Mempelajari Ilmupengetahuan Kristen telah membuka pikiran saya untuk mengalami kebaikan dan penyembuhan yang dapat diandalkan, yang dijanjikan dalam Alkitab. Saya dapat mengingat beberapa pengalaman saya sendiri waktu kecil, ketika doa-doa orangtua saya, bersama dengan doa-doa seorang penyembuh Ilmupengetahuan Kristen, mendatangkan kesembuhan antara lain dari patah tulang di lengan dan dari luka bakar taraf ketiga pada tangan saya. Demikianlah saya tumbuh dewasa dengan mengandalkan penyembuhan dengan doa.
Saya pun merasa bahwa Allah akan menuntun saya pada waktu saya menjadi orangtua. Bagi saya, model untuk menjalankan tugas sebagai orangtua dapat ditemukan dalam penjagaan mesra dan penuh kewibawaan, yang diberikan Allah, sebagai yang dilukiskan dalam banyak cerita Alkitab. Dan sebagai orangtua, saya mendapat kesempatan yang melimpah untuk mempraktekkan dan membuktikan metode penyembuhan ilmiah yang diajarkan dalam Ilmupengetahuan Kristen. Keyakinan saya makin lama makin kuat bahwa Allah yang berkuasa atas segala sesuatu, dan Ia menciptakan anak-anak-Nya lengkap dengan semua yang mereka perlukan—seperti sukacita, kesehatan, keselarasan, kebijaksanaan, kemurnian, kelengkapsempurnaan. Tetapi saya pun mempunyai peran penting; saya harus mendengarkan pesan-pesan Allah mengenai fakta ini, dan berpegang kuat pada keyakinan bahwa keluarga kami seluruhnya dapat menjadi saksi yang nyata akan kebenaran-kebenaran rohaniah tersebut.
Pada akhir tahun 1980-an, waktu anak perempuan saya duduk di kelas lima sekolah dasar, saya membawanya ke dokter gigi untuk suatu check-up standar dan pembersihan gigi. Dokter mengatakan, ada beberapa gigi sulung yang tidak keluar pada anak saya, dan ia ingin saya membawa anak saya ke seorang dokter ahli ortodonti untuk menentukan kapan kawat gigi harus dipasang untuk membetulkan gigi itu agar tidak menimbulkan masalah ke bagian lain dari mulutnya.
Kemudian, waktu kami ke dokter ahli ortodonti, sesudah pemeriksaan beberapa menit, termasuk dengan sinar-X, ahli ortodonti itu memanggil saya untuk melihat ke dalam mulut anak saya. Ia menunjuk kepada lima gigi, kebanyakan geraham, yang kelihatan seperti tenggelam dalam gusi. Saya katakan saya melihatnya, dan ia mengatakan bahwa gigi-gigi itu “ankylosed.” Saya tidak tahu apa artinya itu. Dokter itu berkata bahwa gigi-gigi itu menyatu dengan tulang rahang, dan satu-satunya cara untuk mengeluarkannya adalah melalui bedah mulut. Mendengar penjelasan yang rinci itu, saya dengan lemah lembut meletakkan tangan saya ke bahu anak perempuan saya untuk menghibur dia.
Waktu kami pergi, saya menjamin anak saya bahwa semua dalam keadaan baik dan ia tidak perlu takut. Dokter menyatakan, dalam perjalanan keluar dari kantornya, bahwa kami tidak mempunyai pilihan lain kecuali menjadwalkan pembedahan.
Namun saya merasa, kami mempunyai pilihan lain. Dan pilihan itu adalah berpaling kepada Allah dalam doa untuk memperoleh penyembuhan. Ketika itu saya seorang janda cerai dengan tiga anak kecil. Iman saya kuat bahwa Allah dapat diandalkan untuk memelihara keluarga saya dan memberi anak-anak saya berkat yang melimpah. Anak-anak saya telah menyaksikan banyak penyembuhan melalui doa, seperti dinormalkannya detak jantung yang tidak teratur pada janin sebelum kelahiran, yang telah didiagnosa secara kedokteran. Luka bakar pada lengan, dan hidung yang patah, telah disembuhkan dengan cepat. Keperluan-keperluan rumah tangga dan keuangan telah dipenuhi. Secara konsisten dan dengan gigih saya membela keluarga saya dalam doa-doa saya, untuk melihat mereka utuh dan tidak terpecah, dan menyatakan Kasih yang tidak berhingga. Dan saya bekerja dengan giat untuk menyatakan sifat-sifat rohaniah yang baik untuk pertumbuhan anak-anak saya.
