Saat masih kuliah, saya bekerja paruh waktu untuk membantu membayar biaya kuliah. Dalam dua peristiwa, pernah pendapatan dari pekerjaan itu tidak cukup untuk menutup biaya kuliah yang semakin tinggi. Dalam setiap kejadian itu saya berdoa, dan melihat keadaan tersebut sebagai kesempatan untuk memahami dengan lebih baik identitas saya sebagai anak Allah dan menyaksikan kasih serta bimbingan Allah bagi saya.
Saya mulai menyadari bahwa pekerjaan tidak begitu terkait dengan keadaan keuangan saya, dan lebih terkait dengan bagaimana saya menjawab pertanyaan-pertanyaan rohaniah berikut: Dapatkah saya menyatakan sifat-sifat rohaniah dengan lebih sempurna saat bekerja? Dapatkah saya percaya bahwa Allah senantiasa menjaga kita? Dengan perkataan lain, dapatkah saya benar-benar bekerja untuk Allah?
Saat pertama kali gaji saya tidak mencukupi, doa saya menunjukkan bahwa saya harus lebih tekun melakukan kehendak Allah, dan lebih menyatakan sukacita, bersifat pengasih, dan jujur dalam pekerjaan saya. Saya berusaha melakukan hal tersebut. Beberapa hari kemudian, saya diberitahu bahwa gaji saya per jam akan dinaikkan. Dengan kenaikan tersebut, saya dapat memenuhi keperluan saya yang mendesak. Saat kedua kalinya gaji saya tidak dapat memenuhi kebutuhan, datang pemikiran yang kuat untuk meminta kenaikan gaji. Saya terus berdoa mengenai ide ini untuk memastikan bahwa saya tidak bertindak berdasarkan kemauan diri melainkan sesuai bimbingan ilahi. Saat pemikiran itu terus datang, saya pun mengajukan kenaikan gaji, dan dengan segera diluluskan.
Kedua pengalaman ini memberi saya kebenaran yang mendasar mengenai hubungan dengan pihak yang akan mempekerjakan saya di masa depan—dan saat ini, sebagai seorang professional yang bekerja sendiri—bahwa apa pun keadaan insani yang saya hadapi, Allah adalah pimpinan kita yang sesungguhnya. Pekerjaan kita yang sebenarnya adalah menyatakan kasihNya yang menyembuhkan, kasih karuniaNya, kebenaranNya, kearifanNya, dan kuasaNya dalam semua yang kita lakukan, karena faktanya adalah, kita adalah gambar dan keserupaan Allah. Untuk membuktikan kebenaran fakta ini, kita harus selalu berpaling kepadaNya setiap hari untuk mendapatkan kekuatan dan keberanian yang diperlukan guna menjalani kehidupan yang jujur dan tidak mementingkan diri sendiri. Suatu saat kita dapat diasosiasikan sebagai pegawai kantor, guru, tukang bersih-bersih, penjual, pekerja bangunan, pengacara, artis, atau salah satu profesi lainnya. Tetapi pekerjaan kita yang sesungguhnya adalah menyatakan keindividuilan rohaniah yang diberikan Allah kepada kita masing-masing.
Saya menyukai kata-kata Kristus Yesus ini: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga” (Yoh 5:17). Pekerjaan Allahadalah memberikan tujuan, sukacita, kecerdasan, kearifan, ketertiban, secara melimpah kepada putera-puteriNya. Allah memelihara kesempurnaan rohaniah seluruh alam semesta. Memahami fakta-fakta ini, suatu saat Yesus menjelaskan pekerjaanya sendiri sesuai yang dikatakan nabi Yesaya: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4:18-19).
