saya sedemikian rupa sehingga saya sama sekali tidak berdaya.
Lalu Allah, Kasih, datang mendekat, tetapi mata saya yang buta masih tidak mau melihat, dan ketika seorang teman yang baru saja pulang dari Chicago, di mana dia mengikuti kursus dalam Ilmupengetahuan Kristen (saya sama sekali tidak tahu mengenai hal itu) datang dan bertanya, “Sudahkah engkau mencoba segalanya?” saya menjawab, “Ya, saya sudah mencoba segalanya, dan tidak ada harapan lagi bagi saya atau orang yang saya sayangi.” Ia berkata kepada saya. “Sudahkah engkau mencoba Ilmupengetahuan Kristen?” Saya menjawab, “Apakah Ilmupengetahuan Kristen itu?” Ia menjawab, “Berpaling kepada Allah dan percaya sepenuh hati bahwa Ia adalah satu-satunya Kuasa untuk menyembuhkan puterimu.” Saya menjawab, “Saya telah bertahun-tahun berusaha dekat dengan Allah untuk mempercayaiNya; tetapi saya hanya berhasil sampai ke tempat di mana saya meragukan apakah Dia pernah mendengar atau tahu tentang diri saya.”
Setelah berpikir sejenak, saya bertanya, “Di mana saya dapat belajar tentang Ilmupengetahuan Kristen?” Teman saya berkata bahwa seorang guru minggu berikutnya akan datang ke Cleveland untuk mengajar suatu kelas, dan jika saya bersedia pergi dan mendaftarkan nama saya, saya bisa ikut dalam kelas itu. Itu yang saya lakukan, dan tidak lama kemudian saya mengikuti kelas itu.
Dari pelajaran pertama sampai ke-lima saya menentang semua yang diajarkan tahap demi tahap, tidak melihat bagaimana saya dapat meniadakan semua ajaran lama yang telah diajarkan kepada saya.
Pada pagi hari sebelum pelajaran ke-enam, saya duduk sendiri di kamar saya, merenungkan apa yang telah diajarkan kepada saya selama beberapa hari terakhir. Allah, satu-satunya Kekuasaan! Allah, Kehadiran yang hidup! dan tidak dapat ada kekuasaan yang menentangNya. Lalu sambil melihat ke lengan dan tangan saya, yang seakan terbelenggu dengan rantai besi, saya berkata dengan keras, “Kekuasaan apakah ini? Sudah pasti bukan Kebaikan dan Kasih.” Dan dari lubuk hati saya datang jeritan, “Oh Bapa, beri saya penglihatan!” Dan hampir dengan serta-merta tangan saya menutup, dan lengan saya terangkat dan bergerak dengan kebebasan yang sempurna. Saya segera pergi ke kamar anak saya, dan sambil menunjukkan tangan dan lengan saya yang telah pulih, belenggunya telah dipatahkan, saya berkata kepadanya, “Saya telah menemukan Allah, dan Ia ada di sini, di kamar ini, dan Dia akan membangkitkanmu dari tempat tidur itu;” dan memang benar demikian. Lalu saya bertanya kepadanya, “Sayang, apakah menurutmu jika saya pergi ke kamar atas dan berteriak, Kemuliaan, para tetangga akan mendengarkan saya?” Jawaban puteri saya adalah, “Teriaklah, mama, teriaklah, dan jangan pedulikan para tetangga,” dan sejak saat itu hati saya penuh kemuliaan. Saya hanya bisa berpikir tentang para Musafir pencari kebebasan, orang-orang Kristen, yang begitu lama mengangkat beban yang berat. Beban saya sudah hilang.
Palajaran selanjutnya jelas semuanya, tidak ada lagi pergumulan, ajaran yang lama adalah tulisan yang mati, yang tidak saya perlukan lagi.
Tiga minggu kemudian puteri saya pergi berkunjung ke kota yang jauh di selatan, sudah sembuh sama sekali. Dia pergi selama tujuh minggu, dan sementara itu, rumah saya penuh dari pagi sampai malam, dengan orang-orang yang menderita segala macam penyakit.
Pada tanggal 25 Februari 1889, saya pergi ke Boston dan mengikuti kelas yang diajar oleh Guru kita yang terkasih, Rev. Mary B. G. Eddy, dan sejak saat itu sampai hari ini, saya telah berusaha untuk melakukan, sesuai pesan Mary Baker Eddy yang terakhir kepada saya, apa yang dimintanya untuk saya lakukan. “Kalahkan dunia.” Saya tidak henti-hentinya bersyukur untuk berkat yang besar dalam bentuk hak istimewa ini, dan untuk bimbingan Ilahi yang telah menerangi jalan saya, menghapuskan khayalan mengenai perempuan yang terbelenggu.