Sekali lagi Indonesia ditimpa bencana yang memakan korban ratusan orang. Gempa yang terjadi pada hari Senin tanggal 25 Oktober 2010 di kepulauan Mentawai, disusul keesokan harinya oleh serangkaian letusan gunung Merapi. Penderitaan, kerusakan, dan kehancuran yang ditimbulkan kedua bencana ini sulit dilukiskan.
Banyak orang bertanya, “Mengapa bencana terus terjadi di negeri kita? Kapan semua ini akan berakhir sehingga kita dapat kembali hidup tenang?”
Beberapa orang mengatakan, “Mungkin sebagai bangsa, kita telah melakukan terlalu banyak dosa dan sekarang bencana datang dan menyebabkan kematian. Mungkin murka Tuhan telah menyebabkan semua ini.” Tetapi pada kenyataannya, mereka yang menjadi korban adalah orang-orang miskin yang tidak berdosa dan hanya memiliki harta sedikit saja. Mengapa mereka harus menjadi korban?
Dalam berdoa mengenai kejadian-kejadian seperti ini, seyogyanya kita memahami bahwa bencana serta penderitaan yang ditimbulkannya bukanlah disebabkan oleh murka Allah. Mary Baker Eddy menulis dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan, “Barang siapa mengira, bahwa murka adalah benar atau keilahian dipuaskan dengan penderitaan insani, tidaklah memahami Allah” (hlm. 22). Dalam kesejatian rohaniah, manusia seharusnya bukan dan memang bukan korban, karena hukuman ilahi tidak ada. Allah adalah Kasih dan mengasihi semua anak-anakNya.
Di dalam Allah kita hanya dapat menemukan keamanan dan keselamatan. Ini merupakan fakta yang tidak dapat diubah. Menjadi yakin akan hal ini merupakan doa yang paling efektif dalam menghadapi tantangan tsunami dan letusan gunung berapi. Apa pun bencana yang kita hadapi, keyakinan ini akan mendatangkan kelegaan dan kepastian, bahwa keperluan setiap orang akan dipenuhi.
Apa pun keadaannya, baik saat menghadapi bencana maupun pada saat yang aman, kita dapat merasa yakin bahwa Allah sangat mengasihi ciptaanNya, sebagaimana tertulis dalam Alkitab: “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Yer 31:3). Firman Allah ini menjamin bahwa Dia tidak menyebabkan penderitaan dan kematian bagi setiap orang di antara anak-anakNya. Paulus berkata, “…baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (Rom 14: 8). Marilah kita ingat bahwa kita adalah “milik Tuhan,” tanpa kecuali, dan karena itu dikasihi, dilindungi, dan abadi.
Meskipun ketakutan berusaha menganggu kita, Allah, Kasih ilahi, membuangkan ketakutan. Teman-teman saya di Yogyakarta yang menganut ajaran Ilmupengetahuan Kristen mengatakan bahwa tidak seorang pun di antara mereka merasa takut. Meskipun mereka terganggu oleh tebalnya hujan abu, mereka tahu bahwa Allah tetap mengendalikan keadaan, bahwa Dia tidak pernah menginginkan ciptaanNya menderita, atau anak-anakNya mendapat gangguan. Pada sore harinya turun hujan deras, menjadikan kota mereka bersih dari abu. Seorang teman dari Yogya mengingatkan saya, bahwa "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti"(Mzm 46:2).
Kasih Allah senantiasa mengelilingi semua orang dan merangkul bangsa Indonesia dengan bantuan, penghiburan, dan keamanan. Beginilah saya berdoa untuk bangsa dan negara kita, Indonesia.