Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Sembuh dari diagnosa kanker prostat

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Maret 2011

Diterjemahkan dari The Christian Science Journal, edisi  Februari 2008


Tahun-tahun sesudah isteri pertama saya meninggal, pandangan rohaniah saya mulai goyah. Hidup saya terasa hampa, tanpa tujuan yang  jelas dan saya sedikit saja mengamalkan ajaran agama  yang sebelumnya saya tekuni.

Bulan April  2004, saya didiagnosa menderita kanker prostat. Setelah beberapa saat berjuang melawan ketidaknyamanan dan juga untuk menenangkan kekhawatiran keluarga, saya pergi ke dokter. Dokter itu merujuk saya ke dokter spesialis, yang menguatkan diagnosa dokter sebelumnya dan menyarankan pengobatan.

Saat itu, saya merasakan kekuatan rohaniah saya dibangkitkan kembali. Saya ingat mengatakan kepada dokter itu, “saya seorang pelajar Ilmupengetahuan Kristen dan percaya kepada kuasa doa. Saya minta waktu untuk mengatasi masalah ini dengan cara saya sendiri.” Dokter spesialis itu memberi saya waktu enam bulan, dan sesudah itu saya harus kembali menemuinya.

Saya bersyukur untuk pengaturan tersebut dan pergi ke tempat parkir lalu duduk beberapa saat sambil merenungkan pernyataan saya dan besarnya komitmen yang diperlukan untuk memenuhi janji saya. Saya sadar diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk menghasilkan bukti penyembuhan yang dimungkinkan dalam Ilmupengetahuan Kristen. 

Merasa termotivasi kembali untuk memperdalam kebenaran rohaniah, saya mulai dengan rajin mempelajari Alkitab dan karya tulis Mary Baker Eddy. Salah satu pemikiran yang merupakan kunci dalam membentengi kemampuan saya berpikir secara lebih konsisten dari sudut pandang rohaniah datang dari kata tembok, seperti dalam tembok keselamatan.

Kata ini terasa sangat berkuasa bagi saya dalam ceritera Musa dan bani Israel, yang saat diburu tentara Firaun, menyeberangi Laut Merah sementara “di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka” (Kel 14:29).  Dalam 2 Raja-Raja, ketika Hezekia menderita sakit parah dia “memalingkan mukanya ke arah dinding dan ia berdoa kepada TUHAN” (20:2). Kemudian pada masa Perjanjian Baru, Paulus terlepas dari musuh-musuhnya dengan cara “diturunkan dari sebuah tingkap ke luar tembok…” (2Kor 11:33).

Dalam semua peristiwa itu, kata tembok  sangat terasa bagi saya sebagai kemahakuasaan dan kehadiran Allah, perlindungan penuh kasih yang diberikan Semua yang tidak berhingga. Apakah musuh itu orang banyak yang marah, penguasa yang jahat, penyakit yang parah, setiap kisah tersebut menggambarkan keamanan dan keutuhan yang didatangkan dengan berpaling dari kesaksian palsu pancaindera kebendaan kepada fakta rohaniah akan ke-esaan Allah serta fakta bahwa kita tidak dapat dipisahkan dariNya.

Karena saya tahu bahwa rasa sakit dan penyakit tidak pernah dapat tercakup dalam substansi Roh dan bahwa kesesatan-kesesatan tersebut asalnya selalu bersifat mental, saya berusaha mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai apa yang sejati dan benar—dengan cara bertanya kepada Allah bagaimana saya dapat lebih rendah hati, lebih jujur, lebih bersifat tidak bersalah, dan lebih murni.

Saya juga berdoa dengan suatu kutipan dari buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci yang memberikan pengajaran yang memberdayakan mengenai cara menangani ketidakselarasan jenis apa pun:  “Apabila khayalan tentang penyakit atau dosa menggoda saudara, berpeganglah teguh-teguh kepada Allah dengan ideNya. Janganlah diizinkan sesuatu pun kecuali keserupaanNya menetap di dalam pikiran saudara. Jangan dibiarkan ketakutan atau pun keragu-raguan menyuramkan keinsafan saudara yang jelas serta iman saudara yang tenang, bahwa pengakuan akan hidup yang selaras — sebagaimana Hidup memang demikian dalam seluruh keabadian — dapat memusnahkan tiap-tiap perasaan pedih tentang dan tiap-tiap kepercayaan akan yang bukan merupakan Hidup. Baiklah Ilmupengetahuan Kristen, bukan penanggapan badaniah, menunjang pengertian saudara tentang wujud, dan pengertian ini akan mengganti kesesatan dengan Kebenaran, menukar kefanaan dengan kebakaan, dan mendiamkan ketidakselarasan dengan keselarasan” (hlm. 495).

Secara mental mencerna ide-ide ini dan mempraktekkannya, mengangkat pikiran saya kepada pemahaman yang lebih baik mengenai identitas saya yang rohaniah. Saya terbebas dari rasa takut, dan setahap demi setahap saya menjadi lebih yakin akan hubungan saya dengan Allah—bahwa saya hidup di dalam Allah, tidak di dalam tubuh jasmaniah.

Setelah berdoa, belajar, dan mempraktekkan yang saya pelajari selama beberapa bulan, saya sembuh sama sekali. Selama musim liburan Hari Bersyukur dan Natal saya bebas dari ketidaknyamanan, meskipun saat itu saya menerima banyak surat pemberitahuan untuk memeriksakan diri—baik dari dokter maupun dari keluarga saya.

Untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut, saya membuat janji dengan dokter untuk pemeriksaan lanjutan. Setelah hasilnya diterima, dokter menyalami saya dengan riang dan takjub karena penyakit itu sama sekali hilang. Tetapi dia mengatakan bahwa hanya dokter spesialis yang berwenang memberi saya surat keterangan bahwa saya sehat. Lalu dokter spesialis masuk ruangan itu, memeriksa catatan kesehatan saya, dan bertanya, “Anda diobati dengan hormon apa?” Sekali lagi saya meyakinkannya mengenai kepercayaan saya kepada kuasa doa dan bahwa saya hanya bergantung kepada Allah saja.

Dengan tajam dia memandang saya, mungkin menyelidiki apakah saya mengatakan yang sebenarnya. Tiba-tiba dia tersenyum, lalu berkata, “Biarkan saya merangkul Anda,” lalu dia  merangkul saya. Kemudian dia berkata, “Kanker itu sedang menghilang. Datanglah kembali dalam satu tahun.” Kami berjabatan tangan dan berpisah sebagai teman. Tetapi itulah terakhir kali saya menemuinya. Ini terjadi lebih dari tiga tahun yang lalu, dan saya telah bebas sama sekali dari kesulitan itu. 

Rasa syukur saya tidak dapat diukur. Lebih dari segalanya, saya bersyukur telah kembali mendalami Ilmupengetahuan Kristen dan aktif di kegiatan gereja. 


Wilfred E. Roberts tinggal di Tustin, California, Amerika Serikat.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.