Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Hidup di zaman yang penuh kekhawatiran?

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Januari 2012

Diterjemahkan dari Christian Science Sentinel, edisi 12 November 2007


Ketika mendengarkan radio, membaca surat kabar, menonton televisi, membuka Internet, atau bahkan mendengarkan pembicaraan di pasar atau café, maka Anda mungkin tergoda untuk menghapus tanda tanya pada judul artikel ini dan menggantinya dengan tanda seru. Kekhawatiran dan stress seakan-akan ada di mana-mana, dan penyebabnya pun seakan banyak. Antara lain terorisme, pekerjaan, masalah kesehatan, keuangan, hubungan dengan sesama, ketakutan kepada yang tidak kita ketahui, kekurangan waktu, kekurangan harga diri, dan berbagai perubahan yang kita hadapi setiap hari.

Penyebab stress dan kekhawatiran berbeda-beda bagi setiap orang, tetapi efeknya serupa.  Banyak dokter sependapat  bahwa stress mungkin merupakan penyebab dari  80 persen atau lebih penyakit yang diderita pasiennya. Pusat Pengendalian Penyakit di Amerika Serikat, misalnya, memperkirakaan bahwa 90 persen kunjungan dokter dipicu oleh penyakit yang ada hubungannya dengan stress (“Stress can ravage the body, unless the mind says no—Stress dapat merusak tubuh, kecuali pikiran mengatakan tidak,” Kathleen Fackelmann, USA Today, 22 Maret 2005).

Beberapa waktu yang lalu saya mendengar seorang politisi mengatakan, “Jika kita tidak hidup dalam kekhawatiran, kita tidak hidup dalam kenyataan.” Saya tidak yakin itu merupakan kenyataan hidup yang ingin kita jalani. Tetapi saya yakin kita ingin stress dan kekhawatiran berkurang. Bagaimana kita melakukannya?

Rasul Paulus memberikan ide bagaimana memulai: “Janganlah kuatir mengenai apa pun. Dalam segala hal, berdoalah dan ajukanlah permintaanmu kepada Allah. Apa yang kalian perlukan, beritahukanlah itu selalu kepada Allah dengan mengucap terima kasih. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Flp 4:6, 7). Paulus memulai dengan suatu perintah, memberitahukan bagaimana menaati perintah itu, dan akhirnya menjelaskan pahala yang akan diterima orang yang taat. Penangkal terhadap kekhawatiran adalah doa. Cara agar tidak khawatir mengenai apa pun, adalah berdoa mengenai segala sesuatu!

Bagaimana doa dapat membantu? Doa merubah pikiran—cara kita berpikir tentang dan memandang sesuatu. Stress dan kekhawatiran timbul dari kebingungan atau memikirkan sesuatu yang seakan-akan tidak dapat kita kendalikan. Stres juga timbul saat kita takut atau tidak pasti mengenai masa depan, dan saat kita merasa tidak mampu menyelesaikan apa yang perlu kita lakukan. 

Doa yang efektif mengubah pikiran dari keadaan tidak tahu atau ragu-ragu menjadi tahu dan percaya. Mary Baker Eddy menggambarkan doa sebagai berikut  “Doa membuat penemuan-penemuan baru dan ilmiah mengenai Allah, dan mengenai kebaikan serta kuasaNya. Doa menjadikan kita melihat lebih jelas daripada sebelumnya, apa yang telah kita miliki dan apa sesungguhnya kita ini; dan terutama doa menunjukkan kepada kita apa Allah itu” (No and Yes, hlm. 39).

Berdoa dengan cara mendengarkan dan menemukan hal-hal yang rohaniah mengungkapkan sifat ilahi Allah serta kuasaNya. Hal ini menyadarkan kita bagaimana kuasa itu bekerja di dalam kehidupan kita. Dan hal itu menimbulkan rasa percaya, bukan kepada jalan kita sendiri, melainkan kepada jalan Allah. Rasa percaya tersebut menyadarkan kita bahwa Allah tidak dapat mengetahui sumber daya yang terbatas atau kekacauan. Alih-alih demikian, memahami Allah menyingkapkan sumber dayaNya yang tidak terbatas—ide-ide penuh ilham yang kita perlukan setiap saat—dan bagaimana memanfaatkannya.  “Adalah ketidaktahuan kita tentang Allah, Asas ilahi, yang menyebabkan yang kelihatan sebagai ketidakselarasan itu,”  demikian Ny. Eddy menjelaskan, “dan pengertian yang benar akan  Allah memulihkan keselarasan” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 390).

