Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Malaikat-malaikat di jalan bebas hambatan 24

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Maret 2011

Diterjemahkan dari Christian Science Sentinel, edisi  31 Oktober 2005


Tujuan kami siang hari yang cerah di Colorado itu adalah Pike’s Peak. Kami telah memesan tiket  kereta api bergigi (jalur kereta api bergigi yang tertinggi di dunia) menuju puncak dengan ketinggian hampir 5000 meter. Tetapi perjalanan kami terhenti … dan di sinilah kisah kami dimulai.

Kami sedang mengendarai mobil menuju Colorado Springs di jalan bebas hambatan 24, suatu jalan dua-jalur, saat kami mendekati tikungan buta. Don, suami saya berteriak, “Mobil itu menuju arah kita di jalur kita!” dengan cepat ia mengarahkan mobil kami sejauh mungkin ke kanan, untuk menghindari tabrakan langsung.

Tanah di kedua sisi jalan tersebut menurun tajam, dengan bahu jalan selebar kurang lebih satu meter saja.  Mobil tersebut menabrak kami dengan kecepatan tinggi dan melemparkan mobil kami melampaui kedua jalur lalu-lintas, menabrak pagar pengaman dan jatuh ke bawah di seberang jalan.

Mungkin itulah awal cerita yang sesungguhnya.

Mungkin Anda pernah mendengar ungkapan “Di dunia, tetapi tidak merupakan bagian dari dunia.” Saya pikir itulah penjelasan terbaik yang dapat saya berikan mengenai apa yang saya rasakan saat itu. Peristiwa itu terjadi, tetapi seakan tidak terjadi. Kami hanya berpindah, melalui banyak putaran, dari jalan bebas hambatan dengan posisi kaki di bawah, ke lembah gunung dalam posisi terbalik.

Sesudah kejadian itu kami mengetahui, bahwa saat kami berada di sana, Don dan saya merenungkan hal yang sama, yakni kesemestaan Allah yang mutlak, dan fakta bahwa “kecelakaan tidak ada bagi Allah,” sebagaimana ditulis Mary Baker Eddy pada  halaman 424 buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan. Ny. Eddy selanjutnya menyatakan, “Di bawah pimpinan dan penjagaan ilahi tidak dapat terjadi kecelakaan, karena tidak ada tempat bagi ketidaksempurnaan di dalam kesempurnaan.”

Don bertanya dengan pelan, “Engkau baik-baik saja?” Dan saya pun menjawab dengan pelan, “Saya baik-baik saja.” Sedikit demi sedikit dia dapat membuka pintu mobil kami yang sudah ringsek. Berdiri di atas tempat persneling, kami naik ke atas dan keluar.  Kami tidak mengalami cedera, dan tidak merasa takut atau tidak nyaman.

Mobil satunya, yang juga hancur total, masih berada di jalan. Mobil-mobil yang lewat berhenti, orang-orang berlari membantu para penumpang di mobil itu, dan menelpon ambulans menggunakan telpon genggam mereka.

Tiba-tiba, seseorang melihat mobil kami di lembah, dan berteriak, “Cepat ke sini. Ada mobil lain. Angkat tubuh mereka!” 

“Tidak, tidak, itu mobil kami. Kami baik-baik saja” kata kami, sambil memanjat naik ke jalan.

Orang-orang menyaksikan dengan tidak percaya, mereka hanya berdiri dan menatap tidak percaya. “Tapi tidak mungkin. Mobil Anda ….”

“Allah itu baik,” saya berkata.

“Allah?” tanya mereka.

“Ya, Allah.”

Sementara makin banyak orang berkerumun, kami terus mendengar suara hiruk pikuk  berkata berulang-ulang, “Ini perbuatan Allah. Mereka ada di sana. Mereka baik-baik saja. Ini perbuatan Allah.” Tidak ada keraguan. Tidak ada yang meremehkan. Mereka menerima sepenuhnya apa yang saya katakan dan yang mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri.

Ketika ambulans datang, petugas paramedik sangat mengkhawatirkan bukan hanya para penumpang di mobil yang lain, tetapi juga suami saya dan saya. Mereka berkata bahwa pasti ada cedera yang tidak kami rasakan, dan terus menyarankan agar kami duduk di tepi jalan sementara mereka melakukan beberapa pemeriksaan.

Para petugas itu mengatakan bahwa menurut buku panduan mereka, kecelakaan dahsyat seperti itu masuk dalam kategori keadaan darurat yang paling tinggi. Begitu tinggi sehingga mereka tahu bahwa kami menderita cedera berat, sudah pasti cedera dalam.

Sementara menjalani pemeriksaan demi pemeriksaan, Don dan saya berdoa. Saya berdoa berdasarkan “pernyataan ilmiah tentang wujud” pada halaman 468 buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan. Pernyataan tersebut mulai dengan kalimat: “Tidak ada hidup, kebenaran, kecerdasan, atau substansi dalam zat. Segala-galanya ialah Budi yang tidak berhingga dengan penyataanNya yang tidak berhingga, karena Allah adalah Semua-dalam-semua.” Dan diakhiri dengan:  “manusia  tidak bersifat kebendaan; dia bersifat rohaniah.” Don dan saya tahu bahwa memahami kebenaran ini sudahlah cukup untuk melindungi kami dari akibat apa pun yang ditimbulkan oleh kejadian tersebut.

