Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Jangan melihat ke bawah…lihatlah ke atas!

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Januari 2012

Diterjemahkan dari Christian Science Sentinel, edisi 10 Januari 2011


Pernahkah anda memperhatikan, bahwa waktu mau tidur, saat yang seharusnya paling damai, tenteram, dan nyaman, pikiran anda terkadang sarat dengan kekhawatiran dan terganggu?

Suatu kali ketika saya berusaha tidur, suatu masalah yang sedang saya doakan sehubungan dengan pekerjaan saya sebagai penyembuh Ilmupengetahuan Kristen, seakan “tidak mau tidur.” Masalah itu  terus memenuhi pikiran saya dengan segala kerumitannya, sampai akhirnya saya memutuskan untuk meluangkan waktu khusus guna “menanganinya”—berdoa tentang masalah tersebut. Besok, pikir saya. Sementara saya mengesampingkan masalah tersebut, saya berbaring dan mulai terlelap, ketika tiba-tiba sadar bahwa saya telah menjadikan masalah tersebut hidup! Saya memberinya ruang untuk hidup (setidaknya sampai besok, ketika saya akan lebih memberi perhatian kepada masalah tersebut).

Saat itu saya telah benar-benar terbangun, dan pikiran yang jernih mulai datang. Menangani masalah? Tidak! Sekarang juga saya akan melihat masalah itu sebagai kebohongan dan gangguan yang terkutuk. Saya tidak akan meluangkan waktu untuknya. Titik. Saya tahu bahwa doa yang efektif mengangkat pikiran saya kepada Kebenaran—yang sudah selalu ada dan hadir sekarang juga untuk menyembuhkan—dan tidak boleh dirancukan dengan “menangani suatu masalah.” Dengan kejernihan pikiran tersebut, saya merasa damai, perhatian saya lebih terpusat untuk mendengarkan apa yang diketahui Allah, dan dapat membawa suatu penyelesaian melalui doa. Tidak lama kemudian, saya tertidur dan saat bangun merasa siap menyambut hari yang baru.

Saya tidak menganjurkan untuk mengabaikan tantangan atau melupakannya. Ada perbedaan besar antara menghadapi tantangan kita sebagaimana diajarkan dalam Ilmupengetahuan Kristen, secara saksama menghadapinya melalui doa—berpaling kepada Allah untuk memperoleh ilham kemudian terus maju—dengan memusatkan perhatian kita pada masalah tersebut dan terseret lebih jauh ke dalam masalah tersebut.  

Ada pepatah yang diterima secara luas saat ini, yakni bahwa apa pun yang kita lihat dalam pikiran kita cenderung untuk menjadi lebih besar. Ini dapat berarti bahwa perhatian yang kita berikan kepada suatu masalah, terkadang cenderung menjadikannya “hidup,” memberinya ruang untuk eksis. Ini menyiratkan, bahwa jika kita memusatkan perhatian kepada sesuatu—dalam keingin-tahuan kita, dalam ketakutan kita, atau bahkan dalam doa—kita berisiko menjadikannya lebih besar dan lebih membandel. Dengan perkataan lain, jika kita mendalami suatu masalah, meluangkan waktu untuk memikirkannya, merencanakan bagaimana menangani berbagai aspek yang terkait dengan masalah itu, memusatkan perhatian untuk memperbaikinya, kita dapat menghalangi tercapainya hasil doa kita.

Beberapa waktu yang lalu, ketika mengamati seorang pemuda mengajar menunggang kuda, saya mendapat pelajaran yang sederhana tentang cara memusatkan perhatian dengan efektif. Sampai sekarang saya masih mengandalkan wawasan yang saya peroleh hari itu. Saya ingat duduk di pagar dengan aman sementara pemuda itu mengajar murid-muridnya yang masih muda bagaimana melintasi rintangan di lapangan, dan saya berpikir, Oh Tuhan, semoga dia tahu apa yang dilakukannya. 

Saya memperhatikan saat seorang remaja menunggang kudanya melingkari ujung lintasan menuju rintangan. Saya ingat sekali, rintangan itu adalah balok yang tergantung di atas kubangan. Rintangan itu besar. Saat menuju rintangan, terlihat penungang kuda itu tegang, agak gugup, dan menunggangi kudanya melompati rintangan, menuju ke bukit. Luar biasa! Saya pikir—bagus! 

Tetapi instruktur muda itu berseru, “Tidak, tidak, tidak! Engkau melihat ke bawah, kepada rintangan itu. Jika engkau melihat ke bawah, engkau akan jatuh ke bawah. Lihat ke atas! Lihat ke tempat yang akan kau tuju. Sekarang lakukan lagi.” 