Demikianlah, pada saat-saat sesudah kunjungan ke dokter gigi itu, saya berusaha keras untuk mendengarkan pesan malaikat Allah dan membungkam ketakutan dari diagnosa dokter tadi—dan keberangan saya karena dokter itu tidak terlebih dulu mengajak saya ke tepi dan menyampaikan laporan yang sensitif itu secara pribadi, seperti yang telah saya minta sejak awal.
Tetapi saya bersyukur untuk ketenangan dan kepercayaan anak saya. Sambil memegang tangannya dan berjalan ke mobil, dengan kepercayaan diri, saya menjaminnya bahwa Allah menyertai kami, dan ia, anak saya itu, sepenuhnya aman. Kami tidak perlu terkesan oleh pernyataan bahwa zat bersifat substansi dan berkuasa atas segalanya, atau bahwa seseorang dapat terkurung dalam suatu tubuh yang tidak dapat bekerja sama, yang harus diperbaiki. Sebaliknya, kami dapat bersyukur bahwa Allah adalah Pencipta segala-galanya, dan bahwa yang dijadikan-Nya, termasuk anak saya, sepenuhnya bersifat rohaniah dan baik. Kami juga berbicara bahwa gigi-gigi sulung adalah ide-ide yang berguna, dan bahwa adalah sangat alami untuk meninggalkan hal-hal yang tidak sesuai lagi dengan pertumbuhan kita untuk meluangkan tempat bagi lebih banyak kemajuan. Anak saya ingat akan ucapan yang diperolehnya dalam perkemahan musim panas: “Biarkan pergi dan biarkan Allah.” Itu berarti, ia dapat menaruh kepercayaan pada janji Allah akan kebaikan bagi semua anak-Nya.
Saya tidak ingat apa saja yang saya gunakan untuk mendoa, tetapi yang pasti saya menyanyikan beberapa nyanyian dari Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristendalam perjalanan pulang itu. “Doa Ibu Di Malam Hari,” suatu syair karya Mary Baker Eddy, yang dapat dinyanyikan, adalah suatu favorit kami dan sudah selalu ada dalam daftar sepuluh lagu-lagu top saya (No. 207). Nyanyian itu berbicara tentang “Had’rat yang suci” dari Allah, yang memberikan “damai, bahagia,” dan betapa Allah, “Hidup ilahi wujud semesta,” menguasai setiap jam yang berlalu. “Kasih, pengasuh burung di sarang,/Anakku pun jagalah tiap malam.”
Dengan segera saya merasakan kehadiran Kristus, pesan Allah akan kasih kepada setiap orang di antara kita, yang mendatangkan terang kepada pikiran saya dan mengganti ketakutan saya dengan keyakinan bahwa akan ada penyelesaian yang benar bagi anak perempuan saya.
Siang dan petang itu saya terus mendoa di dalam hati dan berbagi setiap pikiran baik yang datang kepada saya. Anak saya dan saya berbicara bahwa ia adalah ide rohaniah, yang selamanya aman dengan Ibu-Bapanya, Allah. Dan saya terus berpaling kepada Allah untuk beroleh “kabar” yang benar tentang anak saya. Adalah mudah untuk melihat pandangan Allah tentang anak saya sebagai pernyataan yang individual dan khas akan Kasih, yang menunjukkan keberanian, integritas, kekuatan, dan kreativitas. Ia selamanya berhubungan dengan Roh, tetapi tidak pernah berhubungan atau “menyatu” walau sesaat pun dengan zat, dan tidak pernah dibatasi oleh pendapat insani, kedokteran atau bukan. Saya mendapat dorongan di dalam fakta bahwa Yesus menganjurkan para pengikutnya menjadi penyembuh dengan bersandar pada Roh. Ia melihat menembus apa yang oleh penanggapan kebendaan dikatakan sebagai fakta. Ia mengandalkan hukum rohaniah akan kebaikan sebagai dasar ciptaan. Dan penyembuhan yang tidak terhitung banyaknya pun terjadilah, penyesuaian yang alami dalam gambar yang insani, penyesuaian yang mencerminkan keselarasan hukum Allah.
Petikan berikut dari Ilmupengetahuan dan Kesehatanmencakup kata ankylosed yang telah dipergunakan oleh dokter gigi tadi, dan saya sadar pernah mendengar perkataan itu sebelumnya. “Penanggapan Roh yang tidak termusnahkan selalu sudah ada tanpa syarat-syarat zat dan juga tanpa kepercayaan palsu akan yang kita sebutkan kehidupan kebendaan. Dengan menjalankan aturan Ilmupengetahuan dalam praktek, pengarang telah memulihkan kesehatan orang dalam hal penyakit yang mendadak maupun dalam hal penyakit yang menahun pada taraf yang separah-parahnya. Sekresi diubah, bangun tubuh diperbaharui, anggota badan yang terlalu pendek diperpanjang, persendian yang kaku [dalam bahasa Inggris, ankylosed joints] dijadikan lemas, dan tulang-tulang yang busuk dipulihkan menjadi sehat” (hlm. 162). Terpikir oleh saya bahwa pernyataan-pernyataan kuat itu bersesuaian dengan suatu pandangan dalam Kitab Kejadian bab 1 mengenai laki-laki dan perempuan yang diciptakan secara rohaniah, “menurut gambar dan rupa Allah” (Kej. 1: 26, 27), alih-alih catatan yang sangat tidak memadai mengenai umat manusia dalam bab yang kedua. Saya terus mendoa dengan ide-ide yang rohaniah itu setiap hari.
