Berabad-abad yang lalu, pada Natal yang pertama, banyak orang sangat mengharapkan kedatangan seorang penyelamat, seorang Mesias, yang akan membimbing mereka keluar dari penindasan. Harapan ini kadang terpusat pada kedatangan seorang raja yang juga pahlawan perkasa, untuk menggulingkan kepemimpinan politik yang menindas bangsa mereka. Tetapi bukan dengan cara inilah penghiburan dan penyelamatan datang.
Sendiri dan terlupakan, mereka tidak berbeda dengan masyarakat di dunia saat ini, yang kehilangan rumah karena bencana alam, kehilangan pekerjaan karena keadaan ekonomi yang sulit, kehilangan tempat dan identitas karena pergolakan sosial, atau kehilangan kesehatan karena penyakit—atau kehilangan sekedar kenyamanan yang diperoleh dari dukungan keluarga dan teman-teman.
Doa penegasan yang dipanjatkan umat manusia selama berabad-abad, dapat dilukiskan dengan baik sekali melalui perasaan Penulis Mazmur saat dia menulis, (Mzm 38:15) “Sebab kepada-Mu, ya TUHAN, aku berharap; Engkaulah yang akan menjawab, ya Tuhan, Allahku.”
Berabad-abad yang lalu dan sekarang juga, jawaban atas doa seperti ini terletak di dalam fakta bahwa setiap saat Allah mendengar dan menjawab hati yang bergumul. Jawaban tersebut, dahulu kala maupun sekarang, tidak datang dalam sosok seorang tokoh politik. Jawaban itu datang sebagai sosok seorang anak, Yesus orang Nazaret.
Selama hidupnya, Yesus memenunjukkan bahwa kehadiran dan kuasa Kristus—pesan mengenai maksud Allah yang penuh kasih bagi umat manusia—selalu bersama kita untuk memberikan wawasan dan ilham guna memenuhi apapun yang kita butuhkan. Mujizat Kristus adalah kemampuan Allah untuk berada di pusat kehidupan kita. Allah tidak berada di suatu tempat yang jauh sambil mengamati tanpa peduli. Ini adalah pesan Natal mengenai harapan.
Selama berabad-abad, orang berpikir bahwa Allah terpisah dari pengalaman sehari-hari. Tetapi Yesus menunjukkan bahwa hubungan kita dengan Allah dapat dibuktikan setiap saat di dalam kehidupan kita. Karunia berharga Kristus adalah kesadaran bahwa Allah selalu bersama kita, menyanggupkan kita untuk bangkit dari ketakutan, keputusasaan dan perasaan terasing.
Sudah tentu tidak semua orang melihat kelahiran Yersus sebagai jawaban yang mereka cari, dan jika kita membatasi perayaan kita hanya pada suatu kejadian tertentu atau suatu hari khusus setiap tahun, mungkin kita akan kecewa. Kelahiran Yesus melambangkan sesuatu yang jauh lebih penting daripada suatu kejadian khusus pada saat tertentu—hal itu melambangkan hubungan yang agung dan abadi antara Allah dengan ciptaanNya (laki-laki dan perempuan) dan menunjukkan bagaimana hal tersebut dapat kita alami dalam kehidupan kita. Dalam bukunya, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, Mary baker Eddy berbicara tentang kehidupan Yesus sebagai berikut: “Dengan keagungan hidup insaninya, ia membuktikan Hidup ilahi. Dengan besarnya kasih sayangnya yang murni, ia menerangkan wujud Kasih. Dengan kelimpahruahan Kebenaran, ia mengalahkan kesesatan. Dunia tidak mengakui sifat benar hidupnya, karena tidak melihatnya; sungguhpun demikian bumi menerima keselarasan yang didatangkan dengan teladannya yang dimuliakan” (hlm. 54).
Melalui gambaran tentang aktivitas ilahi yang dinyatakan tersebut, mungkin kita dapat melihat bahwa harapan Natal saat ini bukan hanya mengenai apa yang dapat lakukan Allah kepada atau bagi kita, tetapi juga apa yang dapat dilakukanNya melalui kita.
Seperti Yesus, mungkin kehidupan kita sehari-hari dapat memberi bukti akan kebesaran kasih dan kebenaran Allah. Mungkin, selagi kita membiarkan sifat ilahi bekerja dalam kehidupan kita, tindakan kita dapat menjadi bukti akan harapan Natal, saat kita memenuhi kebutuhan sesama. Mungkin kita dapat meniru aspek yang lebih praktis akan kehidupan Yesus dan mengulurkan tangan dengan sentuhan penyembuhan—dalam perkataan yang ramah, rangkulan yang memberi semangat, tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri, berbagi sumber daya. Pesan Kristus menyatakan bahwa Allah hadir bersama kita semua, dan melalui doa dan tindakan yang diilhami kita mewujudkan pesan ilahi.
Bertahun-tahun yang lalu, saya mendapat kesempatan tidak terduga untuk mempraktekkan ide ini. Saya sedang berkendara di jalan bebas hambatan pada Malam Natal, sesaat dibutakan oleh tiupan salju. Saya mendengar benturan yang keras dan mobil saya tiba-tiba berhenti. Ketika keluar dari mobil, saya sadar bahwa saya menabrak seekor kuda yang berdiri di tengah jalan, saat berjalan dari lapangan terbuka. Waktu itu saya tidak lupa akan pesan Natal yang menyembuhkan.
Selama beberapa saat saya duduk berdoa di tepi jalan bersama kuda yang tergeletak, tidak bergerak itu. Saya hanya berusaha menghargai makna malam itu—pemenuhan akan janji Allah: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya,” (Yes 9:6). Bagi saya sama sekali tidak masuk akal bahwa peristiwa buruk seperti itu dapat terjadi, mengingat janji Allah yang penuh kasih yang mencakup semua ciptaanNya. Doa saya didasari keyakinan bahwa pemerintahan memang sesungguhnya berada di pundak Allah melalui kehadiran Kristus. Jikalau demikian, maka Allah memerintah saat itu juga, dan kuda tersebut dan saya berada di dalam kerajaan Allah yang penuh keselarasan. Tidak ada satu tempat pun untuk kecelakaan di bawah pemerintahan yang adil dan selaras itu. Kemudian saya melihat telinga bergerak, hidung mendengus, dan mata terbuka. Untuk sesaat kuda itu dan saya saling menatap, sementara saya merayakan harapan dan penyembuhan Natal yang terpenuhi. Kuda tersebut bangun dan berjalan menjauh. Saya kembali ke mobil penuh sukacita. Itu adalah Malam Natal terbaik yang pernah saya alami.
Sesungguhnya, kita adalah harapan Natal yang dipenuhi selama kita membiarkan kehadiran Kristus menjadi kehidupan kita. Hal tersebut dapat merasuki apa pun yang kita lakukan dan menunjukkan dengan lebih jelas bahwa “kerajan Allah datang" di bumi.