Pada suatu hari yang cerah di bulan Mei, kehangatan sinar matahari sore menjadikan banyak orang ingin pulang lebih awal. Saya sedang bersepeda di jalur sepeda, menikmati kehangatan udara musim semi. Saya juga merasa agak pongah karena jalur mobil di sebelah kiri saya padat, sedangkan saya bebas mengayuh di jalur sepeda!
Tiba-tiba, mobil di sebelah saya memperlambat jalannya untuk memberi kesempatan mobil dari arah yang berlawanan belok ke kiri. Para pengemudi kedua mobil itu tidak melihat saya mengayuh sepeda dengan kencang dan saya bertabrakan dengan mobil yang membelok. Saya berusaha bangun dan melihat bahwa sepeda saya sudah terlalu rusak untuk dikendarai.
Orang segera berdatangan untuk menanyakan keadaan saya. Banyak yang menawarkan tumpangan atau memberi kartu nama dan menyatakan bersedia menjadi saksi. Saya meyakinkan semuanya bahwa saya baik-baik saja. Sebagai pelajar Ilmupengetahuan Kristen saya tahu bahwa akan membantu untuk tidak membebani pikiran dengan diagnosa medik. Saya merasa baik-baik saja meskipun salah satu lengan saya terluka.
Saya menghubungi isteri saya melalui telpon. Ia berada hanya beberapa menit dari tempat kejadian dan segera datang menjemput saya. Pengemudi mobil itu, seorang ibu dengan dua anak kecil, mula-mula sedikit gugup, tetapi kami segera dapat dengan tenang bertukar informasi tentang asuransi. Isteri saya terus menenangkannya saat saya menaikkan sepeda ke dalam mobil truk kami.
Setelah pulang dan membersihkan diri, saya merasa khawatir tentang cedera di lengan saya, yang terasa sakit. Saya mengirim email kepada seorang penyembuh Ilmupengetahuan Kristen minta bantuan doa. Saya menyangka penyembuh tersebut akan mengajukan berbagai pertanyaan dan memberi banyak kutipan dari Alkitab dan karya tulis Ny. Eddy untuk saya pelajari, tetapi alih-alih demikian, penyembuh itu dengan singkat dan penuh kasih menenangkan saya. Dengan satu kalimat pendek, dia menyarankan saya untuk menyadari bahwa kecelakaan itu tidak pernah terjadi. Mula-mula saya kecewa karena dia tidak berkata lebih banyak. Tetapi saat saya merenungkannya, menjadi jelas bagi saya bahwa penyembuh itu mengutip suatu pernyataan dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan yang mengatakan, “Kecelakaan tidak ada bagi Allah …” (hlm. 424). Saya berpikir bahwa kecelakaan bukan hanya tidak ada, tetapi konsep tentang “kecelakaan” sama sekali tidak diketahui oleh Allah. Ini sama saja dengan berusaha mengatakan bahwa 2+2=5. Kalau hasilnya tidak pernah dapat demikian, pasti pernyataan itu tidak pernah ada.
Saya merasa terhibur dengan ide tersebut, meskipun masih merasa sakit. Tetapi malam itu saya tidak tidur dengan baik, karena seakan seseorang berteriak dengan keras di telinga saya mengatakan bahwa ini kejadian serius yang harus dikhawatirkan, sedangkan di telinga saya yang satunya ada suara yang mengatakan bahwa ini sesuatu yang tidak pernah terjadi.
Keesokan harinya terlihat jelas lengan saya bengkak, dan saya menduga mungkin ada tulang yang patah. Saya menghubungi penyembuh lagi, dan dia bersedia untuk terus membantu saya dengan doa. Dia meyakinkan saya, bahwa karena yang disebutkan sebagai kecelakaan itu tidak pernah terjadi, maka tidak mungkin menimbulkan efek lanjutan seperti pembengkaan. Saya mulai sadar bahwa kecelakaan tidak dapat terjadi dan tidak pernah terjadi pada manusia ciptaan Allah. Saya terus berdoa seperti itu selama beberapa hari, dan pembengkaan dan rasa sakit itu pun mulai surut.
Pada waktu itu, seorang teman sekerja—yang juga pergi ke mana-mana mengendarai sepeda—mengalami tabrakan dengan sebuah mobil. Dia ingin menceriterakan seluruh kejadian itu kepada saya, termasuk rincian tentang cedera yang dideritanya. Mula-mula saya merasa lega karena pengalaman teman saya seakan menyadarkan bahwa cedera saya ringan dibandingkan yang dideritanya. Tetapi kemudian teman saya menceriterakan diagnosa baru yang menunjukkan keadaan yang jauh lebih buruk. Saya sadar tidak perlu mengharapkan cedera saya hanya “ringan,” sebaliknya, saya harus menghapuskan sama sekali kepercayaan tentang kecelakaan itu. Saya dapat bersandar kepada Allah dan terus berpegang kepada hukum yang menunjukkan kejadian tersebut tidak pernah ada. Hanya ada satu Allah yang Maha Kuasa.
Selama beberapa hari itu, pengemudi mobil yang menabrak saya mengirim banyak pesan menanyakan kesehatan saya. Saya sadar harus menangani apa yg disebut Ny. Eddy sebagai magnetisme hewani—suatu saran yang mengatakan ada budi yang terpisah dari Allah—dengan menangani kepercayaan bahwa ketakutan saya atau kekhawatiran pengemudi itu memiliki kuasa. Ny. Eddy menunjukkan, “Jika kita berhasil menghilangkan ketakutan sama sekali, maka sembuhlah pasien kita” (hlm. 411-412). Saat hal ini menjadi jelas bagi saya, saya menelpon pengemudi itu dan meyakinkannya bahwa semuanya baik. Pernyataan ini merupakan titik balik. Itu merupakan pernyataan yang penuh kerendahan hati bahwa hanya Allah, kebaikan, yang sejati.
Ternyata, suku cadang yang mahal dari sepeda saya tidak rusak, dan sepeda saya hanya perlu dua roda baru, dan saya mendapatkan penggantian biaya untuk kedua roda itu. Dan sekitar satu minggu setelah saya membuat pernyataan tentang kuasa Allah itu, luka saya sembuh sama sekali. Saat ini, saya bahkan tidak tahu pasti lengan mana yang cedera, karena luka itu tidak meninggalkan bekas. Ini dapat dimengerti, karena bagaimanapun juga, sesuatu yang tidak pernah terjadi tidak dapat meninggalkan bekas atau ingatan yang buruk.
Bellevue, Washington, AS