Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

“Keajaiban”pada kecelakaan truk beroda 18

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Juni 2011

Diterjemahkan dari spirituality.com, edisi  6 Januari 2011


Meskipun dengan taraf keberhasilan yang berbeda-beda, selama beberapa dasa warsa saya telah berusaha untuk tekun mempelajari dan mempraktekkan Ilmupengetahuan Kristen. Dan saya telah belajar, bahwa mengetahui kelanggengan pemeliharaan Allah yang penuh kasih dapat menjadi sesuatu yang sama wajarnya seperti bernafas. Alkitab dan karya tulis Mary Baker Eddy merupakan teman akrab selama hidup saya yang penuh petualangan, antara lain saat mengikuti lomba atletik, mengemudikan pesawat tempur, mengemudikan truk trailer, dan juga dalam pernikahan, membesarkan anak-anak, serta dalam pekerjaan. Sementara itu saya selalu berusaha untuk memahami kebenaran bahwa kesejatian bersifat rohaniah; bahwa jati diri saya adalah cerminan Roh, Allah, kebaikan; dan bahwa pada dasarnya segala sesuatu bersifat mental.  

Sebagai anak Allah, sekarang ini juga kita masing-masing memiliki kemampuan untuk menerima kehadiran serta kuasa kebaikan ilahi. Tantangan kita adalah, setiap kali memahami dan mempraktekkan pengetahuan ini, agar kita dapat membangun suatu dasar pemikiran Kristiani yang merupakan bagian dari wujud kita.

Proses pembelajaran, perenungan,  dan praktek ini memungkinkan kita memperluas dan menjernihkan pikiran kita, agar siap mengetahui kehadiran serta kuasa kebaikan—bahkan secara naluriah.  Saya menganggap bahwa Sang Guru kita di bidang Kekristenan, Kristus Yesus, mempelajari (pengetahuannya tentang Kitab Suci tidak tertandingi), merenungkan (dia secara teratur berkomunikasi dengan Allah, termasuk berdoa kepada Allah “semalam suntuk”), dan mempraktekkan apa yang dipelajarinya (hidupnya merupakan bukti nyata bahwa Allah adalah semua).

Jadi  kalau petualangan tiba-tiba berubah menjadi kecelakaan, suatu dasar akan kepercayaan kepada Allah akan mendukung dan melindungi kita, seperti yang saya alami beberapa tahun yang lalu.

Saat menjadi pengemudi truk beroda 18, pada suatu siang saya mengambil muatan produk sabun dari pabrik di Ohio yang keesokan harinya harus diserahkan kepada sebuah perusahaan ritel di Minnesota. Jadual yang ketat ini mengharuskan saya mengemudi semalaman. Pada pagi buta keesokan harinya, saya kaget karena merasakan lonjakan seakan jalannya berlubang-lubang, lalu menyadari bahwa saya telah menerjang trotoar terlalu jauh ke kanan dan saya pun memutar balik kemudi ke kiri. Kemudian saya mendengar  suara metal berderit dan mesin menderu, dan dengan hati gugup saya menyadari bahwa telah terjadi sesuatu yang sangat buruk. 

Pikiran saya dipenuhi penyesalan yang dalam karena telah gagal mengendalikan truk itu—meskipun saya belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Saya berucap keras, “Apa yang telah saya lakukan?” dan “Apa yang harus saya lakukan?” Saat itu, suatu pikiran datang dengan sangat kuat, seperti suara yang diucapkan di ruang kemudi itu: “Matikan mesin; buka sabuk pengaman; berdirilah dan keluar.” Saya ragu. Suara itu memerintahkan lagi hal yang sama. Saya melakukan perintah itu, dan berada di atas ruang kemudi. Hanya saja “atas” dalam hal ini adalah bagian kiri dari truk, karena truk beroda 18 itu terguling di atas bagian kanannya.