Allah selalu merupakan kekuatan yang memerintahi kehidupan semua yang diciptakanNya—Allah adalah kekasih dari ciptaanNya sendiri. Doa tidak merubah fakta-fakta tersebut. Tidak menjadikan fakta-fakta tersebut lebih sejati daripada sebelumnya. Doa menggeser pemikiran kita untuk melihat bahwa segala hal bersifat rohaniah. Doa mendatangkan pemahaman yang jernih bahwa segala hal sudah selalu bersifat rohaniah dan masih tetap demikian.

Dengan demikian fakta-fakta kehidupaan rohaniah dapat dipahami. Kemahakuasaan Allah untuk berbuat baik menjadi kekuatan yang nyata dalam kehidupan kita, menghapuskan tekanan kehidupan modern. Dengan belajar mengamalkan anjuran “percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri,” kita menemukan damai dan keselamatan (Ams 3:5).

Alkitab memberikan banyak contoh mengenai orang yang pemahaman serta kepercayaannya kepada Allah menjadikannya aman dan bebas dari kekhawatiran. Misalnya dalam kisah Daniel di kandang singa, tidak ada petunjuk yang menyatakan bahwa Daniel merasa stress menghadapi situasi tersebut. Dia diperintahkan hanya berdoa kepada raja, dan jika ketahuan berdoa kepada Allah, dia akan dilempar ke kandang singa. Tetapi Daniel pulang, membuka jendelanya, dan berdoa tiga kali sehari, “memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya” (Dan 6:10).

Rasa percaya Daniel kepada Allah begitu mutlak sehingga dia tidak takut dan menolak untuk merubah doanya. Saat tertangkap basah sedang berdoa dan dilempar ke kandang singa, satu-satunya yang khawatir adalah raja Darius. Namun demikian, kekhawatiran itu pun tidak mempengaruhi Daniel. Ketika Darius memeriksa keadaan Daniel di pagi hari, dia berseru “dengan suara yang sayu,” dan Daniel menjawab, “Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan" (Dan 6:22).

Teladan Daniel menunjukkan bahwa berdoa kepada Allah dapat  menyelamatkan kita dan mematahkan cengkeraman ketakutan.  Kita semua, dalam hidup ini kadang-kadang menghadapi “singa”: ketakutan yang dapat menerkam kedamaian. Rasa tidak mampu yang mengancam keselarasan yang kita rasakan. Kecemasan yang mengganggu perhubungan kita dengan orang lain. Tetapi doa yang rendah hati, konsisten, dan patuh menunjukkan kehadiran Allah dalam hidup kita, dan kehadiran ini—manifestasi Kristus—mengatupkan mulut singa.

Ilmupengetahuan dan Kesehatan mendefinisikan Kristus sebagai “Penyataan ilahi Allah, yang datang kepada daging untuk memusnahkan kesesatan yang berwujud daging” (hlm. 583). Yesus berkali-kali membuktikan kuasa Kristus untuk melenyapkan kekhawatiran. Baik itu ketakutan para muridnya akan badai, atau orang tua yang sedih karena anak gadisnya meninggal, pemahaman Yesus mengenai kuasa Kristus merubah keadaan, dan mendatangkan damai dan penyembuhan. Yesus membuktikan bahwa kuasa Kristus lebih dari cukup untuk mendatangkan kesembuhan pada situasi apa pun. 

Damai adalah sesuatu yang wajar, dan ketakutan tidaklah wajar. Ketika Yesus berdoa, ketakutan lenyap. Dan prioritas pertama dalam praktek penyembuhan rohaniah adalah menghilangkan ketakutan: “Praktek penyembuhan yang bersifat Kristen ilmiah mulai dengan nada dasar keselarasan yang ditetapkan Kristus: ‘Jangan takut!’”  (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 410). Pada halaman berikutnya, Mary Baker Eddy menulis, “Jika kita berhasil menghilangkan ketakutan sama sekali, maka sembuhlah pasien kita.”  Mengapa? Karena ketakutan adalah persepsi yang salah mengenai ciptaan Allah, suatu pemikiran yang keliru yang menentukan cara pandang kita terhadap diri kita sendiri. Saat persepsi yang salah tersebut dihancurkan melalui doa, keselarasan berkuasa. Ketakutan hilang.  

