Dengan bencana keuangan yang terjadi akhir-akhir ini, jutaan orang harus bergulat untuk tidak berkecil hati tentang masa depan keuangan mereka. Di cnn.money.com, Scott Hoyt, direktur ekonomi konsumen pada Moody’s Economy.com, dikutip mengatakan, “Para konsumen secara drastis mengurangi pembelanjaannya.” Orang merasa terguncang oleh menurunnya nilai netto ekonomi mereka dan membubungnya harga-harga — dan pada waktu yang sama, pengangguran terus bertambah.
Tetapi berita-berita negatif itu dapat dilawan dengan kebenaran-kebenaran rohaniah yang memberikan jawaban. Adalah sangat menghibur untuk mengetahui bahwa saat kita menghadapi kesulitan keuangan, ada perlengkapan ilahi yang memenuhi keperluan manusia. Seperti manna turun dari langit bagi bangsa Israel yang kelaparan, yang sedang mengembara di padang gurun ribuan tahun yang lalu, dapat datang kesadaran bahwa Kasih ilahi secara ajeg mengirimkan berkat kepada kita juga — bahkan pada waktu keadaan sangat sulit.
Allah tidak secara khas menghujani kita dengan uang dari langit, meskipun itu tentu menyenangkan! Tetapi Allah mengaruniai kita ide-ide rohaniah, ilham dan sifat-sifat yang menjadikan kita mampu membuat keputusan-keputusan yang bijaksana di bidang keuangan. Sifat-sifat seperti kebijaksanaan, kecerdasan, wawasan yang kreatif, dan sebagainya menuntun kepada tindakan-tindakan bermanfaat yang menghasilkan arus penghasilan yang berkesinambungan. Sifat-sifat itu bersumber pada Budi ilahi — sumber yang tidak ada batasnya akan perspetif yang segar, kemungkinan-kemungkinan baru, dan pandangan yang makin luas. Karena kita adalah anak-anak Allah, Budi ilahi adalah sumber kecerdasan kita. Tugas kita, atau “mata pencaharian” kita, jika kita mau memandangnya demikian, adalah mendengarkan dan bertindak berdasarkan ide-ide yang yang penuh ilham yang datang dari Allah — ide-ide yang akan menuntun kita kepada penggunaan yang menguntungkan akan waktu dan energi kita.
Jika ketiadaan lowongan kerjalah yang menjadi sebab keputus-asaan yang mendalam, maka adalah berguna untuk meninjau kembali jenis pekerjaan yang dapat kita lakukan dan yang kita bersedia melakukannya. Dengan banyaknya usaha besar yang memberhentikan ribuan karyawan, dan sejumlah industri yang menghadapi kemungkinan gulung tikar, banyak orang menghadapi keputusan yang sukar mengenai masa depan mereka. Para karyawan bertanya-tanya apakah mereka harus balajar keterampilan baru, menantikan suatu lowongan, atau pindah ke wilayah lain. Adalah melegakan untuk mengingat bahwa di masa-masa yang sarat dengan perubahan, Allah mengaruniai kita kebingkasan, kreatifitas, kesabaran, dan pikiran yang terbuka. Sifat-sifat itu memberi apa yang diperlukan untuk beradaptasi dengan situasi yang berubah.
Rasul Paulus dipanggil untuk menyiarkan injil Yesus Kristus kepada orang banyak. Tetapi dalam kitab Kisah Para Rasul (18:3) tercatat bahwa ia membuat kemah untuk dijual. Bagi seseorang yang dapat menyembuhkan dengan serta-merta, bahkan membangkitkan orang mati, mengisi waktu dengan menjahit terpal dapat terasa sebagai penurunan yang besar dalam martabat! Tetapi diragukan apakah Paulus mengeluh, karena dalam Suratnya yang Kedua kepada Jemaat di Korintus ia menulis, “Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (9:7). Pekerjaan pelayanan Paulus maju terus dengan perjalanan waktu, jelas tanpa dirintangi oleh fakta bahwa ia harus menyisihkan sebagian waktunya untuk membuat kemah. Ini suatu contoh untuk dipertimbangkan jika kita merasa rendah diri karena keadaan pasar kerja saat ini.
Saya kenal seorang seniman, seorang pelukis, yang sepertinya tidak dapat memperoleh penghasilan dari karya seninya. Ia mendoa agar pikirannya terbuka untuk melihat kemungkinan-kemungkinan akan perlengkapan Allah, dan kemudian ia bertemu beberapa orang pemilik kuda yang bersedia membayarnya untuk membuat lukisan mengenai kuda-kuda mereka. Kita lihat, ia menemukan suatu keperluan, memenuhinya, dan keperluannya sendiripun dipenuhi juga. Dalam memberkati orang-orang lain, ia memberkati dirinya sendiri.
Sedang tahun 2009 berjalan terus, orang mendapat hak istimewa untuk menimba dari mata air Budi ilahi yang tidak ada keringnya untuk beroleh pertolongan dan bantuan. Yang terutama diperlukan bukanlah uang atau pinjaman, melainkan ide-ide yang menuntun kepada cara berpikir yang makin maju. Ide-ide ini menjadikan kita mampu mengelola uang dan pinjaman secara efektif. Pada akhirnya, adalah pikiran yang dilhami, yang datang dari Budi ilahi, yang mengubah defisit menjadi surplus, melunasi utang-utang kita, dan mendatangkan kemakmuran.
Paulus juga menulis kepada jemaat di Korintus, “Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan dalam pelbagai kebajikan” (II Kor. 9:8). Allah mengetahui keperluan kita sebelum kita pohonkan, dan memenuhinya sebelum kita melihatnya. Kebijaksanaan ilahi hadir selamanya.
Mengetahui bahwa perlengkapan Allah akan kebaikan senantiasa tersedia, kita dapat dengan efektif menangani setiap kekhawatiran tentang masa depan, dan mengamati pertolongan Kasih ilahi yang sudah dekat. Seperti seseorang yang mengadakan perjalanan berat ke mata air, dan menemukan penyegaran waktu sampai, kita dapat berjalan terus dengan percaya diri dan keyakinan bahwa kebaikan Allah berjalan mendahului kita, dan menyediakan apa yang diperlukan sebelum kita sampai. “Jika seseorang ingin berhasil di masa depan, baiklah ia sebanyak-banyaknya mengambil manfaat dari masa sekarang,” nasihat Mary Baker Eddy (Miscellaneous Writings 1883-1896, hlm. 230). Doa memberikan kebijaksanaan yang praktis untuk tetap bekerja secara produktif dan bermanfaat sepanjang tahun.
Apakah kita sedang mencari pekerjaan, berjuang untuk membayar cicilan rumah, bergelut membayar tagihan-tagihan, menjalankan dan mempertahankan perusahaan, atau menyediakan makan untuk keluarga, setiap orang di antara kita memiliki akses yang sama dan bebas kepada sumber utama dari segala penghasilan — kecerdasan ilahi.