Itulah uraian tugas yang dibuat Yesus sendiri—dan jika sebagai pengikutnya kita seharusnya bekerja seperti dia, maka itu juga menjadi uraian tugas kita. Tujuan kita adalah agar kita tumbuh dalam pemahaman akan identitas kita sebagai anak Allah, kemudian menjalani kehidupan dari dasar tersebut, dengan demikian “memberitakan injil” melalui cara hidup kita. Setiap hari, dalam setiap hubungan yang kita jalin dan dalam tugas kita, kita dapat berpikir dan mengatakan kebenaran tentang sifat rohaniah kita, dan dengan demikian memberikan penghiburan, sukacita, dan wawasan kepada orang yang kita temui. Meskipun pendapat konvensional mengatakan bahwa gaji kita menutup keperluan kita, sebetulnya dengan memanfaatkan dan mengembangkan sifat-sifat rohaniah itulah ita mendapati bahwa Allah memenuhi keperluan kita. Kegiatan seperti itu menyambut hangat terang Kristus, Kebenaran yang tidak berbatas, ke dalam kehidupan kita serta menghapuskan kegelapan ketakutan, atau kepercayaan bahwa kita dapat kekurangan sesuatu yang baik. Dan Allah memberikan banyak kesempatan untuk memanfaatkan karuniaNya.
Di mana pun kita berada, apa pun yang kita kerjakan, kita mempunyai kesempatan untuk menyatakan kasih serta kecerdasan Allah saat itu juga.
Contohnya, suatu kali saya mendengar perang mulut yang keras di toko tempat saya bekerja. Seorang pegawai dan seorang pelanggan saling melemparkan kata-kata yang pedas. Saya berpaling dalam doa kepada Allah saat memasuki ruang penjualan, dan seketika itu juga saya merasakan kasihNya bagi semua pihak. Saya berkata kepada petugas yang terlibat bahwa saya akan menangani masalah tersebut. Saya benar-benar merasakan bahwa Allah menggunakan saya untuk menyatakan kesabaran, kerendahan hati, dan kasih sayang yang diperlukan, dan dengan cepat menemukan cara untuk menyelesaikan keluhan pelanggan tersebut. Baik pelanggan maupun teman sekerja saya merasa puas dengan penyelesaian tersebut.
Di lain waktu, seorang pelanggan jatuh di luar toko kami dan merasa ketakutan. Untuk keperluan asuransi, petugas paramedik didatangkan. Saya duduk menunggu dengan pelanggan itu dan berdoa dalam hati. Selama beberapa menit bersama pelanggan itu, saya menyeka air matanya ketika dia menceriterakan ketakutannya hidup sendiri. Saya menghiburnya dan menyatakan kasih, sukacita, dan kepedulian terhadap kesejahteraannya. Saat petugas paramedik tiba, tidak ditemukan tanda-tanda cedera, dan pelanggan itu pergi dengan kebebasan penuh tanpa cedera.
Di mana pun kita berada, apa pun yang kita kerjakan, kita mempunyai kesempatan menyatakan kasih serta kecerdasan Allah saat itu juga. Allah mempekerjakan kita masing-masing untuk menyatakanNya. Allah mengaruniai kita kemampuan untuk melaksanakan tugas yang kita hadapi, dan Budi ilahi mendukung kita dalam pencapaian ini.
Saat kita tidak mempunyai pekerjaan, mengalami stres di tempat kerja, atau tidak puas dengan pekerjaan kita, mungkin kita merasa bahwa hidup kita memiliki sedikit saja sifat-sifat ilahi, dan kita dipenuhi dengan kemarahan, tawar hati, ketakutan, keangkuhan, dengki. Saya mendapati bahwa saat itulah kita perlu mengurangi kemauan insani dan lebih bersedia untuk berserah kepada kemauan ilahi—untuk menyatakan dengan bebas kasih dan sukacita Allah. Sebagai model untuk mengembangkan hal tersebut, saya ingat apa yang ditulis Mary Baker Eddy: “Allah menyatakan dalam manusia ide yang tidak berhingga, yang terus-menerus mengembangkan diri sendiri, meluas, dan dari suatu dasar yang tidak berbatas naik makin lama makin tinggi” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 258).
Sekarang juga, kita dikasihi Allah, sepenuhnya diisi dengan sifat-sifatNya yang baik. Karena berasal dari kearifan ilahi, sifat-sifat ini membawa bimbingan dan kekuatan yang diperlukan untuk menangani keadaan apa pun yang kita hadapi. Dan sumber daya yang tidak berhingga tersedia bagi setiap orang yang dengan konsisten berupaya menjalani hidup yang bermoral dan tumbuh secara rohaniah—yang ingin mendatangkan kesembuhan kepada keadaan apa pun dan di mana pun kita bekerja.