Salah satu karunia Allah yang besar kepada setiap orang di antara kita adalah rencana yang kudus.
Bayangkanlah sebuah patung yang teramat megah, yang telah dipahat dengan rincian yang sangat rumit, dalam keagungan, simetri, dan kesempurnaan, namun patung itu terselubung oleh sehelai kain penutup. Ketika kain itu diangkat dengan anggun, maka tampaklah pahatan itu secara jelas.
Rancangan yang dikaruniakan Allah bagi setiap orang di antara kita mirip sekali dengan penggambaran tentang patung tersebut, yaitu bahwa rencana Allah bagi kita telah ditetapkan, dan tidak sesuatu pun yang dapat mengubah apa yang telah ditakdirkan Allah untuk kita lakukan. Hal itu dijanjikan dengan sangat indah dalam Alkitab: “Sesungguhnya, seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: … TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya?” (Yes. 14:24, 27).
Mungkin nampaknya ada banyak kekuatan yang bekerja untuk “menggagalkan” rencana Allah bagi kita—mulai dari kemerosotan ekonomi, usia, iri hati, ambisi yang tidak mengenal kasihan, nasib, persaingan, ataupun segala sesuatu yang lain. Namun, kesadaran bahwa tidak sesuatu pun di dunia dapat menunda atau mengurangi rencana yang dikaruniakan Allah, memulihkan harapan. Salah satu karunia agung kepada setiap orang di antara kita ialah rencana-Nya yang kudus. Dan bersamaan dengan itu datang pula cara-cara dan sarana-sarana untuk menyampaikannya, sehingga tidak ada kelangkaan kesempatan untuk memberikan sumbangan kita kepada rencana Allah dalam mencapai kebaikan. Rancangan Allah sudah lengkap sempurna, produktif, selalu berkembang tanpa awal ataupun akhir. Dalam Alkitab hal itu dinyatakan sebagai berikut: “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya” (Ef. 2:10).
Betapa damai yang indah dan ketenangan yang rohaniah menetap dalam kesadaran kita dengan menyadari bahwa rancangan Allah bagi setiap orang bukanlah suatu pekerjaan yang masih dalam penyelesaian atau rencana yang masih harus ditetapkan, melainkan suatu fakta wujud yang telah diatur terlebih dahulu, sekarang dan untuk selama-lamanya. Dan hal itu bukanlah rencana atau karir yang insani, melainkan perkembangan rohaniah akan rancangan Allah bagi kita untuk menyatakan segala sesuatu yang adalah Allah—Kasih, Kebenaran, kebaikan, keselarasan, dan sebagainya.
Hasilnya, rencana itu berkembang tanpa tunduk kepada kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan dalam hukum-hukum insani, ekonomi, pendidikan, perhubungan, seolah-olah kita ini adalah bidak catur dalam permainan catur. Kebijaksanaan kebaikan yang cerdas, Budi ilahi, menentukan rancangan bagi kita, menetapkan “buatan tangan kita sendiri,” dan menyediakan segala sesuatu yang perlu untuk memenuhinya.
Budi sadar akan setiap rencana dan rancangan-Nya bagi setiap orang di antara kita—demikian juga kita, sebagai cerminan Budi, selalu sadar akan kesanggupan kita sendiri yang tidak berhingga untuk menyatakan Allah. Oleh karena itu, dapatlah diharapkan secara wajar, bahwa berkat, keinginan, dan karir kita akan melayani rencanaNya, dan bahwa aktivitas yang dirancang dengan sempurna itu akan kita alami dalam setiap aspek hidup kita sehari-hari.
Jadi, bagaimanakah Allah menetapkan rancangan bagi kita? Pada bagian awal Alkitab, Allah bersabda, “Beranakcuculah dan bertambah banyak” (Kej. 1:28). Perintah itu mengingatkan kita pada sebutir biji yang produktif dan berkembang berlimpah-limpah. Sebutir biji terdiri atas dua bagian. Bagian yang satu adalah cetak biru yang menetapkan secara rinci sifat biji itu dan segala sesuatu tentang identitasnya. Bagian yang lain ialah kekuatan atau enersi yang mendorong cetak biru itu mencapai hasil yang sempurna.
Salah satu istilah yang digunakan dalam Ilmupengetahuan Kristen untuk menjelaskan Allah adalah Jiwa. Sebagai putera dan puteri Allah, rancangan kita dinyatakan dalam kasih karunia, keindahan, kreativitas, ilham, dan kecemerlangan Jiwa. Jiwa menentukan rancangan kita dan dalam rancangan itu tercakup segala sesuatu yang diperlukan untuk memenuhinya. Kita lengkap sempurna.
