Suatu hari di musim panas yang lalu, saya menggendong putera saya menuruni tangga. Ketika sampai pada anak tangga terakhir, sepatu saya terpeleset dan saya melangkah turun dengan posisi yang salah dan merasakan pergelangan kaki saya retak. Saya mulai kesakitan; tetapi naluri pertama saya adalah melindungi anak saya, oleh karena itu saya berhasil tetap berdiri dan tidak jatuh.
Saya segera terus berjalan, dengan perlahan, tetapi rasa sakit itu makin bertambah. Saya merasa mempunyai dua pilihan. Sebagai orang yang mempraktekkan Ilmupengetahuan Kristen, saya terbiasa berpaling kepada Allah dengan berdoa untuk mendapatkan jawaban yang saya perlukan, oleh karena itu saya tidak heran bahwa pikiran pertama yang datang adalah, bahwa saya dapat berdoa untuk terbebas dari akibat kecelakaan itu. Suatu pikiran lain yang lebih hening juga datang: saya dapat menyangkal gagasan bahwa saya bahkan telah jatuh, dan melanjutkan untuk bersukacita tanpa henti atas pengembangan rohaniah hari itu, yang dipenuhi dengan doa untuk orang lain dan bagi dunia, dan doa ini tidak perlu terhenti oleh ketakutan.
Saya teringat permintaan Musa yang mendesak kepada bani Israel untuk memilih siapa yang akan mereka sembah: kehidupan, atau kematian (lihat Ulangan 30:19). Meskipun pilihan tersebut kelihatannya agak berlebihan, saya melihat bahwa saat itu, dengan memilih untuk menerima kesejatian yang bersifat kebendaan di mana kecelakaan dapat terjadi, atau memilih terus berpegang pada titik tolak saya yang mula-mula untuk bersuka cita tanpa henti dalam kasih Allah yang mahakuasa serta pemeliharaanNya bagi ideNya yang rohaniah, manusia, pada dasarnya saya memilih antara suatu pengalaman yang penuh dengan kejutan, terombang-ambing antara baik dan buruk dan cenderung mengalami kecelakaan serta dikuasai nasib, atau memilih kesinambungan serta kemahakuasaan Hidup ilahi, yang adalah nama lain untuk Allah menurut apa yang saya pelajari dalam Ilmupengetahuan Kristen.
Ini merupakan suatu proses pemikiran yang berlangsung sangat cepat. Belum sampai mengambil lima langkah, saya sudah memilih untuk melanjutkan dengan sukacita serta keyakinan dalam kebenaran, dan menolak pikiran bahwa saya pernah jatuh. Dengan segera saya dapat bebas melangkah, dan tidak merasa sakit lagi.
Tidak lama kemudian, pada waktu makan malam, datang pikiran, “Banyak orang menganggap bijak untuk mengompres pergelangan kaki tersebut dengan es, hanya untuk menghindari akibat buruk saja.” Saya belum pernah mengompres cedera dengan es sebelumnya, jadi pikiran itu datang begitu saja. Ketika saya mulai mempertimbangkannya, saya sadar bahwa pergelangan kaki saya terasa berdenyut, dan saya mulai bertanya-tanya apakah bijaksana tidak melakukan hal itu. Tetapi karena sebelumnya pada hari itu, menyatakan sukacita datang sebagai ide yang terasa begitu murni, saya segera mencari sesuatu yang mendatangkan sukacita.
Dengan cepat, datang ide bahwa saya dapat bersukacita karena memiliki hak untuk memilih perawatan yang saya rasa paling baik. Titik balik yang menentukan pada penyembuhan tersebut terjadi, ketika saya sadari bahwa pilihan saya untuk bergantung kepada Ilmupengetahuan Kristen bukan karena adanya suatu perintah yang menggariskan bagaimana saya mencari kesembuhan, dan yang saya patuhi tanpa pengertian, tetapi karena saya tahu bahwa bersandar pada Ilmupengetahuan Kristen adalah bentuk perawatan yang terbaik. Saya mempunyai hak dan kebebasan untuk tetap berpegang pada keyakinan saya akan kebenaran, bahwa kebaikan tidak bisa terputus. Anak saya aman, saya aman, Allah mengasihi kita semua, dan itulah kenyataannya. Saya tidak perlu membiarkan pikiran melakukan diagnosa sendiri, merasa ketakutan, atau mengikuti pendapat umum dan bertanya-tanya bagaimana kalau terjadi ini itu. Saya melanjutkan makan dan segera menyadari, saat bangkit, bahwa saya sama sekali tidak merasa sakit, atau merasakan denyutan, atau apa pun selain merasa bahwa pergelangan kaki saya normal.
Perlu saya sampaikan juga bahwa saya sedang berlatih untuk lomba berlari melalui rintangan, dan salah satu kekhawatiran terbesar saya adalah bahwa saya mungkin tersisih dan tidak bisa berlatih lagi, atau setidaknya tidaklah bijaksana bagi saya untuk berlatih. Kekhawatiran ini saya hadapi dan atasi bersama dengan ketakutan dan rasa sakit yang saya alami, dan saya dapat meneruskan latihan saya dengan sukacita dan penuh percaya diri.
Saya sangat bersyukur atas kejernihan yang didatangkan Ilmupengetahuan Kristen pada pikiran dan pengertian saya akan kehadiran serta kasih Allah, dan dampak yang mencipta dan memelihara dari kehadiran ilahi itu pada hidup saya. Seperti yang ditulis Penyair Mazmur, “Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang” (Mazmur 36:10). Terang Kebenaran dan Kasih yang sempuna, yang adalah Hidup itu sendiri, memungkinkan kita semua melihat ciptaanNya yang sempurna, termasuk diri kita sendiri dan orang lain, sebagai tidak jatuh dan utuh.
Saya senang akan kuasa yang terkandung dalam kata-kata Yesus Kristus yang memberi semangat ini: “Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu.” (Lukas 12:32). Kerajaan ini, kerajaan surga yang sebagian didefinisikan oleh Penemu dan Pendiri Ilmupengetahuan Kristen, Mary Baker Eddy, sebagai, “Pemerintahan keselarasan dalam Ilmupengetahuan ilahi” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 590), sungguh hadir di mana-mana dan meliputi kita semua.
John Biggs
Maryland Heights, Missouri, AS