Yesus tidak pernah menunjukkan bahwa kita hidup di dalam kerajaan ketakutan, tetapi dia mengatakan bahwa “Kerajaan Allah ada di dalam kamu” (Luk 17:21, versi King James). Saat ketakutan berusaha menganggu keselarasaan, maka kesadaran akan Kerajaan Allah di dalam diri kita dengan pasti menghilangkan gangguan tersebut. Kerajaan ini datang kepada kita sebagai jaminan sempurna Kasih ilahi, keindahan Jiwa, kegiatan Roh yang normal.

Ada banyak cara untuk berdoa. Salah satu cara yang menurut saya efektif adalah apa yang saya sebut “saat-saat Sabat”—yakni saat-saat ketika, tepat di tengah situasi yang sulit, saya berhenti dan menyadari bahwa di mana saya berada, di situ Allah hadir. Dia menolong, melindungi, membimbing, dan menyembuhkan saya.

Baik saat saya menghadapi kemarahan, merasa takut, merasa menjadi korban, atau bahkan merasa sakit, pemahaman sekejap bahwa Allah hadir bersama saya membawa kesembuhan. Hal itu menenangkan, menenteramkan, dan memberi keyakinan. Saat-saat Sabat dapat datang setiap saat dan di mana saja. Bahkan di telepon umum yang jauh dari rumah.

Sekali waktu, saat saya menjadi tentara di perang Vietnam, saya cuti di rumah, sebelum melapor untuk mengikuti Pendidikan Calon Perwira. Suatu hari saya mengendari VW tua pulang dari pantai dan kaki saya terluka oleh besi berkarat yang ada di dalam mobil. Saya tidak banyak memikirkan hal itu, tetapi setelah mengikuti pendidikan selama beberapa minggu, saya berjalan pincang.  Tumit saya bengkak, dan bagian-bagian tubuh saya yang lain juga mulai membengkak. Salah satu perwira bertanya mengapa saya pincang. Saya menjawab baik-baik saja, tetapi perwira itu mengatakan, bahwa jika keesokan harinya saya masih pincang, saya harus memeriksakan diri ke rumah sakit.

Pendidikan itu cukup mendatangkan stress, dan pikiran bahwa mungkin saya harus ke rumah sakit menambah kekhawatiran, karena itu berarti saya harus meninggalkan pendidikan dan menunggu dua atau tiga bulan untuk masuk kembali.

Sore itu saya mengalami saat-saat Sabat. Saya pergi ke telepon umum dan berbicara dengan seorang penyembuh Ilmupengetahuan Kristen. Wanita ini telah menjadi penyembuh selama bertahun-tahun, dan keluarga kami telah berkali-kali menjadi saksi akan kuasa doa yang dipanjatkannya. Sekarang saya telah lupa apa yang dikatakannya saat itu, tetapi saya ingat meninggalkan telepon umum dan secara sadar merasakan kehadiran Allah, yakin bahwa semua akan baik. Keyakinan itu tetap bersama saya malam itu. Bengkak itu pun lenyap, dan keesokan harinya saya melapor untuk bertugas tanpa pincang sama sekali. Saya berhasil mnyelesaikan pendidikan tepat waktu.

Saat-saat Sabat itu, tetap bersama saya selama saya berdinas militer. Karena penyembuhan itu, saya menjadi lebih konsisten berpaling dan percaya kepada Allah untuk memelihara kesejahteraan saya. Dan berulang kali kepercayaan itu membawa berkat.

Tidak ada gunanya hidup dalam kecemasan atau kekhawatiran. Doa itu efektif. Saat kita memandang segala sesuatu melalui lensa rohaniah doa, pemandangan berubah. Doa mengatasi pembatasan, menghapuskan kebingungan, dan menyelesaikan konflik. Semua  keadaan yang tidak selaras yang menimbulkan kecemasan dapat disembuhkan dengan memahami bahwa Allah yang baik dan pengasih secara mutlak memegang kendali—dan bahwa kerajaan Allah yang damai sudah ada di dalam diri kita.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.