Seperti warna-warna pelangi, kita bersifat unik dalam rancangan kita untuk memuliakan Allah. Sebagaimana warna kuning tidak pernah dapat menggantikan warna oranye, kita pun tidak pernah dapat menggantikan orang lain. Setiap orang di antara kita bertugas menyatakan Allah dengan cara yang tidak dapat dilakukan orang lain di alam semesta ini. Kita semua tidak dapat digantikan dan sangat berharga bagi Allah.
Terwujudnya rancangan ini makin lama makin menjadi nyata, bila kita memuliakan Allah dengan menyatakan sifat-sifat-Nya yang tidak berhingga ragamnya. Sifat-sifat itu bersinar di rumah, di dalam kelas, di ruang dewan, di lapangan olahraga, dan dalam masyarakat. Sifat-sifat itu berasal dari Allah, dan bila kita menyatakannya, maka sifat-sifat itu menyatakan keterkaitannya yang terus-menerus dengan Sumbernya.
Rancangan kita tidak hanya ditetapkan oleh Allah, tetapi juga dilandasi wewenang Allah agar berhasil. Perkembangan ini memperoleh kuasanya dari Roh ilahi yang ada di belakangnya, oleh karena itu rancangan itu tidak dapat dihilangkan ataupun dirampas dari diri kita. Allah adalah Sang Pembudidaya—yang memulai, mendukung, memelihara, memberkati keberhasilan kita, dan menyebabkan rencana kita yang kudus tumbuh dan berkembang dengan anggun.
Rancangan kita yang sebenarnya serta pemenuhannya, tidak pernah dapat gagal, karena kedua hal itu mengalir dari Allah. Penting untuk disadari, bahwa rancangan kita yang ilahi tidak berkembang dalam alam pikiran yang sesat dan fana, di mana nasib untung-untungan, kemauan insani, keterbatasan, atau hal-hal lain yang tidak kita ketahui dapat menganggu perkembangannya.
Demikian pula produktivitas kita pun tidak ditentukan untuk mengikuti skenario Adam dan Hawa yang terombang-ambing tidak menentu, dan keberhasilan kita pun tidak didera oleh ketidakpastian. Kekuatan dan perkembangan yang terus-menerus dalam rancangan kita yang kudus tetap aman dalam kebijaksanaan ilahi, sumbernya. Karena berkembang di alam Budi, rancangan itu terjaga dengan baik, tidak dapat dihalangi oleh keterbatasan sedikit pun. Sebagai setangkai bunga mawar yang mekar dengan anggun, pasti, dan terarah, yang memperlihatkan penampilannya yang semakin indah, demikian pula perkembangan rancangan yang dikaruniakan Allah kepada kita terus berlangsung untuk selama-lamanya, setiap tahap lebih mulia dari tahap sebelumnya, setiap kali memperlihatkan pernyataan individual kita akan kebaikan yang tiada habis-habisnya.
Jadi, apapun keadaan yang kita hadapi—apakah kita kehilangan pekerjaan, barangkali setelah bertahun-tahun bekerja pada suatu perusahaan tanpa mementingkan diri sendiri, apakah kita sedang mencari perguruan tinggi yang cocok, apakah kita kurang pasti akan lapangan pekerjaan yang kita pilih, apakah kita sudah purnabakti dan mencari arah yang baru dalam hidup kita—Allah selalu tersedia untuk membimbing dan mengarahkan kita.
Bahkan kalau kita harus bekerja kembali untuk memenuhi keperluan kita, kalau kita baru menyelesaikan kuliah dan mencari pekerjaan, kalau kita secara mental berada dalam penjara (bahkan mungkin secara harfiah berada di balik jeruji), dan merasa terhambat untuk mencapai tujuan kita dan merasa tidak berarti, Allah tetap saja tersedia untuk menghibur dan mendukung dan membimbing kita.
Allah menjaga rancangan kita untuk melayaniNya. Jadi, kita bukan mencari kesempatan untuk menyatakanNya. Kesempatan selalu tersedia untuk memenuhi rancangan Kasih bagi kita karena kita senantiasa berada dalam kedudukan sebagai saksi Kasih.
Dengan menyatakan sifat-sifat Allah, setiap orang dapat membantu memenuhi keperluan umat manusia dengan cara-cara yang bermakna dan mendatangkan pahala. Prioritas dan fokus kita sebaiknya ialah menyatakan Allah di mana pun kita berada. Hasil yang kita peroleh secara wajar tentu saja adalah, kita mengetahui “di mana, kapan, dan bagaimana” rancangan kita terwujud.
