Tahun lalu ketika berita tentang pembatasan yang disebabkan pandemi COVID-19 tersebar di seluruh dunia, termasuk negeri saya sendiri, Kenya, saya melihat adanya banyak kekhawatiran, bahkan di dalam keluarga saya sendiri. Banyak orang kehilangan pekerjaan mereka, dan dampaknya terasa di mana-mana.
Ketika berdoa untuk memahami jalan menuju ke depan bagi seluruh anak-anak Allah, saya tiba-tiba menyanyikan lagu ini:
BersamaMu, bila fajar menyingsing,
Burung bangun dan bayang menghilang;
Indah dan suci dalam terang pagi,
Timbul paham: ‘ku bersama Tuhan.
(Harriet Beecher Stowe, Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen, No. 317 , adapt. © CSBD)
Saya telah mendapati bahwa ketika saya merasakan keheningan Budi ilahi—sebuah nama lain untuk Allah—saya mampu mengumpulkan tenaga baru dan merasa tidak terpisah dari Hidup, Allah, karena saya tahu Dia memegang kendali.
Di dalam keheningan Budi ilahi ini, saya mendengar ide-ide dari Allah yang menghibur dan merangkul saya. Ketika saya berdoa untuk mendapatkan lebih banyak pengertian rohaniah agar pemikiran saya mengenai keadaan tersebut diluhurkan, kata-kata dari Alkitab ini datang: “... saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya” (Rom. 13:11).
Bagaimana pun hasil tesnya, saya dapat berpegang teguh bahwa kita semua diciptakan dalam gambar dan keserupaan Allah, rohaniah dan sempurna.
Ide ini membantu saya melenyapkan ketakutan saya dan mendukung kesediaan saya untuk membantu orang lain saat diminta. Memahami fakta rohaniah bahwa tidak ada “wabah” yang dapat menyentuh kita dan bahwa tidak sesuatu pun dapat mengambil sukacita akan keselamatan kita di dalam Allah, membangunkan serta menyelamatkan kita dari “penyakit sampar yang busuk” (Mazmur 91:3). Saya merasa seakan mendengar lonceng rasa syukur berdering. Saya sadar bahwa ini adalah Allah, kebaikan, yang sedang membuangkan kebingungan serta ketakutan.
Keheningan, kuasa, dan tata Budi ilahi, yang senantiasa hadir, terlukis di alam. Misalnya, sifat-sifat ini dapat dilambangkan oleh pepohonan, gunung-gunung, sungai-sungai, serta bukit-bukit, yang semuanya diciptakan sebagai pernyataan ketertiban serta kejernihan alih-alih kekacauan. Dalam ciptaan Allah, satu unsur tidak memerangi atau menggantikan atau menulari unsur lainnya. Demikian juga “kita hidup, kita bergerak, kita ada” (Kis. 17:28) sesuai dengan arahan dan perlindungan Budi. Dibimbing oleh kebijaksanaan dan pengertian, kita mencerminkan Budi, tanpa kebingungan dan persaingan. Kita semua ada di dalam Budi ilahi, yang menciptakan semuanya, dan semua yang ada di dalam Budi adalah baik.
Saya melanjutkan berdoa dengan nyanyian yang saya sebut sebelumnya, yang meluhurkan dan mengilhami pikiran serta tindakan saya.
Bahkan di saat krisis, pikiran kita bisa diperluas untuk menjangkau hati yang lapar dan memberkati mereka dengan kesembuhan.
Lalu saya menerima telpon dari seseorang yang menginginkan dukungan doa dari saya saat melakukan tes untuk virus COVID-19. Orang itu sangat ketakutan.
Ketika saya mendengarkan Allah untuk mengetahui apa yang harus saya katakan, kata-kata ini datang seperti terang yang mengalahkan kegelapan: “Bangunlah, pujilah TUHAN Allahmu dari selama-lamanya sampai selama-lamanya! Terpujilah nama-Mu yang mulia, yang ditinggikan mengatasi segala puji dan hormat!” (Nehemia 9:5).
Saya merasa bahwa Allah membantu saya untuk “bangun” dengan orang tersebut, dan saya terus menyanyikan kata-kata yang mengilhami dari lagu yang saya sebutkan sebelumnya. Saya tahu, bagaimana pun hasil tesnya, saya dapat berpegang teguh bahwa kita semua diciptakan dalam gambar dan keserupaan Allah, rohaniah dan sempurna.
Ternyata hasil tesnya positif, dan gejala yang ditunjukkan orang itu membuat anggota keluarga lainnya khawatir. Saya terus menujukan pikiran kepada kebebasan serta kemampuan yang kita semua miliki untuk mengikuti perintah “bangunlah, pujilah TUHAN Allahmu dari selama-lamanya sampai selama-lamanya!” guna mengalahkan kepercayaan ini dan kekhawatiran apa pun. Manusia—setiap orang di antara kita—selalu mudah menerima kesehatan yang sempurna dan bukan apa yang dilaporkan penanggapan jasmaniah.
Saya terus berdoa, bernalar dengan pengertian bahwa kita masing-masing adalah anak Allah yang dikasihiNya, dan bahwa Dia mengasihi kita dan kita mengasihi Dia.
Saya berdoa untuk mendukung seluruh keluarganya dengan berpaling kepada ide-ide yang terdapat di baris terakhir lagu sebelumnya: “Indah dan suci dalam terang pagi, / Timbul paham: ‘ku bersama Tuhan.”
Kesembuhan yang terjadi seperti kelahiran kembali. Tiga hari kemudian, seorang anggota keluarganya menelpon dan menyatakan terimakasih kepada saya. Orang yang menunjukkan gejala COVID-19 telah sembuh tuntas. Sungguh suatu pagi penuh kebahagiaan menyadari bahwa Budi memberkati semuanya dengan kesehatan dan membuktikan bahwa kejahatan tidak memiliki kuasa untuk memisahkan kita dari Hidup.
Apa yang memastikan kesembuhan ini adalah mengetahui bahwa kita tinggal selamanya di dalam hati Budi ilahi, apa pun keadaannya. Kita selaras dengan Budi, yang membebaskan kita dari penderitaan.
Yesus Kristus bersabda, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Matius 25:34). Ini terbukti bagi kita, sebagai keluarga dunia, bahwa kita semua memiliki hak atas sukacita, kuasa, penguasaan yang dikaruniakan Allah kepada kita. Bahkan di saat krisis, pikiran kita bisa diperluas untuk menjangkau hati yang lapar dan memberkati mereka dengan kesembuhan.