Suatu saat perempuan yang memeriksa saya mengatakan bahwa dia mendeteksi tekanan darah tinggi, dan saya mengatakan tidak ada masalah seperti itu.  Apa yang dibacanya hanya mencerminkan kegaduhan yang terjadi saat itu. Dia mengatakan bahwa ada masalah yang lebih serius, dan berkata bahwa bagaimanapun juga kami toh harus pergi ke rumah sakit.

Don dan saya terus berdoa. Kemudian dengan santun kami minta perempuan tersebut untuk memeriksa ulang tekanan darah saya. Dia melakukannya, dan beberapa menit kemudian, mengakui bahwa semuanya kelihatannya baik.

Sesudah itu para petugas paramedik bertanya tentang sejarah medik kami. Kami mengatakan bahwa kami pelajar Ilmupengetahuan Kristen. Mereka bertanya apakah kami alergi terhadap sesuatu obat. Dengan jujur kami mengatakan bahwa kami benar-benar tidak memiliki catatan medik. Ketika kami menolak ajakan mereka untuk pergi ke rumah sakit, mereka menelpon seorang dokter dan memberitahunya bahwa kami “sangat kukuh” tidak mau mendapatkan perawatan medik. 

Dokter itu memutuskan bahwa jika kami bersedia menandatangani formulir yang menyatakan bahwa kami menolak semua bantuan medik, dan membebaskan mereka dari segala tanggungjawab, mereka bersedia menerima keputusan kami.

Kami pun menandatangani formulir tersebut, dan petugas paramedik yang memeriksa kami dan sampai saat itu telah melakukan tugasnya dengan baik, berbisik di telinga saya, “Jika saya menjadi Anda, saya pun akan melakukan hal yang sama.” Ketika kami menanyakan keadaan penumpang mobil yang satunya, kami diberitahu bahwa mereka telah dibawa dengan ambulans ke rumah sakit terdekat dan sampai saat itu belum ada berita mengenai keadaan mereka. 

Beberapa menit kemudian datang mobil derek, untuk membawa mobil kami ke tempat pembuangan mobil yang rusak. Dengan penuh perhatian, pengemudi menawarkan tumpangan kepada kami, dan kami menanyakan apakah bisa menumpang sampai ke sebuah kafe kecil di lereng gunung di mana kami dapat menelpon untuk mendapatkan mobil rental yang lain.

Saat kami menepi di luar kafe, orang-orang berlari ke jendela untuk melihat mobil kami yang ringsek. Ketika kami keluar dari mobil derek, mereka bertanya apakah kami terlibat dalam kecelakaan itu. Mereka takjub ketika kami katakan bahwa kamilah yang mengendarai mobil ringsek tersebut, tetapi kami sama sekali tidak cedera, karena Allah telah melindungi kami.

Kami minta maaf kepada orang-orang di situ karena telah menyebabkan kemacetan selama beberapa jam, dan seorang laki-laki tertawa dan berkata bahwa dia bersedia menunggu satu pekan untuk menyaksikan orang selamat dari kecelakaan seperti itu. Beberapa saat kemudian sepasang suami isteri menawarkan untuk membawa kami ke Colorado Springs. Itu bukan tujuan mereka, tetapi mereka merasa bahwa kami layak mendapat perlakuan seperti itu.

Keesokan harinya kami masih berkesempatan naik kereta bergigi ke Pike’s Peak, tetapi kami  memutuskan lebih baik menghadiri kebaktian di Gereja Kristus, Ahli Ilmupengetahuan. Pike’s Peak menawarkan pemandangan yang luar biasa; kami memilih pemandangan yang kami anggap lebih luhur.

Ketika kami menceritakan pengalaman kami kepada teman-teman di gereja, seorang laki-laki bertanya, “Apakah Anda di jalan bebas hambatan no 24 kemarin sekitar jam dua siang?”

“Ya,” kami menjawab. “Di situlah dan saat itulah peristiwa itu terjadi.”

Dia mengatakan bahwa saat itu ia berada di jalan yang sama dan memperoleh pesan malaikat untuk berdoa tentang keselamatan. Dia pun segera melakukannya, meskipun dia ingat sempat berpikir bahwa keadaan cuaca baik dan tidak alasan untuk berdoa saat itu.

Saat orang itu berbicara, saya teringat akan beberapa baris dari salah satu nyanyian kesukaan saya:

 

Tuhan kirim malaikatnya,
Penghibur Penjaga,
Pembimbing umatNya.
(Violet Hay, Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen, No. 9)

Saya pikir ada lebih dari beberapa malaikat siang itu di jalan bebas hambatan 24 di Colorado.

Sejak itu, kami selalu menolak godaan untuk bertanya mengapa kecelakaan itu harus terjadi. Alih-alih demikian, kami memusatkan pikiran untuk bersyukur atas perlindungan Allah yang sempurna hari itu. Hampir setiap hari kami berpikir “Allah yang menyelamatkan hidup manusia siang itu akan menyelamatkan kita, dan orang lain, berulang-ulang—apa pun yang kita hadapi.”

Selanjutnya  Don dan saya sepakat untuk melihat pemandangan dari Pike’s Peak pada kesempatan lain.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.