Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Editorial

Bagaimana Anda melihat masa depan?

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Juni 2010

Diterjemahkan dari Christian Science Sentinel, edisi 8 Januari 2007


Apa harapan Anda untuk tahun mendatang? Atau untuk hari esok?  Apakah Anda merasa percaya diri dengan masa depan Anda? Ataukah pandangan Anda terbebani dengan keraguan dan putus asa, bahkan ketakutan?

Bagi orang  yang memproyeksikan masa depannya berdasarkan pilihan, sumber daya, risiko, atau keterbatasan yang terlihat di sekitar mereka saat ini,  pengharapan yang  rendah mungkin dapat dimaklumi. Percikan semangat mungkin terasa langka dan jarang.

Tapi kemudian suatu titik terang muncul  dan memberi alasan untuk berharap—sebuah krisis keuangan dihindari,  sebuah siklus kekerasan dipatahkan; perdamaian ditegakkan; hubungan diperbaiki; penyakit disembuhkan. Dan percikan-percikan optimisme tersebut menjadi api yang  bergelora!

Tetapi apakah realistis jika dalam kehidupan yang tidak pasti ini kita secara konsisten bersikap optimis?  Apakah kepercayaan yang teguh pada kemahakuasaan kebaikan membawa perubahan dalam pengalaman hidup kita?

Jika saja kita dapat  mengajukan pertanyaan ini kepada penulis kitab Wahyu dalam Alkitab. Kita dapat  mengatakan bahwa pengertian tertinggi Pewahyu mengenai kejadian yang akan datang  dapat dikualifikasikan sebagai puncak optimisme—suatu pandangan mengenai kehidupan yang digambarkannya sebagai langit yang baru dan bumi yang baru. 

Berikut  adalah  sebagian dari apa yang dilihatnya mengenai diri kita sebagai ciptaan Allah: "Dan Ia  akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu”   (Why 21:4).  Sungguh suatu  janji yang memberikan harapan!

Sebaliknya, banyak orang menganggap langit dan bumi yang sempurna sebagai suatu impian, dibandingkan dengan dunia "nyata” yang tidak bisa ditebak di sekitar kita.

Namun, ada suatu penjelasan untuk  perbedaan pandangan ini.  Mary Baker Eddy menyatakan dalam karyanya Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci: "Yohanes ada pada bidang kehidupan kita, sungguhpun demikian ia melihat yang tidak dapat dilihat oleh mata—yang tidak nampak bagi pikiran yang tidak diilhami’’ (hlm. 573).

Meskipun pancaindera jasmaniah tidak mengakui kehadiran Allah atau kontinuitas kebaikan  di  seluruh ciptaanNya, tidak berarti hal itu tidak ada di sini untuk diketahui, dirasakan dan digunakan oleh semua orang. Pewahyu mungkin setuju dengan pendapat  ini—bahwa pikiran yang diilhami itulah yang menjelaskan perbedaan bagaimana seseorang merasakan keajaiban dan kemungkinan hidup.

Tapi bagaimanakah kita mendapatkan keadaan pikiran yang diilhami?

Renungkanlah  Firman Yang Pertama.  Menurut buku ajar Ilmupengetahuan Kristen,  Ilmupengetahuan dan Kesehatan, ada suatu  "Asas  ilahi" di belakang Firman tersebut, yang menjadi  "dasar Ilmupengetahuan tentang wujud."   Hal itu mengajarkan  agar kita mulai dengan satu Pencipta,  Roh yang satu, yang tidak berhingga baiknya,  dan mendesak agar  "jangan ada padamu allah lain." 

Menghayati perintah ini, tidak mungkin kita berpikir bahwa kita—ciptaan Roh—adalah  wujud  fana yang dibuat secara kebendaan oleh pencipta lain.  Zat bukanlah awal kita mulai, dan keadaan kebendaan tidak menentukan prospek masa depan kita.  Firman Yang Pertama memalingkan  pikiran kita sepenuhnya kepada Roh sebagai sumber kebaikan, kegiatan, kecerdasan, kehidupan.

Jika  penalaran dimulai dari Roh dan tetap tinggal di dalam Roh, tanpa dipengaruhi penampilan dunia yang kebendaan,  sesuatu yang luar biasa terjadi—ilham.  Kita memperoleh semangat dari ilham.  Kita merasa disegarkan, diperbaharui, dan dikuatkan  untuk memahami bahwa hidup pada dasarnya adalah baik.  Dan itu baru permulaannya saja.

Pikiran yang diilhami  membawa keyakinan bahwa kehidupan di alam semesta yang rohaniah, kehidupan yang diciptakan dan diperintahi  Allah, adalah sejati. Inilah alam semesta yang dilihat sekilas oleh Pewahyu.  Kita turut mengambil bagian dalam pewahyuan ini—dan dengan demikian  menjadi pewahyu-pewahyu zaman modern.

Bagi hati yang mudah menerima hal-hal yang rohaniah,  penanggapan yang diilhami dan mengilhami akan kehidupan  ini terasa benar-benar sejati dan nyata.  Sesungguhnya,  inilah  satu-satunya kehidupan yang sejati. Dan kita  akan menjiwai hidup dengan pemahaman ini manakala kita baik dan melakukan yang baik.  Penjagaan  dan bimbingan yang sempurna tercakup dalam kehidupan ini.  Demikian juga sukacita dan kecerdasan.  Begitu juga rasa tidak takut, yang mendatangkan  kesehatan.

Dengan cara yang paling praktis yang dapat kita lakukan—yakni, pertumbuhan  rohaniah dan penyembuhan—kita  dapat menemukan bahwa kehidupan seperti itu benar-benar sejati. Dalam  doa bersatu dengan Roh yang esa,  memberdayakan kita untuk menjalani hidup melawan kesedihan, rasa sakit, penderitaan jenis apa pun—dan untuk menyatakan  kehidupan  seperti yang  diciptakan dan dipelihara  Allah.

Mungkinkah Pewahyu,  yang melihat sekilas keagungan kebenaran ini  serta kebaikan yang mutlak  yang menyertai kehidupan dalam Roh, sangat bersemangat mengenai apa yang dilihatnya?  Dan menginginkan agar sebanyak mungkin orang mengetahui  bahwa  Allah memiliki hal-hal yang indah dan menakjubkan untuk ditunjukkan kepada kita?  Ya, hal-hal yang indah dan menakjubkan mengenai hidup yang diciptakanNya dan diberikanNya kepada kita sekarang dan di seluruh tahun-tahun mendatang?

Berhentilah sejenak dan renungkanlah kemungkinan-kemungkinan ini.  Ini bukan sekedar percikan optimism mengenai masa depan.  Ini  adalah api yang terang benderang dan tidak terpadamkan!

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.