Tidak lama sesudah kunjungan ke dokter gigi itu, selang beberapa minggu, anak saya pulang dari sekolah dalam keadaan bingung karena pertikaian dengan seorang teman sekolah. Ia sedih mengenai keadaan itu dan merasa dituduh secara palsu mengenai sesuatu.
Kami sudah terbiasa berpaling kepada Allah untuk beroleh bimbingan mengenai masalah-masalah perhubungan juga; jadi waktu anak saya bertanya apa yang harus dilakukannya, saya mengatakan kepadanya bahwa teman sekolahnya dikasihi Allah, dan kami dapat melihatnya sebagai tidak bersalah dan jujur. Kami berbicara tentang Nyanyian 382 dari Buku Nyanyian Ilmupengetahuan Kristen, yang mengemukakan pertanyaan tentang hak lahir manusia, dan memaklumkan sifat manusia, yang sempurna, jujur, murni, bebas dari dosa. Bait yang terakhir memaklumkan dengan nada kemenangan bahwa setiap manusia adalah “putra tercinta” dan “dikurniai” Allah dengan “kuasa semesta.” Anak saya dan saya sepakat untuk berpikir tentang teman sekolahnya itu hanya sebagai anak Allah. Adalah alami bagi anak saya dan teman sekolahnya untuk melihat keselarasan lagi di kelas. Anak perempuan saya juga sangat menyukai sinonim untuk Allah yang dibicarakan dalam Ilmupengetahuan dan Kesehatan, seperti Hidup, Kebenaran, dan Kasih, dan kami banyak sekali mempelajarinya. Sinonim kesukaan anak saya adalah Asas. Ia mengatakan kepada saya, ia merasa Asas menyangkut hukum-hukum dan aturan-aturan ilahi, yang selamanya baik.
Sedang kami meneruskan berbagi ide-ide, anak saya makan makanan kecil berupa buah “prune.” Tidak lama kemudian saya melihat dia mengeluarkan sesuatu dari mulutnya. Tetapi itu bukanlah biji “prune.” Itu adalah salah satu gigi sulung yang oleh dokter gigi beberapa pekan sebelumnya dikatakan menyatu dengan rahangnya. Tentu saja kami berdua heran dan berbahagia. Saya bertanya apakah anak saya memerlukan handuk untuk membersihkan mulutnya, dan ia memeriksa apakah ada darah. Tetapi tidak ada. Tempat yang sebelumnya ada gigi sulung itu bersih dan licin. Anak saya meneruskan makan buah prune.
Beberapa menit kemudian, satu lagi gigi sulung keluar. Sekali lagi kami heran, tetapi saya mulai menyadari bahwa hukum Allah akan kebaikan sedang bekerja, dan kami berdua sangat bersukacita. Pembicaraan kami itu menjadi pemicu bagi kami untuk berpegang teguh kepada fakta bahwa tidak sesuatu pun dapat mengalangi dirasakannya perhubungan yang benar antara Allah dan putri-Nya yang kinasih. Dan kami berdoa agar tetap terfokus pada Allah dan kepada apa yang diketahuiNya adalah benar secara rohaniah.
Waktu anak saya pergi tidur malam itu, kelima gigi sulung itu sudah lepas sendiri dan dengan cara yang selaras. (Dan hari itupun ditandai dengan berakhirnya pertikaian di antara anak saya dan teman sekolahnya.)
Dengan memperoleh pencerahan yang semakin besar akan hukum universal Allah, melalui doa, kami menyaksikan kemesraan dan kekuasaan kebaikan Allah. Gigi tetap anak saya tumbuh dengan normal dan wajar. Ia tidak pernah memerlukan dokter ahli ortodonti. Saya bersyukur sekali menjadi pelajar Ilmupengetahuan Kristen, yang memperlengkapi saya dengan sarana yang praktis untuk mengikuti bimbingan Yesus pada waktu ia bersabda, “Jikalau kamu tetap dalam firmanku, kamu benar-benar adalah muridku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8: 32).