Kemudian, pagi itu setelah menyelesaikan urusan dengan patroli jalan raya dan beberapa pihak lain, saya mengambil beberapa milik pribadi, dan saat itulah saya menyadari betapa mencengangkan bahwa saya bisa keluar dari truk tersebut saat terjadi kecelakaan. Membuka pintu kiri truk tersebut (yang posisinya sekarang ada di atas), memerlukan kekuatan yang luar biasa. Saya pun turun dengan hati-hati (truk tersebut berstir kiri) dan berdiri di tempat yang semula merupakan bagian kanan—lalu melihat ke atas ke arah lubang pintu yang terbuka.  Dalam hati saya mengulangi perintah yang saya dengar.  

Saat itu saya merasakan kerendahan hati yang luar biasa dan keinginan untuk bersujud. Rasanya mustahil saya dapat keluar dari truk itu saat kecelakaan terjadi! Tidak, pikir saya, tidak ada yang mustahil bagi Allah. Ajaib? Mungkin, tetapi tidak melampaui yang wajar; bagaimanapun juga, adakah sesuatu yang dapat melampaui kebaikan ilahi yang wajar? 

Sebuah truk beroda 18 memiliki lebar  sekitar 2,4 meter. Ada dua kursi besar bertepi yang dipisahkan jarak—untuk  pengemudi dan seorang penumpang. Karena truk itu terguling ke sebelah kanan, maka bagian bawah (alas) truk berada dalam posisi vertikal dan kursi pengemudi berada dalam posisi horizontal sekitar 1,8 meter di atas tanah. (Saya pernah merekonstruksi keadaan tersebut dengan mengangkat kursi dalam posisi horizontal ke arah  langit-langit sebuah rumah standar dengan langit-langit setinggi 2,4 meter).

Saya merenungkan sekali lagi perintah yang saya dengar. “Matikan mesin?” Ya, saya dapat membayangkan melakukan hal itu. “Buka sabuk pengaman?” Apakah saya tidak akan jatuh ke samping? “Berdirilah dan keluar?” Di mana saya harus berpijak? Saya tidak dapat mencapai pintu kiri dari dasar di mana saya berdiri, dan berdiri di atas sisi kursi penumpang adalah hal yang sulit. Sesungguhnya, selama itu saya tidak pernah merasa berada dalam sesuatu posisi selain tegak, dan proses keluar saya terasa cepat dan mudah seperti dalam keadaan biasa. Saya baru sadar tentang posisi truk itu setelah keluar dari truk. Tidak ada yang terluka dalam peristiwa tersebut, dan selain luka kecil di kepala saya, tidak ada tanda-tanda bahwa saya mengalami kecelakaan.

Merenungkan kejadian tersebut, saya takjub bahwa saya tidak merasa takut atau mengalami cedera. Memang ada penyesalan bahwa saya telah melakukan suatu kesalahan—mengemudi dalam keadaan lelah sekali—tetapi saya tidak pernah mengkhawatirkan keadaan saya. Tidak adanya ketakutan ini pasti telah manjadikan pikiran saya terbuka bagi Allah, Budi.

Buku ajar Ilmupengetahuan Kristen, Ilmupengetahuan dan Kesehatan, menyatakan, “Kita berjejak di atas tenaga. … Pengetahuan insani menyebutnya tenaga-tenaga zat, akan tetapi Ilmupengetahuan ilahi menyatakan, bahwa tenaga itu seluruhnya masuk bagian Budi ilahi dan merupakan sifatNya yang kekal, dengan demikian mengembalikannya kepada tempat serta golongannya yang benar” (hlm. 124). Di dalam kebenaran tidak berhingga yang terkandung dalam kata-kata tersebut saya menemukan penjelasan sederhana bagaimana saya dapat keluar dengan selamat dari truk yang terguling itu.

Meskipun kita memahami kebenaran sedikit demi sedikit, pengalaman menegaskan bahwa tidak ada keadaan yang berada di luar kendali Kasih ilahi yang memberkati.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.