Baru-baru ini, ketika membuka-buka kamus bahasa Indian Choctaw, saya melihat kata yang terkesan sangat indah—satu kata yang mencakup arti yang dalam dan lembut: nuktalachi, "menyembuhkan hati." Saya sadar bahwa satu kata tersebut pastilah berperan besar dalam pikiran bangsa Choctaw ketika mereka dipaksa pindah dari negeri mereka yang sekarang ini dikenal sebagai Alabama dan Mississippi dan dikirim ke Barat (seperti halnya suku Cherokee dan penduduk asli Amerika lainnya) menempuh “Jejak Air Mata” dengan menghadapi udara yang sangat dingin, hati yang pedih, rasa lapar, penyakit, dan bahkan maut. Pastilah mereka berpegang erat sekali pada harapan yang terkandung di dalam kata itu; bahkan mungkin kata itu telah menjadi sebuah doa yang terdiri dari satu kata.
Orang dari suku dan bangsa apa pun, di bagian mana pun di dunia ini, seringkali masih meratap untuk mendapatkan kesembuhan hati, untuk mendapatkan kata yang lembut, sentuhan yang halus, wajah yang ramah, sifat yang memaafkan. Adakah orang yang tidak kadang-kadang merasa atau berkata “Hal itu membuat hatiku remuk” atau yang tidak merasa dia sedang menempuh “Jejak Air Mata”-nya sendiri? Ada jejak yang lain, jejak yang menuju nuktalachi—penyembuhan hati.
Jalan ini mencakup pemahaman yang baru tentang Allah sebagai Kasih yang tidak berhingga—suatu pandangan tentang Allah yang sarat dengan kasih sayang yang merangkum seluruh alam semesta, termasuk setiap orang di antara kita. Memahami Kasih ini, bahkan sedikit saja, membebaskan kita dari rasa takut, air mata, dosa, dan kesedihan, dan menunjukkan bagaimana kita dapat menemukan tidak hanya kebebasan kita sendiri tetapi juga bagaimana melihat saudara kita, laki-laki dan perempuan, sebagai ciptaan dari Kasih ilahi itu. Suatu jalan yang membimbing kepada pelukan Kasih ilahi dengan sendirinya menjauhkan dari apa pun yang tidak menyerupai Kasih.
Kekristenan yang sesungguhnya menuntut agar kita belajar menyembuhkan seperti yang dilakukan Yesus, dan suatu bagian yang sangat penting dari penyembuhan ini adalah menolong orang yang remuk hatinya. Mary Baker Eddy, yang telah mengalami sendiri tahun-tahun yang penuh dengan kepedihan hati, penyakit, tanpa tempat tinggal, dan kehilangan, menulis, “Jika kita hendak membukakan pintu penjara bagi orang sakit, lebih dahulu kita harus belajar membebat hati yang remuk" (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 366). Ini mengingatkan kita kepada kata-kata Yesus Kristus yang tertulis di Injil Lukas: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; Ia telah mengutus Aku untuk merawat orang yang remuk hatinya, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan memulihkan penglihatan orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas" (4:18, menurut versi King James).
Lalu, bagaimana kita merawat hati yang terluka dan bersedih? Bagaimana kita membebat hati kita sendiri yang remuk? Kita harus belajar melihat diri kita sendiri dan orang lain melalui pandangan Kasih ilahi. Kasih ilahi melihat setiap orang di antara kita, bukan sebagai manusia fana yang ringkih, melainkan hanya sebagai ide rohaniahNya sendiri yang sepenuhnya dikasihiNya, yang senantiasa satu dengan Kasih. Ide Kasih tidak pernah mengalami hati yang terluka dan tidak pernah mengalami tragedi, karena tidak pernah berada terpisah dari hati Kasih yang akbar. Tidaklah mungkin bagi ide yang tercakup di dalam Budi ilahi untuk mengalami luka.
