Waktu saya menjadi mahasiswi tingkat pertama, saya dan seorang teman membuat janji bertemu dengan beberapa teman kami yang lain untuk makan malam dan nonton bioskop. Sementara kami menunggu mereka kembali dari luar kota, mereka menyarankan agar kami menunggu di rumah mobil mereka dan bersantai.
Hujan turun dengan deras saat kami tiba di rumah mobil itu. Kami tetap memutuskan untuk masuk dan menonton tv di dalam sambil menunggu, sementara hujan terus turun dengan derasnya.
Beberapa saat kemudian, saya berdiri untuk melihat keadaan di luar melalui jendela, dan dengan ngeri saya melihat bahwa air di luar telah naik dengan sangat cepat ke bagian bawah pintu masuk—setidaknya setinggi 4 kaki di atas tanah. Saat itu kami tidak mengetahui bahwa ada sungai kecil dekat rumah mobil tersebut yang airnya sudah meluap meliwati tepian sungai. Dengan segera kami merasakan bahwa rumah mobil tersebut mulai bergeser, dan kami bergegas keluar. Pada saat kita membuka pintu, air sudah setinggi paha orang dewasa. Sungguh di luar dugaan—air yang terlihat tenang ternyata arusnya sangat deras. Saya dan teman saya terseret arus ke hilir bersama warga lain yang tinggal di pemukiman rumah mobil tersebut.
Dalam keadaan tersebut, saya langsung berpaling sepenuh hati kepada Allah untuk mendapatkan perlindungan. Saya mulai menyanyikan dengan keras lagu dari Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen yang saya pelajari pertama kali, yakni lagu no 304 yang berasal dari puisi karangan Mary Baker Eddy berjudul “Jaga Dombaku.” Saya sungguh-sungguh berusaha memahami setiap kata saat bernyanyi. Nyanyian itu dimulai dengan, “Gembalaku, tunjukkan jalan bagiku.” Dan bait terakhir menyatakan kuasa perlindungan Allah, “Bila hari jadi g’lap, datang cobaan, Bimbinglah dan kumpulkan domba s’kalian.”
Beberapa menit kemudian, sebuah mobil Volkswagen Beetle terapung mendekat dan saya berhasil memanjat ke atapnya. Selagi mobil tersebut melewati sebuah pohon, saya langsung meloncat dan berpegang erat pada pohon itu sambil terus bernyanyi. Saya mendengar suara teriakan lalu menengok dan mendapati sebuah rumah mobil sedang meluncur dengan kecepatan tinggi menuju arah saya. Saya menyadari jika saya berayun ke dahan yang berada pada sisi yang lain, jari-jari saya akan terlindas dan hancur. Walau saya tidak mempunyai banyak waktu, saya meluhurkan pikiran dalam doa kepada Allah, dan dengan tegas tetap yakin dan percaya bahwa Allah akan menjaga saya. Dia akan membimbing setiap anakNya sepanjang jalan menuju tempat yang aman, dan tidak akan menerlantarkan kita di tengah jalan. Dalam hitungan detik, saya menemukan beberapa dahan untuk berpijak dan berpegangan yang memungkinkan saya lolos dari hantaman rumah mobil tersebut. Kasih ilahi telahbertindak.
Setelah saya berhasil naik ke cabang-cabang yang lebih tinggi, saya melihat seorang pria hanyut dan dia jelas-jelas membutuhkan pertolongan. Dia berteriak dan mengatakan bahwa dia sangat lelah dan tidak kuat lagi untuk bertahan. Meskipun secara fisik dia jauh lebih besar, saya mampu menariknya dan menolongnya untuk naik ke cabang yang rendah. Sekali lagi itu adalah bukti bahwa Kasih ilahi telah bertindak. Dalam kilas balik, saya menyadari bahwa hanya dengan kekuatan Allah sajalah saya mampu menangkap lengan pria tersebut dan menariknya agar selamat.
Pada saat itu, saya dapat mendengar orang-orang di pohon-pohon lain, termasuk teman saya yang sebelumnya bersama saya di rumah mobil. Selagi kami menunggu banjir surut, saya teringat definisi Gereja dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci: “Bangunan Kebenaran dan Kasih.” Saya baru saja menjadi anggota gereja cabang di kota tempat saya tinggal dan merasa sangat berat ketika harus pergi untuk meneruskan kuliah di kota lain. Tetapi kemudian saya sadar bahwa bangunan Kebenaran dan Kasih ini akan selalu bersama saya di manapun saya berada. Bangunan inilah yang mendukung saya, bahkan saat saya berada di pohon itu. Pria yang bertahan pada dahan di bagian bawah itu berkata bahwa dia takut pohon tersebut akan patah. Saya tidak ingat apa yang saya katakan kepadanya, tetapi saya ingat terus-menerus menegaskan dalam doa bahwa “Bangunan Kebenaran dan Kasih” akan selalu menopang kami berdua. Rasa percaya yang murni kepada Allah telah memberi saya keyakinan bahwa kami akan selamat.
Tidak lama kemudian, saya mendapat ide agar semua orang yang sedang bertahan di pohon dengan serentak berteriak minta tolong. “Satu, dua, tiga …,” saya menghitung dan kemudian kami berteriak bersama beberapa kali dengan sekuat tenaga, minta pertolongan. Sekitar satu jam kemudian, hujan berhenti dan kami mendengar suara tim penolong yang datang menggunakan perahu nelayan. Kami semua selamat.
Saya sangat bersyukur untuk pertolongan Allah. Saya belajar bahwa bersama Allah tidak ada yang mustahil dan bahwa saya selalu aman dalam naungan tanganNya.