“Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia” (PKH 3:14).
Tidak ada yang dapat melawan kehendak Allah. Ide ini datang setelah saya membaca tentang kehancuran yang timbul karena gempa yang menimpa kota Padang dan sekitarnya.
Saat melihat kehancuran seperti itu, pemikiran bahwa tidak ada yang dapat melawan kehendak Allah, mula-mula terasa seperti berserah kepada nasib, pasrah, apa pun yang akan terjadi. Hal ini sungguh menyesakkan. Tetapi tiba-tiba saya sadar bahwa Allah adalah Kasih. Ilmupengetahuan Kristen mengajarkan bahwa Kasih adalah nama lain untuk Allah, demikian pula Hidup, Jiwa, Roh, Kebenaran, dan Asas. Saya merasa sangat terilhami oleh pemikiran bahwa tidak ada yang dapat melawan kehendak Kasih. Tidak ada yang dapat melawan kehendak Hidup, atau Jiwa, dan sebagainya.
Tetapi apakah sesungguhnya kehendak Allah? Dari Alkitab saya mengetahui bahwa Allah hanya menghendaki kebaikan bagi semua anak-anakNya, termasuk mereka yang mengalami gempa yang baru saja terjadi. Oleh karena itu penderitaan, kehilangan, atau bencana tidak pernah datang dari Allah.
Kesadaran bahwa kehendak Allah pasti selalu terjadi mendorong saya untuk berdoa mengenai akibat yang ditimbulkan gempa tersebut. Sampai saat itu saya merasa bingung, mati rasa, dan tidak berdaya, tetapi ilham yang saya peroleh telah memberi dasar untuk membangun doa saya di atas ketentuan bahwa Allah, Pencipta alam semesta, satu-satunya kuasa, adalah Kasih, dan bahwa kehendak Kasih tidak dapat dilawan. Saya dapat melihat dengan lebih jelas bahwa “tidak ada TUHAN dalam gempa itu”—bahwa gempa itu bukanlah kehendak Allah (1RAJ 19: 11). Sesungguhnya, Allah dengan lembut dan mesra menghibur orang-orang yang menderita akibat gempa tersebut, melindungi mereka, menenangkan ketakutan mereka, menguatkan iman mereka kepada kebaikan; singkat kata, membantu memulihkan keselarasan mereka.
Saya sadar bahwa pemberian terbesar yang dapat saya sampaikan kepada sesama, terutama kepada orang-orang yang sedang menghadapi keadaan yang sangat sulit, adalah mengakui wibawa mereka sebagai anak-anak Allah, tidak terpisahkan dari kasihNya, ditopang oleh Hidup, dipertahankan oleh kasih karunia Jiwa, dan oleh karena itu tidak pernah menjadi korban keadaan yang tidak menguntungkan. Alih-alih demikian, mereka dapat dan akan merasakan “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal” (FLP 4:7).
Inilah tanggapan saya terhadap bencana yang terjadi di Padang, dan saya tetap membuka hati agar tetap peka terhadap bimbingan Allah dan dapat mengikuti petunjukNya untuk menjadi saksi akan kebaikanNya serta ciptaanNya yang sempurna.