Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Rasa sakit di usus disembuhkan

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Juli 2009

Diterjemahkan dari majalah Christian Science Sentinel, edisi 24 November 2008


Dalam Injil Matius dikisahkan bahwa Yesus “dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai iblis” (Mat. 4:1-11). Meskipun ditulis sebagai suatu percakapan antara Yesus dan Setan, saya rasa hal itu dapat juga dianggap sebagai suatu dialog internal, di mana Yesus dengan tegas menang atas upaya panca indera kebendaan untuk menjatuhkannya. Ilmupengetahuan dan Kesehatan mendefinisikan padang gurun antara lain sebagai “tempat suatu paham yang kebendaan tentang segala hal lenyap dan paham yang rohaniah mengembangkan fakta-fakta yang agung akan kehidupan” (hlm. 597).

Ketika mempelajari kisah ini secara mendalam baru-baru ini, saya teringat akan pengalaman “padang gurun” saya sendiri, ketika saya bekerja sebagai perancang dalam proyek-proyek  besar pengembangan tanah, baik di Amerika Serikat maupun di negara-negara lain. Saat itu, saya terlibat dalam suatu proyek di Timur Tengah, sedangkan klien saya, sebuah perusahaan kontraktor internasional, berkantor pusat di Eropa. Perusahaan tersebut mengundang tim proyek kami dari Amerika Serikat untuk suatu pertemuan. Pesawat kami meninggalkan Amerika Serikat larut malam dan tiba di Amsterdan pagi-pagi sekali keesokan harinya. Karena tidak cukup tidur selama penerbangan, tim kami sepakat untuk pergi ke hotel dan beristirahat beberapa jam sebelum bertemu kembali untuk makan siang.

Kemudian, ketika kami sedang duduk di restoran dan seorang pelayan wanita datang untuk mengambil pesanan, tiba-tiba saya diserang rasa sakit yang hebat di bagian usus. Serangan-serangan ini sudah tidak asing lagi. Saya telah mengalaminya berkali-kali. Serangan itu, walaupun biasanya hanya berlangsung sebentar, kadang-kadang sangat hebat, dan saya pernah kehilangan kesadaran sesaat. Tentu saja saya berdoa untuk masalah tersebut. Meskipun demikian saya belum dapat mengatasi keadaan itu secara permanen.

Saat itu saya merasa ngeri. Rekan-rekan saya, semuanya orang baik-baik, bukanlah penganut keyakinan saya, karena itu saya merasa tidak dapat berpaling kepada mereka untuk mendapatkan bantuan. Saya tidak menguasai bahasa setempat dan tidak tahu cara menghubungi seorang penyembuh Ilmupengetahuan Kristen, baik di negeri itu maupun di negeri saya sendiri, untuk meminta bantuan. Saya merasa sendiri dan tidak berdaya.

Pikiran saya yang pertama adalah berpaling kepada Allah untuk mendapatkan beberapa pesan kebenaran rohaniah agar dapat merasakan kehadiranNya yang menenteramkan. Saat itu saya bahkan tidak berpikir untuk disembuhkan. Saya hanya ingin mengetahui bahwa Allah bersama saya saat itu. Dalam sekejap, seakan diucapkan dengan suara keras, datang pikiran ini, “Kamu tidak harus menjadikan kebenaran Allah benar. Hal itu memang sudah demikian adanya. Kamu hanya tinggal menerimanya.” Serta merta, semua gejala yang nampaknya begitu nyata, lenyap. Saya terbebas sama sekali. Ketika pelayan wanita itu datang untuk mengambil pesanan, saya dapat memilih makanan yang saya inginkan. Saya menikmati makanan saya, dan sore itu saya melaksanakan tugas saya sesuai rencana.

Pengalaman ini merupakan suatu titik balik. Walaupun penyakit itu kadang-kadang kambuh, tetapi makin lama makin ringan dan jarang. Ada suatu kepastian baru dalam pandangan rohaniah saya. Perasaan tentang pemeliharaan ilahi yang mengelilingi saya dalam perjalanan itu, telah memperdalam pengertian saya tentang kasih Allah. Saya mengerti bahwa saya tidak pernah akan sendiri. Saya juga memperoleh pengenalan yang lebih jelas, bahwa identitas saya yang sejati adalah rohaniah, bukan jasmaniah — dan bahwa saya tidak terperangkap dalam tubuh kebendaan yang bertindak sendiri. Saya makin memahami kemampuan saya

untuk membuktikan kesejatian ilahi, bahwa  segala hidup dan wujud semata-mata ada di dalam dan berasal dari Roh, dan bahwa kesesatan, termasuk mala petaka jasmani, tidak dapat bertahan di hadapan kehadiran Kasih. Akhirnya, serangan-serangan itu berhenti sama sekali. Penyembuhan itu sempurna dan sudah berlangsung lebih dari lima belas tahun.

Dalam pengalaman “padang gurun” saya, Allah telah mengirimkan KristusNya, yang menyembuhkan, — pesan lembut kasihNya — untuk membebaskan saya dari penanggapan kebendaan (jasmaniah) yang palsu tentang apa yang nampaknya terjadi pada diri saya. Hal ini memungkinkan saya, saat itu dan selanjutnya, untuk mengalami fakta rohaniah abadi — bahwa yang diketahui Allah tentang diri saya sebagai pernyataanNya sajalah yang benar.


Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.