Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Dikasihi, tidak dilupakan

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 15 Juni 2015

Aslinya diterbitkan di edisi 4 Mei 2015, majalah Christian Science Sentinel


Pernahkah anda merasa dilupakan oleh Allah? Saya masih ingat merasa dilupakan dan tidak diperhatikan saat duduk di bangku kuliah. Seakan setiap orang di sekeliling saya mempunyai kehidupan yang menyenangkan, dan saya hanya menjadi seorang penonton.

Saat itu kuliah saya hampir selesai dan saya merasakan tekanan yang kelihatannya semakin besar memikirkan apa yang harus saya lakukan setelah lulus. Teman-teman sekelas merencanakan mencari pekerjaan dan apartemen untuk ditinggali bersama. Seakan semua orang di sekeliling saya membuat rencana, dan saya tidak dilibatkan dalam satu pun rencana mereka. Saya merasa seakan tidak ada yang peduli mengenai apa yang akan saya lakukan setelah lulus.

Suatu malam, teman sekamar saya kembali dan mengatakan bahwa dia telah bertunangan. Saya sangat senang atas kebahagiaan yang dirasakan teman saya dan tunangannya dan saya pun menjadi salah seorang saksi pernikahan mereka musim panas berikutnya. Tetapi berita yang menyenangkan tentang teman saya itu menjadikan saya merasa tertinggal dalam perlombaan hidup. Saya pernah berkencan, tetapi tidak pernah memiliki pacar yang serius. Saya mulai meragukan apakah saya akan pernah memiliki pacar. Selain itu, saya harus membuat tulisan ilmiah setebal 40 halaman dan saya belum memulainya. Saya mulai merasa sakit parah, dan tidak memiliki tenaga atau kemauan untuk bangun dari tempat tidur.

Sebagai seorang pelajar Ilmupengetahuan Kristen, selama hidup saya, saya selalu berdoa untuk mendapat kesembuhan. Oleh karena itu saya membuka Buku Triwulanan Ilmupengetahuan Kristen untuk membaca Pelajaran Alkitab minggu itu. Meskipun secara logika saya tahu bahwa yang saya baca itu benar, saya tidak merasa lebih baik. Saya merasa frustasi dan mulai bertanya-tanya apakah janji-janji Allah dalam Alkitab berlaku juga bagi saya. Saya menyingkirkan Pelajaran Alkitab dan memutuskan untuk mengerjakan karya ilmiah yang sudah lama saya biarkan terbengkalai.

Saya sakit selama sekitar dua minggu. Suara saya hampir hilang. Suatu hari saat istirahat makan siang, saya kembali ke kamar dan merebahkan diri di tempat tidur. Saya sedang rebahan, merasa galau dan mengasihani diri sendiri, ketika telepon berdering. Saya merasa enggan menjawabnya, dan saya juga hampir tidak bisa mengeluarkan suara, tetapi saya angkat juga telepon itu.

Ternyata yang menelepon adalah seorang guru Ilmupengetahuan Kristen yang berada jauh dari tempat saya. Saya tidak meneleponnya, dan saya bahkan merasa belum pernah berbicara dengannya sebelumnya.

Dia berkata, “Apakah ini Jenny Moeller yang memberi kesaksian mengenai renang saat saya mengunjungi gerejamu?” Dengan sisa suara yang masih bisa saya keluarkan saya menjawab bahwa memang benar, sayalah orangnya.

Kemudian dia berkata kurang lebih seperti berikut “Terima kasih untuk kesaksianmu. Saya sering memikirkannya.” Sebelum menutup telepon, dia mengatakan “Dan apa pun masalahmu saat ini, itu juga tidak sejati.”

Saat menutup telepon, hati saya dipenuhi rasa syukur. Guru tersebut sudah pasti tidak memiliki nomor telepon saya. Saya belum pernah menelepon atau minta bantuan darinya. Dia dibimbing untuk menelepon saya, dan itu berarti dia harus mengingat nama saya dan menelusuri keberadaan saya. Sudah pasti Allah mengasihi saya. Dia telah mengirimkan seorang penyembuh dari wilayah yang jauh di negara saya langsung ke pintu kamar saya di asrama.

Perasaan akan kasih Allah kepada saya yang begitu nyata tersebut membuat saya menangis. Persis seperti kisah mengenai putera Hagar, Ismael, Allah mendengar saya tepat di mana saya berada (lihat Kejadian 21:17). Saya tidak lagi ragu bahwa keperluan saya dipenuhi. Saat itu juga saya merasa yakin bahwa saya dikasihi, bukan hanya secara umum, sebagai salah satu ide Allah; saya tahu bahwa Allah sepenuhnya mengasihi saya secara khusus.

Kesadaran tersebut segera diikuti kesadaran yang lain. Tidak peduli, apakah penyakit saya berlangsung sehari, atau berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun, penyakit tidak bisa merupakan bagian dari diri saya. Tidak seorang pun dapat diperdayai untuk berpikir demikian. Hal itu seperti mengenakan baju buah waluh yang saya kenakan waktu masih kecil di hari Halloween. Tidak peduli berapa lama saya mengenakan kostum itu, tidak seorang pun akan percaya bahwa saya telah menjadi buah waluh. Itu hanyalah kostum. Tidak peduli berapa lama penyakit seakan berlangsung, itu bukan bagian dari diri saya. Itu hanyalah suatu ilusi. Dan hal itu dapat disembuhkan.

Secara fisik saya tidak merasa ada perbedaan, tetapi saya tahu bahwa saya telah sembuh begitu telepon dari guru itu berakhir. Saya pergi ke latihan renang dengan langkah-langkah ringan. Saya tidak sabar untuk berbagi ide-ide baru yang menyembuhkan itu dengan anggota tim saya. Tidak lama sesudah itu saya sembuh sama sekali. Dan saya mendapat nilai A untuk karya ilmiah saya.

Segera sesudah itu saya mengunjungi teman saya yang baru saja bertunangan yang tinggal di asrama lain di kampus saya, dan kebetulan berjumpa dengan seorang kenalan yang sudah lama tidak bertemu. Dalam beberapa minggu, kenalan itu menjadi pacar saya. Kami berdua akhirnya mendapat kesempatan magang selama musim panas di kota pacar saya, dan kami menikmati waktu bersama yang indah, yang memang saya butuhkan.

Allah membimbing saya untuk bertemu dengan orang yang peduli akan rencana saya sesudah lulus kuliah. Saya takjub dengan perkembangan ini, dan saya tahu itu bukan karena upaya saya secara insani. Saya menyaksikan berkat Allah bagi setiap orang di antara kita terkembang dalam pengalaman saya. Hubungan asmara dengan pacar saya sudah lama berakhir, tetapi makna kasih yang lebih dalam tetap tinggal bersama saya untuk selamanya.

Kebenaran kata-kata Yesus Kristus ini, merupakan kenyataan bagi saya: “Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Matius 6:8) dan “Bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya” (Lukas 12:7).

Saya sangat bersyukur kepada Allah untuk caraNya memenuhi janjiNya, yang terkadang sama sekali tidak terduga. Saya senantiasa bersyukur untuk Ilmupengetahuan Kristen dan manfaat yang telah diberikan dan terus diberikannya kepada saya.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.