Misalnya, bila kita memerlukan bimbingan untuk menentukan apakah kita perlu memindahkan kantor kita, atau menerima pekerjaan baru, atau melanjutkan pendidikan kita, kita dapat berpaling kepada Allah. Kerendahan hati mendengarkan bimbingan ilahi dengan tenang, membukakan jalan bagi kita untuk memenuhi rancangan ilahi kita. Kerendahan hati menyingkirkan ego insani yang sering berkaitan dengan perasaan tidak sanggup atau keangkuhan dan membiarkan Ego ilahi memimpin jalan. Maka kemauan insani pun akan tunduk kepada kemauan ilahi; ketidakpedulian digantikan oleh iman yang didorong secara ilahi. Kerendahan hati membuka pikiran untuk bertindak, berbuat, dan berbicara menurut kasih karunia Allah.
Pengutusan Yesus pasti bersinar cerah untuk dilihat semua orang dan dengan demikian memberkatinya. Kerendahan hati Yesus membimbing dan melindungi rancangannya serta pemenuhannya. Yesus bersabda: “Sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jika Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” (Yoh. 5:19). Rancangan dan motif yang menggerakkannya bersesuaian benar dengan Yang Ilahi. Dan teladan Yesus masih tetap ada untuk membantu kita sampai sekarang.
Kita dapat menanyakan kepada diri kita sendiri, “Benarkah saya tidak mementingkan diri saya sendiri dalam motif saya?” Saya mendapatkan, andaikata pun keinginan-keinginan saya berpusat pada diri saya sendiri alih-alih berpusat kepada Allah, namun upaya saya untuk menyatakan kerendahan hati benar-benar akan membukakan jalan bagi saya untuk melihat rancangan saya yang ilahi dengan lebih jelas, dan bergerak pada liku-liku jalan Allah. Saya telah senantiasa dibantu oleh pernyataan di bawah ini dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci: “Niat dan alasan untuk hidup secara benar dapat diperoleh sekarang juga. Jika pendirian itu telah tercapai, maka kita sudah memulai dengan sepatutnya. Kita telah mulai dengan abjad Ilmupengetahuan Kristen, dan tidak ada sesuatu pun kecuali maksud yang tidak benar yang dapat mengalangi kemajuan kita” (Mary Baker Eddy, hlm. 326).
Beberapa waktu yang lalu saya merenungkan ide-ide itu setiap hari selama satu tahun. Saya sudah bekerja dan tidak mencari sesuatu yang lain, tetapi saya hanya merasa terdorong untuk bersukacita, bahwa segala sesuatu yang dapat berkembang, atau pernah dapat berkembang, adalah rancangan yang disediakan Allah bagi saya.
Pada akhir tahun itu, secara tak terduga saya menerima panggilan dari sebuah perusahaan yang menanyakan apakah saya bersedia dicalonkan untuk menempati suatu jabatan yang kosong. Ada banyak calon lain, dan kami diminta untuk menyerahkan karya tulis yang akan menentukan keputusan terakhir. Tanpa diketahui perusahaan itu, selama bertahun-tahun saya telah menangani tugas-tugas yang serupa, yang diperlukan dalam jabatan itu. Itu semua sesuai benar dengan cita-cita saya, sekaligus secara praktis juga memenuhi keperluan hidup saya. Saya benar-benar menyukai pekerjaan dalam jabatan baru yang mungkin terbuka bagi saya. Pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang saya idam-idamkan. Meskipun urai tugasnya baru disampaikan kepada saya lewat telepon, saya merasa dalam hati saya, bahwa jabatan itu sangat pas bagi saya. Seolah-olah hal itu merupakan perwujudan yang sempurna segala sesuatu yang telah diatur sebelumnya. Segala sesuatu terjadi begitu saja.
Perusahaan itu menyatakan, bahwa materi yang saya serahkan sesuai benar dengan yang mereka butuhkan, dan jabatan itu ditawarkan kepada saya. Begitu jelas bagi saya, bahwa bila saya dengan rendah hati berpegang teguh pada rancangan Allah bagi saya, yaitu menyatakanNya, maka hasilnya yang wajar adalah kedudukan yang bermakna dan mendatangkan pahala, yang mencurahkan berkat-berkat yang tidak berhingga ke sekitar kita.
Apakah kita seorang pengusaha, astronot, mahasiswa, artis, pekerja pabrik, guru, orangtua, rancangan kita yang utama ialah membiarkan penyataan kita akan semua sifat Allah terlihat dan terdengar. Mary Baker Eddy menulis, bahwa Budi ilahi selalu mempertahankan setiap orang di antara kita sebagai “saksi hidup dan ide yang kekal akan kebaikan yang tidak ada habis-habisnya” (Miscellaneous Writings 1883-1896, hlm. 83). Betapa hebat rancangan itu!