Menyadari kebenaran ini akan membimbing kita dengan lebih konsisten kepada tanggapan Kasih atas kesedihan. Tanggapan tersebut menolak kesedihan, kekejian, kepahitan, penyesalan, dan semua ketidak-bahagiaan seperti itu sebagai dusta yang mustahil tentang anak Allah karena Kasih tidak pernah menciptakan hal-hal seperti itu. Hal-hal tersebut tidak ada di dalam kerajaan rohaniah di mana Kasih adalah semua; semua hal itu bukan bagian yang sesungguhnya dari anak Allah, gambar dan keserupaanNya.
Menerima pandangan Allah bukanlah suatu celah untuk melarikan diri dan mengabaikan kesedihan, penyakit, atau dosa; alih-alih demikian, hal itu mencakup suatu perubahan hati yang radikal, yang menyembuhkan masalah-masalah tersebut dengan cara berserah kepada kemaha-tahuan Allah. Allah tidak mengenal keadaan yang disebut “hati yang remuk”; Allah tidak pernah memberi ciptaanNya hati yang dapat remuk. Menyetujui bahwa yang kelihatan sebagai keadaan yang sulit tersebut adalah kesejatian tentang manusia, merasa kasihan kepada diri sendiri atau orang lain, tidak pernah menyembuhkan sesuatu. Kasih sayang yang sesungguhnya hanya mengakui kebaikan Allah dan ciptaanNya, dan membiarkan kita—dan orang-orang yang hendak kita bantu—untuk bebas dari segala jenis hati yang remuk, baik yang kelihatannya disebabkan kesewenangan, tidak mau memaafkan, prasangka rasial, kehilangan orang yang disayang, ketidak-adilan, atau penolakan.
Dengan berpaling kepada hati Kasih ilahi untuk mendapatkan kesembuhan, mungkin kita bahkan harus menghadapi fakta bahwa kita perlu (dan dapat menemukan!) kesembuhan dari kekerasan hati yang cenderung melukai orang lain melalui kesembronoan, sikap dingin, atau ucapan yang tajam. Pandangan Allah tentang manusia tidak mencakup orang yang menjadi korban atau orang yang membuat orang lain menjadi korban. Pandangan yang tidak benar itu bukan berasal dari Allah dan tidak perlu menjadi milik kita. Anak Allah adalah pernyataan dan obyek dari Kasih Allah. Ia senantiasa mencerminkan kelembutan, sifat suka memaafkan, dan fleksibilitas Roh.
Sebagai orang yang pernah remuk hatinya, saya dapat dengan bersyukur menyatakan bahwa saat pertama kali membaca buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan, mata saya dicelikkan pada kebaikan Allah sedemikian rupa sehingga untuk pertama kali dalam hidup saya, saya merasa benar-benar dikasihi, dan dalam tiga hari sembuh dari sakit berat yang saya rasa mematikan. Membaca buku itu telah mengembangkan pemahaman saya tentang kasih sayang Allah, sehingga hal itu juga menyembuhkan kesedihan, depresi, serta penyesalan yang saya rasakan, dan membawa saya ke jalan menuju pertumbuhan dan penemuan rohaniah. Kemudian di tahun pertama pembelajaran rohaniah saya, saya juga sembuh dari sakit jantung yang sudah didiagnosa, ketika saat mengalami masalah fisik yang hebat, saya dengan sungguh-sungguh mengakui kehadiran serta kuasa Kasih ilahi.
Sejak saat itu saya telah menyaksikan banyak hati diringankan bebannya dan diarahkan kembali melalui Kasih Allah. Orang-orang yang menemukan dan menyetujui sudut pandang Kasih tidak pernah lagi puas menerima gambaran yang keliru tentang Allah ataupun manusia yang tidak mempunyai hati, atau pun orang yang hatinya remuk. Dan lebih lagi, mereka akan menemukan bahwa hati mereka sendiri menjadi seperti yang dimiliki Allah—penuh pengampunan, suka memaafkan, luas dan penuh kasih. Mereka senang membebat hati yang remuk dan berbagi pandangan tentang Kasih yang menyembuhkan.