Saya melihat gadis itu kembali dan menunggangi kudanya mengikuti irama menuju rintangan. Dia melompatinya dengan mudah, kali ini tidak gugup, dan melaju menuju bukit.

“Sekarang engkau melakukannya dengn benar,” kata instruktur muda itu. Engkau memusatkan perhatianmu kepada tujuanmu. Sekarang engkau aman. Dan kudamu juga aman.”

Saya terus mengingat pengalaman tersebut karena godaan untuk “melihat ke bawah,” alih-alih mengangkat pikiran kepada kebaikan Allah, adalah besar saat kita menghadapi masalah. Saat itu saya tahu bahwa saya baru saja belajar sesuatu yang sangat membantu dalam praktek penyembuhan saya.

Di halaman 504 buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan, Mary Baker Eddy membantu kita melihat ke mana kita harus memusatkan pikiran untuk membiarkan terang penyembuhan masuk: “Apabila sinar-sinar Kebenaran yang tidak berhingga dipertemukan dalam titik api ide, maka dengan serta-merta ditimbulkannya terang, padahal seribu tahun ajaran insani, hipotesa, dan dugaan yang kabur tidak memancarkan kegemilangan yang demikian.” Oleh karena itu, tepat saat menghadapi kesulitan, kita dapat mengalami sinar-sinar yang dipertemukan dalam titik api ide. Inilah yang mendatangkan terang, atau dapat dikatakan, kesembuhan.

Berikut ini sebuah contoh. Serombongan keluarga besar dari beberapa generasi bersiap meninggalkan hotel dan pergi ke bandara, untuk pulang sesudah berlibur. Seorang anak yang berumur tiga tahun dalam keluarga besar itu mengatakan bahwa telinganya sakit, dan tidak lama kemudian menjerit-jerit. Terbang dalam keadaan seperti itu tidak dianjurkan. Anak itu tidak dapat ditenangkan, dan mereka menelpon minta saya untuk membantu dengan doa.

Dalam doa saya tahu bahwa Allah itu baik, sama sekali baik, dan akan menunjukkan jalan. Alih-alih melihat ke bawah kepada masalah itu, saya tahu, bahwa penting untuk melihat ke atas, kepada penyelesaiannya. Dalam melakukan hal tersebut, saya mengumpulkan fakta dari Kebenaran yang tidak berhingga. Fakta-fakta  tersebut antara lain: waktu tidak merupakan suatu faktor, dan bahwa Allah menjaga puteraNya, gambar dan keserupaanNya yang sempurna, dengan tidak bercela. 

Tidak lama kemudian saya diberitahu bahwa keadaan anak itu tiba-tiba berubah. Anak itu tertidur di mobil, dan keluarga besar itu dengan damai dan penuh harapan menuju tempat keberangkatan, tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi terus berdoa. Anak itu bangun setelah tiba di bandara—tanpa sakit dan gembira—dan mereka terbang pulang dengan bersukacita.

Bagaimana semua itu terjadi? Doa tidak dipusatkan untuk mengetahui apa yang menyebabkan masalah, bagaimana menghilangkan rasa sakit, bagaimana merubah “zat yang tidak baik”  menjadi “zat yang baik.” Doa itu dipusatkan kepada Allah, karunia kasihNya, pemeliharaaNya bagi anakNya, kepada aliran kebaikan dalam hidup anak itu—dalam hidup keluarga besar itu, dan kepada pengakuan yang penuh sukacita akan sumber ilahi kebaikan itu.

Kemana sakit telinga itu pergi? Sulit menjawab pertanyaan ini karena semua itu hanyalah suatu saran, bukan kesejatian. Saran itu seperti pertanyaan berikut: “Bisakah saya mendapatkan perhatian anda yang sepenuhnya? Maukah anda percaya kepada saya?” Jawaban yang tegas akan sangat membantu: “Tidak akan pernah!”

Dan bahkan jika kita merasa telah memusatkan perhatian kita pada suatu masalah untuk waktu yang lama, haruslah jelas bagi kita bahwa ini tidak merugikan kita, karena pada hakikatnya manusia bersifat rohaniah, dan kita tidak tunduk kepada hukum-hukum kebendaan. Selain itu, seperti ditegaskan Mary Baker Eddy, “Zat tidak dapat menentang usaha kita yang jujur melawan dosa atau penyakit, karena zat tidaklah berdaya, tidak mempunyai budi” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 253). Yang penting, agar doa kita efektif, sangatlah  membantu untuk memusatkan perhatian kepada apa yang sejati, bukan yang tidak sejati.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.