Dalam mempelajari Alkitab, saya sering merenungkan fakta bahwa Yesus, Sang Guru Kristen, tidak pernah mendasarkan kesimpulannya tentang kesejahteraan pada kesaksian jasmaniah. Dalam seluruh kehidupannya, ia berpaling kepada Allah untuk beroleh jawaban, dan perspektif yang rohaniah ini menjadikan dia dapat menyembuhkan orang sakit, orang berdosa, dan orang yang menghadapi maut. Alih-alih melihat orang yang sakit atau menderita, ia bertekun memandang setiap orang sebagai anak Allah, yang diciptakan “amat baik,” seperti yang dimaklumkan bab pertama Kitab Kejadian.
Saya mendapat kesempatan untuk menerapkan sebagian ide-ide itu pada suatu siang beberapa tahun yang lalu, waktu saya meninggalkan rumah untuk bergegas menjemput anak laki-laki saya dari prasekolah. Waktu melangkah lebih cepat, saya tidak memperhatikan permukaan trotoar yang tidak rata. Saya jatuh tersandung, dan pergelangan kaki saya terkilir. Saya pikir akan terlambat jika harus berjalan terpincang-pincang beberapa blok terakhir. Tetapi saya lalu menyadari, ada pilihan bagi saya. Saya dapat menerima pikiran bahwa saya cedera dan kesakitan, atau mengakui apa yang telah sering saya buktikan sebelumnya dengan praktek saya akan Ilmupengetahuan Kristen: bahwa substansi saya bersifat rohaniah dan bahwa Allah tidak pernah akan memisahkan saya dari penjagaan-Nya yang sepenuhnya.
Saya mulai mendoa berdasarkan pemikiran berikut: “Ibu-Bapa ilahi saya, Allah, adalah baik. Ia tidak akan pernah menciptakan suatu situasi atau keadaan yang dapat mencederai saya. Karena adalah berlawanan dengan sifat Kasih ilahi untuk menciptakan sesuatu seperti kecelakaan, Kasih tidak pernah dapat mengetahui bahwa hal seperti itu terjadi atau pernah terjadi—oleh karena itu saya pun dapat menolak mempercayai hal itu.”
Saya tahu bahwa meskipun kelihatannya sedang bergulat dengan cedera, saya dapat yakin bahwa, pada saat itu dan di tempat itu juga, saya dibimbing oleh tuntunan Allah yang tidak dapat salah, dan dipertahankan dalam keadaan aman. Saya juga ingat akan baris-baris dari suatu nyanyian dalam Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen:
Allah itu Semua,
Anak-Nya tak gentar;
Si jahat t’rus kalah,
Tuhan agung, akbar.
(Emily F. Seal, No. 267)
Pada waktu itu, saya menginsafi dengan lebih jelas bahwa mempercayai suatu sebab di luar kebaikan, misalnya suatu kecelakaan, adalah suatu bentuk kejahatan. Tetapi saya tahu, saya hanya dapat tanggap terhadap hukum Allah akan keselarasan yang tidak terputus-putus.
Saat itu saya masih khawatir akan terlambat menjemput anak saya. Saya tergoda berpikir barangkali tidak baik untuk lari, karena dapat mendatangkan lebih banyak cedera, tetapi doa saya memberi keyakinan untuk mulai lari lagi. Meski ada sedikit ketidaknyamanan, saya tahu bahwa tidak ada hukuman untuk percaya kepada doa; jadi saya terus menegaskan apa yang saya tahu adalah benar secara rohaniah—bahwa saya sempurna dan utuh saat itu, sebagaimana Allah telah menjadikan saya.
Dengan mendoa sambil berlari, saya dapat menjemput anak saya pada waktunya dan berjalan pulang dengannya. Dalam waktu singkat, semua sisa rasa sakit dan pembengkakan sudah hilang, dan malam itu saya tidur nyenyak tanpa akibat sampingan.
Tetapi seminggu kemudian, sehari sesudah saya menceritakan pengalaman itu kepada seorang kenalan, kaki saya membengkak lagi dan terasa sakit. Terpikir oleh saya bahwa saya harus waspada dan tidak menerima saran bahwa saya pernah ada di luar penjagaan Allah. Sesudah dengan gigih saya mendoa berdasarkan hal itu, gejala-gejala itu hilang secara permanen.
Pengalaman itu merupakan contoh yang indah bagi saya bahwa tetap memusatkan pikiran pada fakta-fakta ilahi mendatangkan penyembuhan. Ilmupengetahuan dan Kesehatan mengikhtisarkan hal itu demikian: “Pertahankanlah fakta-fakta Ilmupengetahuan Kristen—bahwa Roh adalah Allah, dan karena itu tidak dapat sakit; bahwa yang diistilahkan sebagai zat tidak dapat sakit; bahwa segala sebab dan akibatnya ada di dalam Budi dan bekerja dengan hukum rohaniah. Kemudian berdirilah teguh dalam pengertian yang tidak dapat goyah tentang Kebenaran dan Kasih, maka pastilah kita akan menang” (hlm. 417).
Collingswood, New Jersey, AS